DS |48 •Hamil•

23.5K 1.8K 269
                                    

Semuanya tertawa bahagia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semuanya tertawa bahagia. Begitupun dengan Xaula. Tidak ada henti-hentinya Xaula mengucapkan rasa bersyukurnya pada Allah SWT.

Dia merasa manusia paling beruntung mendapatkan kehidupan yang membahagiakan ini. Baginya, dengan kedatangan Khadafi dalam hidupnya adalah anugerah terindah yang diberikan Allah SWT padanya. Seperti yang tertera dalam surah Ar-Rahman.

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”

Sungguh, melihat kedamaian yang Xaula dapatkan sekarang sangatlah membuat hatinya tentram. Xaula seakan mendapatkan malaikat yang suci. Allah SWT maha adil. Tidak ada lagi kecurangan di dalamnya.

Xaula bersyukur bisa terlahir dalam Islam. Kalau saja malam itu dia tidak menolong Camila yang dalam bahaya, mungkin takdirnya tidak akan seindah ini.

“Betapa indahnya jika engkau menemui hati yang tidak pernah menuntut apa-apa darimu kecuali sebatas keinginan untuk melihatmu dalam keadaan baik.”

Sudah sebulan semenjak mereka menikah. Keadaan rumah semakin terlihat seperti surga yang sangat damai. Tepat jam 3 malam, tangan Khadafi meraba-raba sesuatu di sampingnya. Merasa ada yang kurang, Khadafi langsung terbangun, dia melihat sampingnya sudah tidak berpenghuni dirinya langsung panik.

Khadafi langsung berlari keluar kamar. Di dapur tidak mendapati Xaula, dia mencari ke ruang tamu. Saat melihat ada yang bergerak-gerak di sofa, Khadafi menghampirinya dengan perlahan. Dia menemukan sang istri yang sedang menggeliat tidak karuan. Seperti sedang menahan rasa sakit, Khadafi pun langsung berlari dan memeluknya.

“Kamu kenapa, habibati?” tanya Khadafi dengan penuh kekhawatiran.

Xaula tidak menjawab. Wanita itu semakin gelisah, “Hey, Habibati. Kamu kenapa? Kita kerumah sakit sekarang ya.”

Khadafi langsung menggendong Xaula. Baru saja ingin membuka pintu Xaula sudah memberhentikannya.

“Aku cuma datang bulan. Nggak usah ke rumah sakit.”

Khadafi menatap sang istri dengan wajah polosnya, “Sakit ya, perutnya?” Xaula hanya mengangguk meng—iyakan pertanyaan Khadafi.

“Kita ke kamar saja ya, aku ngajiin biar cepet sembuh rasa sakitnya.”

Merekapun kembali masuk ke dalam kamar. Sepanjang lantunan yang Khadafi lantunkan sambil memegangi perut Xaula, Khadafi tak pernah lepas mengecupi kening Xaula. Dia pun bersholawat untuk penutupan. Rasa sakit yang Xaula rasakan tadi sudah mendingan.

Dia tersenyum manis, saat memandang wajah Khadafi. Xaula seakan merasakan hembusan angin yang membuat aura Khadafi keluar, saat itu pula Xaula melihat betapa bersinarnya seri wajah Khadafi yang membuat hatinya tenang.

Perlahan Xaula menggerakan lengannya untuk menyentuh wajah Khadafi yang sangat mempesona ini.

“Aku selalu bertanya-tanya pada diriku sendiri. Apakah ini hanya mimpi, aku mendapatkan laki-laki sesholih ini? Jika benar mimpi, aku mohon pada Allah untuk jangan bangunkan aku dari mimpi ini, karena mimpi ini sangat indah dan aku tidak mau terbangun dari mimpi ini dan melanjutkan hidup di dunia yang kejam itu,” ucap Xaula membuat Khadafi tertegun dengan tatapan polos dari istrinya.

DISKUSI SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang