"Hyeong butuh asupan tenaga supaya nanti bisa mematahkan leher mereka dan merebut pujaan dengan gagah!"

"Pikirmu ini film?"

"Tidak, tapi aku benar, 'kan? Wajahmu sampai kehilangan cahaya begitu, Hyeong." Namjoon menggeleng enggan, bergerak ingin bangun sekalian menarik telapak tangannya, tapi tak membuahkan hasil. "Hyeong."

"Ini sudah lima hari!" semburnya. "Dia bisa di mana saja tanpa makan dan minum!"

"Bagaimana Hyeong tahu?"

"Aku harus menemukannya, Jungkook! Lepaskan aku!" Namjoon mengerahkan tenaga dan tak lagi digenggam tertelungkup, tapi saat dirinya bangun, Jungkook ikut beranjak dan segera merengkuhnya. Bertumpu pada sepasang kaki yang masih melingkari pinggul Namjoon. Seperti anak monyet yang menempel di induknya. Namjoon berkutat menarik-narik lengan keras yang bagus itu, tapi kekuatannya kalah. "Jeon Jungkook! Jangan membuatku murka!"

"MAKAN DULU LALU KITA CARI SAMA-SAMA ATAU PUKUL AKU SAMPAI BABAK BELUR! AKU TAK PEDULI!"

Melihat adegan itu, Mooni menyalak juga menarik-narik menggunakan giginya ke kain celana Jungkook, tapi setelah sepuluh menit tanpa hasil, Namjoon pun menghela dan menyuruh Mooni pergi. Selain tak ingin melukai cowok itu, Namjoon juga mulai pening. Pandangannya berkunang-kunang, tapi masih memaksakan diri agar tidak kolaps. Ditepuknya Jungkook, minta lepas dengan berjanji sungguhan akan makan bersama, lalu terseok bangkit menuju sofa. Jungkook yang masih ragu, tak sedikit pun melepaskan tangannya dari pergelangan Namjoon.

Mereka duduk bersebelahan. Jungkook mulai menyiapkan makanan. Ganti meremas keliman bawah kaus Namjoon.

"Bagaimana caramu menyiapkan kalau ...." Namjoon bungkam kemudian, Jungkook sungguhan bisa membuka semua hidangan dalam bungkusan yang dia bawa tanpa sebentar pun melepas Namjoon. Senyum imut itu terukir puas setelah semua siap.

"Ayo, makan," ajaknya dengan ceria, Namjoon mendelik bosan, menatap hidangan di sana tanpa selera. "Aku tahu, Hyeong tak nafsu, tapi perutmu harus diisi supaya dapat berpikir jernih dan ...." Kalimatnya berhenti karena sebuah pangsit goreng sudah disuapkan ke mulut sendiri. Alis menukik hendak protes, tapi batal, seiring pria di hadapan ikut mengunyah juga.

"Happy, Bunny ?" Jungkook mengangguk senang. "Lepaskan ini boleh?" Tunjuk Namjoon ke bajunya, tapi masih dengan senyum yang sama, Jungkook menggeleng sambil mengunyah.

.

"Kau ... menaruh obat tidur di dalamnya atau apa?"

"Teganya. Itu karena Hyeong tak makan, sekalinya iya, tubuhmu butuh proses untuk mencerna. Jadi, kalau sampai tersungkur begitu, bukan salahku. Pikiranmu juga. Butuh istirahat dulu."

"Tapi, Seokjin menungguku. Dia bahkan mungkin tidak makan atau ...."

"Percayalah, Hyeong. Di mana pun dia, pasti baik-baik saja dan sedang menunggumu dengan manis." Jungkook mematikan keran air, selesai mencuci tangan dan membersihkan sisa hidangan pagi mereka. Dia berpaling, berjalan ringan menuju Namjoon yang terduduk dengan kepala terkulai ke sandaran, menatap terpejam langit-langit rumah.

Sudah tiga hari berturut-turut, Namjoon menyilahkannya datang. Entah sekadar menjadi tempat keluh kesah, pembawa makanan yang telaten dua puluh empat jam, atau menjadi pengingat kewarasan. Walau hanya berlaku sementara sebelum akhirnya kembali gila putus asa.

Jungkook bisa menjadi apa pun juga menyediakan segala hal yang diinginkan Namjoon. Termasuk untuk hal yang dibutuhkan.

Taehyung dan lainnya tahu, kejadian yang menimpa dirinya karena informasi orang hilang yang terpasang di media. Namun, adik yang baik itu tak bisa menemani karena Seonu membutuhkan dirinya. Anak mungil itu sedang sakit dan tak mungkin si ayah menelantarkannya hanya dengan Sora, bukan? Jadinya, mereka hanya bisa menghibur Namjoon via suara sembari mendoakan agar Seokjin lekas ketemu. Tak lupa juga terus mengingatkan Namjoon agar menjaga kesehatan sendiri.

Honne | NJ √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang