The Real Jadian

176 41 6
                                    

"Bisa ga jangan pakai alat? Dia punya tanggungan."

Kamal berhenti tepat di samping Siro, mengembangkan senyum aneh tidak menyenangkan sebelum menjawab permintaannya.

"Salah lu yang bikin gue nunggu lama."

Siro memejam mata pasrah. Hanya mampu meminta maaf dalam hati pada pelaku pelemparan bom molotof di rumah Datu yang sekaligus akan menjadi korban pelampiasan Kamal. Tubuh pelaku di ikat dan mata di tutup meski ruang kosong itu juga gelap.

Delapan jam setelah Kamal hampir gila menghadapi situasi di luar dugaannya. Belum dingin masalah lemparan bom, gempa menyusul, Datu hilang dan di temukan di toilet dengan kondisi sekarat menghirup asap beracun. Siro sudah beruntung tidak menemukan senjata api di tangan Kamal.

Siro sendiri butuh tiga jam mencari barang bukti, mengaitkan peristiwa demi peristiwa dan mencari titik terang dari masalah yang mereka hadapi. Besar kemungkinan semua terkait dengan masalah perusahaan yang sedang mereka selidiki, hingga Kamal memutuskan membuat laporan dan Siro mengurus sisanya. Tapi sebelum polisi bertindak, anak buah Siro ternyata sudah lebih dulu menemukan orang yang menyerang rumah Datu.

Kamal menggeret tongkat baseball, dengan tatapan bengis terhadap sasarannya. Siro bergindik mendengar gesekan tongkat dengan lantai yang ngilu di telinga. Semakin seram dengan ekspresi Kamal sekarang. Lebih ngeri dari baku hantam saat insiden mobil goyang.

Ingin permainan lebih seru, Kamal membuka penutup mata tersangka. Sedetik kemudian satu bunyi gedebum menggema yang disertai erangan dalam. Siro memilih keluar, membiarkan Kamal melampiaskan kemarahan.

***

Semua indra di tubuh serasa melemah. Bahkan jari tidak mampu Datu gerakkan. Sesekali dia terbatuk dan setelah itu rasa kaku menyerang sekujur badan. Hanya kepala yang mampu bergerak lemah, melihat samping ketika mendengar suara gebrakan pintu. Matanya mulai berat, kilat masa lalu seenaknya berputar. Dia yang tersesat, dia yang kelaparan, dia yang dikucilkan dan Datu hanya tersenyum saat rekaman itu menyapa.

"Apa itu malaikat maut? Apa malaikat juga memakai sepatu?"

Akhir dari cerita hidupnya ternyata harus berakhir di toilet. Datu tersenyum puas. Paling tidak dia tidak harus mati konyol menahan lapar atau overdosis pil tidur di kamar. Tapi ini tidak keren juga. Mungkin kecelakaan saat balap liar lebih melekat dalam ingatan teman-teman untuk mengingatnya.

"Kenapa lama?"

***

Kamal menyulut sebatang nikotin di depan meja tanpa asbak. Satu kursi dia duduki, satu kursi masih kosong di hadapan. Kursi yang sebenarnya di sediakan untuk introgasi. Sayanganya Kamal ingin melakukan tanya jawab setelah pelaku mendapat ukiran kenangan. Ah, bukan tanya jawab, hanya satu pertanyaan.

Pelaku sudah kepayahan menahan luka yang dia berikan. Darah di sudut bibir, bengkak di mata, patah tulang dan entah apa lagi efek yang korban dapat akibat dari perbuatannya.

"Beri saya satu nama dan kamu bisa bebas."

Ditemukan delapan jam setelah kejadian, dan mendapat hantaman baseball tanpa ampun si pelaku mengangguk lemah.

"Tuan D-d-..."

***

"Kalian pernah ga sih ada di circle orang yang untouchable?"

"Maksudnya?"

Salim memperbaiki posisi duduk dari yang tadi bersandar menjadi tegak dari badan sofa.

"Gini lho, misal nih lu punya temen dari yang tadinya orang biasa menjadi orang yang luar biasa entah karena viral...."

HETEROCHROMIA (Koplonya Hidup)Where stories live. Discover now