Bab 27 - Hasil Rapat Dosen

531 98 16
                                    

Sementara di tempat lain, wajah Rara terlihat masam. Dosen pembimbingnya tiba-tiba memberi kabar bahwa beliau akan terlambat karena ada urusan mendadak. Rara diminta menunggu satu jam.

Awas saja kalau ternyata urusannya bukan urusan penting, Rara bakal balik mencecar sang dosen dengan etos tepat waktu ala orang Jepang, sesuatu yang selalu ditekankan para dosen jurusannya.

Menunggu satu jam sebenarnya bukan masalah besar bagi Rara. Namun, kampus hari ini membuatnya kesal. Terlihat beberapa kelompok kecil mahasiswa berkeliling, melakukan orasi singkat sambil mengajak mahasiswa lain untuk menandatangani petisi. Topiknya tak lain dan tak bukan adalah foto viral tunangannya.

Rara mencebik saat melewati gedung jurusan Bahasa Jerman. Beberapa poster protes dipasang di sana.

'Keluarkan mahasiswa perusak moral bangsa!'

'Kami tidak terima kaum sodom di kampus kami!'

'Usir pembawa musibah!'

Rasanya Rara ingin merobek-robek semua tulisan itu, lalu mengajak ribut para mahasiswa yang berorasi. Sayangnya, Putra, Raja, bahkan Bunda sudah mewanti-wanti agar dirinya tidak mencari masalah.

"Maksud mereka baik. Mereka cuma nggak tahu kejadian sebenarnya," kata Bunda kemarin.

Tapi, Rara tetap tidak terima! Kalau tidak tahu kejadiannya bagaimana, harusnya jangan sok tahu, dong! Cari tahu dulu kebenarannya!

"Dosen-dosen masih lama nih, rapatnya?"

Tiba-tiba Rara mendengar suara yang familiar. Rara menoleh dan melihat Bia, si tukang sindir dari trio penggemar Putra, sedang duduk di gazebo di depan gedung Jurusan Bahasa Jerman. Selain trio penggemar Putra, ada satu mahasiswi dan dua mahasiswa lain, sepertinya mereka semua dari Jurusan Bahasa Jerman.

"Rapatin soal foto Putra, kan?" Salah satu laki-laki menyahut.

"Iya, kayaknya. Soal tuntutan ngeluarin Putra. Menurut gue sih, jurusan kita nggak bakal ngeluarin dia deh. Skripsi dia tuh udah kelar, tinggal sidang doang. Lagian, dosen-dosen kita kebanyakan openminded kan? Nggak bakal masalahin yang begituan." Satu-satunya perempuan yang tidak dikenali Rara ikut bersuara.

Rara makin menajamkan telinganya, tertarik mendengarkan percakapan teman-teman jurusan Putra soal kasus itu.

"Iya, sih.... Kecuali Frau Syifa. Beliau strict banget lho soal agama...." Kali ini yang bersuara adalah Shara, si kalem dari trio penggemar Putra.

"Tapi, gila, cuy! Gue nggak nyangka banget Putra kayak gitu!" Laki-laki satunya di gerombolan itu kini ikut-ikutan.

"Heh! Jangan asal ngomong, lo! Belom tentu itu beneran Putra!" Tami, si nyolot, langsung menyahut. "Putra nggak kayak lo!"

Mendengar ucapan Tami, laki-laki tadi malah terkekeh. "Iya, gue mah berengsek, tapi bukan homo."

"Basi banget jawaban lo, kayak jawaban cewek! 'Cowok kalo ga berengsek ya homo.' Dih, gue mah baik hati dan bukan homo." Laki-laki yang pertama ikut menyahut, tak terima.

"Putra nggak homo!" cetus Bia. "... Mungkin," tambahnya ragu. "Tapi, belakangan ini dia deket sama cewek kok!"

Sudut bibir Rara terangkat mendengar ucapan itu. Dia melangkahkan kakinya mendekati kelompok itu.

"Guten Morgen~!" sapanya riang. "Kalian bener, Putra nggak kayak gitu. Kenalin, gue Rara. Gue...."

***

Frau Syifa

Mungkin kamu sudah baca dari berita online, ada beberapa tuntutan untuk mengeluarkan kamu dari kampus karena insiden ini. Sebenarnya, kami para dosen ingin memanggil kamu untuk mendengar penjelasan langsung dari kamu. Namun, menimbang kondisi yang tidak kondusif, kami mengadakan rapat internal dosen Jurusan Bahasa Jerman lebih dulu.

LGBT story - FLAITHRI - Cinta di Persimpangan JalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang