Kenapa Aku, sih?

170 34 3
                                    

Datu yang sedari awal sudah penuh dengan ketakutan yang beralasan sekarang semakin merasakan ketakutan dengan volume lebih besar. Dia berharap Siro merevisi kalimat atau mengatakan bahwa dia hanya main-main atas jawabannya tadi. Ternyata tidak.

"Lah emang kita mau ke rumah calon mertua kamu, masa udah serius gini di suruh main-main."

"Calon mertua apa, sih? Siapa juga..." Datu kehabisan kalimat, meraba dahi karena bingung, "maksud kamu aku sama Kamal, artinya kita mau ke rumah orang tuanya Kamal, gitu? NGAPAIIIN?!" Suara Datu penuh dan tertekan di akhir.

Meski begitu wajah Siro tetap anteng saja, tak peduli betapa stresnya Datu.

"Tadi kalian dari rumah, kan?" Datu menatapnya skeptis, "wanita yang Kamal ajak ke rumah," Siro memberi tanda seru dengan jari di kata rumah, "pasti bakalan jadi pasangan abadinya."

"Anda itu mikirnya kejauhan Bapak Siro yang katanya pintar, ini juga baru tiga minggu."

"Tapi udah ke Bali, ke rumah yang paling privasi buat dia yang orang ga boleh datang bertamu ke sana atau sekadar mampir. Rumah yang tempat kalian singgah tadi, walau cuma buat mandi sama ganti baju adalah tempat paling keramat seorang Kamal Abeerham... aduuuuh udah fix deh kamu orangnya, dan sebagai sahabat saya mendukung penuh hubungan kalian. Saya titip Kamal, jangan di sakiti ya, kasian baru lepas dari penyakit." Nada Siro sangat percaya diri dan meyakinkan.

Iya. Datu tahu cerita kelam Kamal, tapi cerita yang sedang mereka buat juga belum ada yang tahu akhirnya.  Perasaannya saja masih setengah-setengah mengingat dia yang juga banyak cacat kehidupan.

"Mau apa kita ke rumah orang tua Kamal?" Datu berusaha santai.

"Ada yang mau ketemu kamu."

"Siapa?"

"Ada lah pokoknya."

Paling tidak suka sebenarnya teka-teki seperti ini. Daripada meladeni  tingkah Siro, Datu memilih menenangkan diri dengan melihat luar jendela. Itupun tidak banyak membantu. Dia memperhatikan isi dalam mobil yang Siro kendarai sekarang. Ini mobil Kamal dan menurutnya ada yang janggal.

"Ini parfum siapa? Ini mobil Kamal, kan?" Tanyanya curiga, Datu melihat-lihat parfum tanpa berani membuka penutupnya. Takut mabuk.

"Eh belum tahu ya? ini mobil gue Neng, di sewa Kamal buat penyamaran biar tambah meyakinkan sebagai pegawai biasa."

Gitu ya, Avanza memang mobil sejuta umat.

"Terus itu juga parfum gue sama cewek gue."

"Sudah punya pacar ternyata. Kirain masih sendiri."

"Enggak lah, gebetan doang. Paling beberapa bulan, gue belum betah bikin hubungan lama-lama."

Datu mengangguk maklum. Dalam pikirannya apa mereka setipe? Apa Kamal betah punya hubungan lama? Berapa ambang batas sebuah hubungan yang dilakoni Kamal?

"Menurut kamu, Kamal orangnya gimana soal hubungannya sama perempuan?"

"Dari jaman sekolah dia banyak yang ngejar, sayangnya dia kayak punya insting sendiri soal perempuan yang klik sama dia. Nggak asal pilih. Kalau menurut dia cocok tuh cewek umpan baliknya pasti dia ambil, tapi kalo enggak klik sama dia, paling cuma di ramah-ramahin. Itu jaman sekolah sih, kalo yang sekarang..." Siro diam sesaat, "ini sama kamu nih, cewek pertama banget yang berhubungan sama dia setelah sama mantan. Udah tau kan ceritanya? Sama mantannya itu sebenarnya bukan Kamal yang menaruh harapan lebih, yang banyak berharap itu keluarganya dia, terutama Akung dan Tentis. Manatahu ending-nya sejelek ini sampai bikin Kamal frustrasi."

Jawaban Siro membuat Datu diam dan berpikir, mengingat pembicaraannya dengan Kamal tentang mereka.

"Dari kemarin-kemarin aku mau tanya, Tentis itu siapa maksudnya?"

HETEROCHROMIA (Koplonya Hidup)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt