15_a rush of blood

222 40 46
                                    

Jika informasi tentangmu bukanlah apa-apa, tentu saja tidak ada yang akan berubah setibanya ia datang menyapa

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.

Jika informasi tentangmu bukanlah apa-apa, tentu saja tidak ada yang akan berubah setibanya ia datang menyapa.

***

Koloni awan seperti memberi isyarat, bahwa terik sedang tak diberi ruang. Sedang putih cerahnya yang mendominasi, mengabarkan tentang hujan yang belum hendak diturunkan. Bagi sebagian besar orang, bisa jadi ini adalah cuaca yang paling mereka minati untuk beraktivitas di luar rumah. Tidak membakar kulit, pun menjauhkan kata kuyup dari rentetan oksigen yang dihirup.

Akan tetapi, bagi Jaza, maknanya lebih dari itu. Bersama pandangan matanya yang belum juga beralih dari satu titik, terima kasih diembuskan secara perlahan, disisipkan di antara partikel penyusun udara di sekitarnya yang saling menarik dengan lemah. Bukan karena dia bisa beraktivitas dengan mudah, tetapi karena di sisi lain parkiran, Isy akan menyusuri jalanan dengan suhu yang menyenangkan. Tidak perlu kehujanan, tidak juga dikecupi teriknya sengatan matahari. Ya, semoga saja, cuaca ini akan bertahan sampai gadis itu selesai dengan urusannya.

Kala Isy menolehkan kepala ke arah Jaza yang tengah berdiri di parkiran mobil, gigi rapi sang lelaki semakin tampak mentereng. Senyumnya bertambah lebar, apalagi ketika Isy membunyikan klakson dan menundukkan kepala kepadanya, sebagai tanda perpisahan. Lucu, batinnya.

"Hati-hati, Sy."

Ah, ralat. Bukan kepadanya, melainkan kepada wanita paruh baya di samping Jaza. Gadis itu bersikap ramah tidak lain karena eksistensi Dokter Ratih. Kalimat yang baru saja diucapkan sang tante itu membuat Jaza sadar bahwa bukan hanya dirinya yang ada di sini, melainkan ada orang lain yang menjadi alasan tingkah manis sang gadis sedari tadi.

Meski begitu, Jaza tidak menanggalkan raut sumringah dari wajahnya. Seolah menjadi pengiring bagi tiap gerakan yang diambil Isy hingga gadis itu benar-benar keluar dari area parkir dan bergabung dengan kendaraan lain di jalan raya. Tatapan Jaza belum putus, setidaknya sampai suara di samping menariknya dari kepungan euforia.

"Kamu suka, ya, Kak?"

Jaza menoleh dengan sisa senyum yang masih kentara. "Hah? Gimana, Bulik?" Tampaknya, lelaki itu belum menangkap tanya yang dilontarkan kepadanya.

Disaksikannya gelengan kepala sang tante disertai senyum yang dipasang dengan makna yang belum ditangkap oleh Jaza. Kemudian, dirasakannya rangkulan di bahu, sekaligus membuat dua insan yang saling berbagi darah itu berada di posisi yang semakin rapat. "It's obvious, Kak. Kamu dari tadi nggak berhenti senyum, mana curi-curi pandang ke dia lagi. Kayak ABG aja."

Jaza terkekeh, ketika mulai mengerti ke mana arah pembicaraan mereka. "Keliatan banget emang, Lik?"

Dokter Ratih terkekeh, menggeser tangannya untuk menepuk-nepuk lengan Jaza dan merangkulnya. "Banget. Kamu keliatan lagi kasmarannya, Kak. Isy kayaknya juga sadar, deh, tapi didiemin aja kamunya. Dia beberapa kali nyentuh tengkuk, lirik kamu juga. Abisnya kamu fokus banget lihatin dia, apalagi pas dia lagi bicara. Awas, loh, anaknya risih."

Protect At All Costs - Na Jaemin (END) Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin