Bab 4 - Sahabat dari Sahabat

891 150 117
                                    

Meskipun matahari bersinar dengan garang, senyum tak lekang dari wajah Rara. Putra mau mengajaknya ke sebuah tempat khusus untuk berbicara. Hal ini adalah kemajuan yang sangat signifikan dalam perkembangan hubungan mereka!!

"Kita mau ke mana, sih?" Rara tak bisa menyembunyikan keheranannya ketika berhenti di sebuah bangunan besar bertuliskan KOS CAMPUR FREE WIFI itu.

"Ke rumah salah satu sahabat gue yang tahu soal itu. Namanya Raja."

Wajah Rara menjadi sedikit murung. "Jadi gue bukan satu-satunya? Dia laki pula!"

Putra memutar bola matanya malas. Mereka pun akhirnya masuk setelah salah satu teman kos Raja kebetulan juga hendak masuk. Keduanya langsung naik ke lantai tiga dari tangga di samping gedung. Lantai satu dan dua untuk perempuan, sementara lantai tiga dan empat untuk laki-laki.

Mereka pun tiba di kamar 307.

Reaksi Raja terlalu berlebihan.

Saat membuka pintu kamar kosnya dan melihat Putra berdiri di sana bersama seorang cewek, Raja langsung menutup mulutnya dengan dramatis, seakan tak percaya. Tak cukup sampai di situ, pemuda itu juga melakukan sujud syukur.

"Alhamdulillah, Ya Allah. Temen saya udah punya cewek!" katanya. Kemudian cowok itu meraih ponselnya. "Gue kudu pesen nasi tumpeng buat syukuran!" 

Sedetik kemudian, kamus andalan Putra sudah melayang ke kepalanya. 

"Anjir, Put! Sakit beneran tau!" protes korbannya.

"Iya kan?! Tadi tangan gue juga udah dua kali jadi korban!" Rara ikut mengadu.

Putra memutuskan untuk mengabaikan protes keduanya.

"Ini Rara." Putra mengedikkan kepalanya ke arah gadis di sebelahnya. "Gue mau numpang ngobrol sama dia di sini," lanjutnya seraya menyodorkan tas belanja berisi beberapa minuman dingin dan cemilan pada si empunya kamar.

"Wah, lo bawain makanan minuman buat gue? Thank you, Put! Ada susu UHT satu liter?! The best lo, Put! Tau aja stok gue udah mau abis. Pop mie juga? Mantul!" Raja mengorek isi tas yang disodorkan Putra.

"Itu pop mie buat gue sama Rara juga. Kalo susu, iya, emang sengaja gue beli buat lo," sahut Putra. "Jadi gue boleh masuk nggak nih?" tanyanya.

"Oh iya, sori. Biasanya temen-temen gue yang lain main nyelonong aja." Raja memasang cengirannya, lupa kalau temannya yang satu ini pantang masuk ke suatu tempat sebelum diberi izin yang punya. "Masuk Put. Anggep aja kosan sendiri. Lo juga, eh, Rara." Dia memastikan tidak salah sebut.

Setelah diberi izin, Putra masuk ke kamar Raja. Ini bukan kali pertama dia datang, tapi dia memang jarang berkunjung tanpa keperluan.

Ukurannya dua kali lipat dari kamar kos miliknya dengan fasilitas yang lebih lengkap. Namun, jika kamar Putra cenderung rapi, kamar Raja sangat berantakan, banyak barang ditaruh di sembarang tempat.

Kasur dan lantai sudah tidak terlihat warnanya ditimbun aneka barang. Rara dan Putra sampai bingung harus melangkah ke mana sambil mendorong barang-barang ke tepian dengan pelan sebelum duduk di kursi—untuk Rara—dan kasur—untuk Putra. Tentu saja setelah menyingkirkan barang-barang ke tempat lain 

"Baru kali ini gue masuk ke kosan campuran," komen Rara takjub. "Di sini bebas ngajak lawan jenis masuk?" tanyanya.

"Yoi. Tapi cuma sampe jam delapan malem dan ada cctv di setiap koridor. Jadi jangan harap bisa macem-macem," jawab Raja.

Sejak tadi ia memperhatikan gadis yang dibawa temannya itu sementara Putra mengambil tiga cup pop mie dari tas belanja dan menyeduhnya menggunakan air panas dari dispenser yang ada di sudut kamar. 

LGBT story - FLAITHRI - Cinta di Persimpangan JalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang