Bab 12 - Masalah yang Dicari Sendiri

575 126 65
                                    

Hari Rabu yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba.

Tunggu. Tidak. Putra tidak menunggu-nunggu hari ini. Tidak boleh!

Putra beristighfar berkali-kali. Dia harus meluruskan niatnya.

Gue ketemu Bang Aziz buat minta saran doang. Nggak lebih.

Dia terus menyuarakan kalimat itu di otaknya. Meski begitu kalimat-kalimat yang dia baca dari buku yang terbuka di hadapannya sejak tadi hampir tidak ada yang tersangkut di otaknya. Dia resah, terus mempertanyakan apakah keputusannya ini benar.

Sejak sekitar pukul sebelas, Putra sudah tiba di Perpustakaan Nasional. Dia segera meminjam beberapa buku yang sudah dia incar sebelumnya, lalu duduk membaca sambil menunggu Aziz. Namun, kemelut di otaknya membuatnya sulit berkonsentrasi.

Tiba-tiba terpikir olehnya, kenapa dia tidak mengajak Raja? Namun, selama ini dia tidak pernah menceritakan tentang Aziz pada Raja. Bagaimana dia harus menjelaskan soal Aziz pada sahabatnya itu?

Putra kembali menghela napas. Dia harus fokus! Lupakan soal Aziz!

Percuma. Sulit baginya berkonsentrasi. Bukan hanya perihal bertemu dengan Aziz, Putra juga memikirkan soal rencananya untuk jujur pada Bunda.

Adzan Zuhur terdengar. Putra melangkahkan kakinya ke musala. Air wudhu dan salat berhasil menenangkan dirinya, hingga sebuah panggilan telepon membuat jantungnya kembali berpacu.

Bang Aziz.

Aziz mematikan sambungan telepon setelah mengabari Putra bahwa dia sudah sampai di Perpustakaan Nasional dan meminta Putra keluar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aziz mematikan sambungan telepon setelah mengabari Putra bahwa dia sudah sampai di Perpustakaan Nasional dan meminta Putra keluar.

Senyumnya terkembang mengingat kemajuan yang dia raih. Voice note, lebih lagi, ucapan selamat tidur. Lalu meski hanya percakapan singkat, Putra menerima panggilan telepon darinya. Sepertinya usaha Putra untuk menjaga jarak malah berbalik. Mungkin pemuda itu mulai merasa rindu padanya? Aziz akan sangat senang jika kenyataannya seperti itu.

Pemuda yang dia tunggu akhirnya muncul. Aziz segera melambaikan tangan untuk memastikan Putra melihatnya.

"Assalamualaikum, Bang," sapa Putra saat mendekat.

"Waalaikumussalam. Udah dapet bukunya?" tanya Aziz basa basi.

Putra mengangguk. "Iya, alhamdulillah ada semua."

"Alhamdulillah. Nih, pakai helm kamu, terus naik!" Aziz menyerahkan helmnya, memberi isyarat agar Putra segera naik ke motornya.

Putra menerima helm dengan ragu. "Ng, emang kita mau ke mana, Bang?"

"Makan siang sambil ngobrol dong. Di kantin sini pasti ramai, kan? Abang tahu tempat yang nggak terlalu ramai, biar ngobrolnya lebih leluasa. Ayo, cepetan! Abang cuma punya waktu sampai jam satu." Seolah tak sabar, Aziz mengambil kembali helm dari tangan Putra, lalu memakaikannya ke kepala pemuda itu.

LGBT story - FLAITHRI - Cinta di Persimpangan JalanWhere stories live. Discover now