Aib Kuadrat

158 34 5
                                    

Dengan yang sebelumnya, hubungan Kamal adalah hasil perjodohan. Klasik. Orangtua saling kenal, ingin mengeratkan hubungan, dan anak adalah tumbalnya. Kamal tidak menolak, berhubung dia juga tidak sedang in relationship dengan wanita lain. Pertemuan pertama lancar, pertemuan kedua mulai asik, pertemuan-pertemuan berikutnya mulai nyaman.

Kamal mengira dia akan menjadi rumah sebagaimana Kamal menganggap kekasihnya demikian. Sang kekasih nyatanya memiliki pemikiran lain dengan membangun rumah yang sifatnya statis. Dia berpindah. Sayang, caranya salah hingga rumah yang Kamal buat untuknya hancur dengan tragis.

Bisa dibilang Kamal adalah pria dengan hati selembut butter. Dia gampang sayang, mudah luluh, susah move on. Dengan mantannya dulu memang bukan cinta pada pandangan pertama, tapi Kamal punya keyakinan cinta akan menemukan tempatnya.

Sedang sekarang...

Datu. Dengan Datu Mayura, Kamal sama sekali belum menentukan. Bahkan sebelum bergerak, Datu seolah menyuruhnya mundur dan pergi. Baginya ini tidak biasa. Di setiap hubungan dia selalu menang tanpa harus berusaha terlalu keras. Hubungannya yang serius hanya sekali, yang kandas gegara mobil goyang. Tapi yang sebelum-sebelumnya, terutama semasa anak sekolahan Kamal tergolong lumayan.

Bisa dibilang Datu menarik perhatian dengan penolakannya. Menggugah gairah berburu dalam diri Kamal yang telah ada secara naluriah. Hanya saja Kamal seperti mati langkah, tidak tahu harus menyerang dari arah mana karena Datu menutup semua akses masuk.

Di kontrakan Datu sekarang tinggal mereka bertiga. Dia, Adam, dan Datu yang sedang tidur di kamar. Dengan alibi akan ada teman yang datang membawakannya dokumen penting, Kamal berhasil tinggal di rumah Datu. Untuk memperkuat, Kamal beralasan bahwa temannya sudah setengah jalan, tidak enak kalau harus merubah tujuan lagi ke kantor.

"Jadi dokumennya obat-obatan di kresek ini?"

Adam mengangkat kresek putih berisi dua strip obat yang baru di antar seseorang. Dia kemudian tertawa tertahan dan Kamal tidak menanggapi sindirannya. Mereka duduk berselojor beralas tikar plastik ruang tamu Datu. Adam kemudian mengeluarkan sebuah wadah plastik kecil bekas makanan sekali pakai dari saku. Berisi pilitan rokok tembakau buatan tangannya sendiri. Dia meletakkannya antara mereka.

"Mau mulai dari mana?" Tanya Adam setelah sebuah kepulan asap keluar dari bibirnya.

"Maksudnya?"

"Tentang Datu, lo mau tahu darimananya dia? Hobi? Kekurangan? Kelebihan? Kesukaan?"

Kamal mengambil satu linting tembakau dan pematik. Melakukan hal yang sama dengan yang Adam lakukan. Bukannya merasa lega, Kamal rasanya tercekik dengan tembakan Adam. Kalau gadis lain harus pendekatan dengan ayahnya, yang ini malah dengan sobatnya. Gini amat si Datu.

"Saya bisa cari tahu sendiri." Jawabnya santai. "Dan mau mastiin aja, anda tidak apa-apa kalau saya dekati Datu?

Adam menoleh kagum. Tidak menyangka dengan jawaban Kamal. Dulu Canggih sampai menginap berhari-hari di rumahnya demi menggali info tentang Datu. Meminta tolong strategi bagaimana agar Datu mau menerimanya. Sekarang saat ada laki-laki yang dia kira juga menyukai Datu, dengan sukarela akan memberi informasi, malah di tolak.

"Kata orang yang namanya laki dan perempuan ga bisa jadi sahabat. Bohong kalau gue ga pernah suka sama Datu, posisinya gue harus mengalah demi lihat dia bahagia, di terima. Datu ingin di terima dimana saja dia melangkah. Demi rasa itu, sahabat menjadi harga mati antara kami. Berhubung lo orang baru, mungkin masih banyak peluang."

"Ada saran?"

Adam mengisap dalam tembakau berapinya. Mengepul asap pekat sebelum bicara.

"Lawan lo bukan gue, kami, atau orang-orang di sekeliling Datu. Lawan lo adalah zona nyamannya, trauma, ketakutannya, masa lalunya. Bisa dibilang Datu adalah kerancuan, complicated. Jadi, sebelum lo menawarkan apa pun ke dia, pastiin diri lo mampu."

"Masa lalu? Maksudnya Canggih?"

Adam menoleh sedikit kaget.

"Hanya kebetulan waktu itu dia datang ke sini saat saya dan Datu harus bahas kerjaan." Sambung Kamal menjawab kekagetan Adam.

"Bukan Canggihnya, tapi ibunya, Nyonya Parwati yang dia serapahin tadi. Gue ga bisa cerita masalah itu, silakan tanya sendiri. Datu yang paling berhak ngasih tahu lo. Tapi kalau di pikir-pikir bukan itu juga, sih. Mereka hanya cerita lucu yang lewat di kehidupan Datu. Seperti yang gue bilang tadi, rancu, gue ga bisa cerita kalau masalah pribadi."

Kamal mencerna pemberithuan Adam dalam diam. Entah ini berguna atau tidak.

"Mau kemana?" Tanyanya saat melihat Adam berdiri memasang jaket.

"Sebentar lagi dia bangun, gue mesti nyari makanan. Datu setelah bangun dari sakit mens yang sudah mendingan, mendadak jadi singa betina kelaparan."

"Delivery?"

"Kebanyakan dari makanan yang dia suka nggak pakai aplikasi. Titip dia bentar."

Adam berlalu. Tapi sebelum melewati pintu,

"Datu sembunyi di truk sayur Bapak gue awal dia ada di kota ini, tanpa dia tahu sendiri asal asli dia dari mana. Truk itu udah keliling ke beberapa tempat, jadi dari mana Datu sebenarnya nggak ada yang tahu termasuk dia. Waktu itu dia baru umur 9."

***

Datu menguasai sedikit ilmu bela diri. Bukan hasil ajaran dari sensei pemegang sabuk hitam, melainkan hasil didikan abang-abang preman teman bermainnya dulu. Adam tidak pernah khawatir meninggalkan Datu berdua dengan lawan jenis. Dia tenang-tenang saja membiarkan Kamal dikontrakan. Dan lagi tahu sendiri antipatinya Datu dengan lelaki.

Kamal sendiri tetap duduk di posisi awal. Sedikit sibuk dengan ponselnya.

Suara pintu yang di buka perlahan menarik perhatian Kamal dari ponsel. Datu membuka pintu kamar. Bukan dengan tangan, yang terlihat paling pertama adalah telapak kakinya. Hingga pintu terbuka sempurna, Kamal di serang rasa heran sekaligus bingung dengan Datu yang keluar dengan cara menggelinding perlahan di lantai. Gerakannya lambat dan malas. Dia kemudian bergerak seperti cacing, meliuk-liuk kepanasan.

"ADAM!!! Mana pintu kamar mandi? Siapa yang pindahin? Kenapa pintu kamar mandi gue jadi jauh banget? Siapa yang mindahin setan!" Datu merancau.

Kakinya kemudian naik ke tembok dengan setengah badan tetap di lantai. Datu makin uring-uringan menggaruk kepala dan tangan. Samar terdengar rengekan anak kecilnya.

"Gue kesel banget, Adam. Gue kesel pokoknya hu...hu..."

"Gue suka kalau mens, tapi gue ga suka sakitnya hu...hu..."

"Lu masih mau ngurusin gue, kan, Dam? Biarpun lu udah nikah besok lu harus tetap ngurus gue. Ga bisa gue sendiri pas haid gini. Lu bisa angkat gue jadi anak lu. Jadi secara teknis lu langsung punya anak cewek gede setelah merit. Gue bisa jadi kakak, ngemong anak-anak lu besok. Pokoknya gue jadi anak pertama lu, angkat gue ADAM!!! PAHAM KAN LU?"

Gerakan Datu brutal di lantai. Kakinya menabrak beberapa peralatan yang untungnya tidak sampai jatuh. Kamal melihatnya dengan seribu kebisuan.

"ADAM MANDIIN GUE, CEPET!"

dimandiin ga tuh si Datu?
Hahahaha... maaf yah lama nunggunya. Mimin sibuknya masha Allah. Jaga kesehatan semua...  luv yu all.

HETEROCHROMIA (Koplonya Hidup)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang