28_night of confession

205 37 17
                                    

Ketakutan untuk menyakiti, justru bisa menjadi latar belakang bagi seseorang untuk meninggalkan luka yang mendalam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketakutan untuk menyakiti, justru bisa menjadi latar belakang bagi seseorang untuk meninggalkan luka yang mendalam.

***

Lengang merupakan kata yang tepat untuk mendeskripsikan kondisi LovALife saat ini. Akan tetapi, kata itu akan jauh lebih tepat jika digunakan sekitar setengah jam yang lalu, saat tidak satu pun insan masih menghuni restoran kecil itu, saat lampu-lampu sempurna dimatikan dan pintu tertutup rapat untuk ditinggal semalaman. Namun, kini kondisinya satu tingkat lebih hidup.

Sebab saat ini, ada dua orang yang masih berdiam dalam duduknya, mengisi kekosongan LovALife yang jam operasinya telah berakhir untuk hari ini. Satu lampu yang menggantung paling dekat sudah dinyalakan, agar keberadaan mereka tidak benar-benar ditelan gelap. Meski ada hal lain yang menelannya, yakni hening yang terus merayap.

Entah untuk yang keberapa kali, Isy mengangkat gelas berisi air putih hangat di depannya, menggenggam benda itu dengan kedua tangan sebelum mendekatkan ke bibir yang sedari tadi masih kelu bahkan untuk sekadar bergumam. Pandangannya menunduk, meski sebenarnya dia sadar betul ada sepasang mata yang memperhatikannya sejak pemiliknya mendudukkan diri di depan Isy dengan gelas yang dibawanya.

Dari hampir sepuluh menit lalu, Isy memilih diam dan mengabaikan hal itu. Akan tetapi, tidak dengan sekarang. Sisa sesak yang bergumul di dada, ketakutan yang tak pernah diakuinya, serta keputusasaan atas eksistensi Jaza, perlahan memudar. Ia sudah jauh lebih tenang, hingga mampu mengangkat kepala dan bertemu mata dengan lelaki di depannya. Sedang kedua tangan Isy perlahan menurunkan gelas hingga mendarat ke atas meja, meski tangannya tidak dia jauhkan dari sana.

Meski tidak sempat mengira akan bagaimana reaksi Jaza, tetapi melihat lelaki itu membolakan mata dan menegakkan tubuh, membuat Isy sedikit terkejut. Lebih banyak lagi, dia berusaha menahan senyumnya, yang tentu saja berhasil. Dibanding mengekspresikan bagaimana dia menilai raut wajah Jaza sebagai sesuatu yang lucu, Isy justru berhasil menarik alisnya dan memberikan tatapan tanya.

"Apa?" tanyanya.

Wajah Jaza yang semula tegang, sudah sedikit melunak. Akan tetapi, matanya sama sekali tidak beralih dari Isy, bahkan ketika ia menggelengkan kepala. "Enggak." Jaza menjawab polos.

Kali ini, Isy tidak bisa lagi menyembunyikan senyumnya. Gadis itu kembali menunduk, lalu menarik tipis bibirnya. Namun, tidak ada kata yang keluar. Jaza pun begitu, kembali bungkam entah karena apa.

Mengingat apa yang baru saja terjadi, Isy tidak merasa aneh jika diam menjadi pilihan bagi mereka. Gadis itu pun tidak berniat mengatakan apa pun. Ada berbagai rasa yang saling bergumul dan membentuk satu jalinan yang membuatnya tidak bisa dengan mudah memberikan definisi sesuai. Meski jika hendak dirangkum, lega memimpin dominasi di dalamnya.

Protect At All Costs - Na Jaemin (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang