Lab Love 5

33 7 0
                                    


"JADI BAGAIMANA TERTARIK?"

Ash tidak bisa berkata-kata. Dirinya terlalu shock bahkan untuk sekadar bicara, apalagi memberi jawaban yang layak. Meskipun sudah pernah membicarakan dengan Uncle Ben mengenai menjadi tutor tari, tapi pembicaraan waktu itu sama sekali bukan pembicaraan serius seperti sekarang. Lagipula—

"Tapi Miss, apa saya masuk kualifikasi?" tanya Ash. "Saya masih freshman."

"Ash, tutoring ini diambil bukan berdasarkan senioritas kelas, tapi kemampuan. Aku yakin kamu mampu. Kalaupun tidak tutoring di sini, kamu masih bisa membantu anak-anak di after school program," jelas Miss. Suzanne.

Penjelasan Miss. Suzanne sontak menarik perhatiannya. Kalau menjadi tutor sesama murid di sini bebannya terlalu berat. Ia yakin akan ada suara sumbang kalau dirinya terpilih menjadi salah satu kandidat tutor karena statusnya sebagai keponakan salah satu guru di West Hills High.

"Apa ada audisinya?" tanya Ash lagi.

Miss. Suzanne mengangguk. "Tetap ada meskipun kandidat dipilih berdasarkan nilai tertinggi."

"Saya masuk urutan nilai tertinggi?" Ash skeptis.

Bukannya rendah diri, tidak sama sekali, hanya saja, rasanya agak aneh kalau dirinya masuk daftar nilai tertinggi dari seluruh sekolah.

"Dari freshman, kamu, Paige, dan Tommy, tapi Tommy sudah memastikan untuk tidak bisa bergabung sebagai tutor. Jadi hanya dirimu dan Paige."

"Saya dan Paige?" ulang Ash.

Miss. Suzanne mengangguk. "Bagaimana? Kau tertarik bergabung?"

"Paige sudah tahu hal ini?"

"Sudah—" jawaban Miss. Suzanne terpotong suara ketukan pintu.

Knock knock knock

"—Ya, masuk."

"Maaf mengganggu Miss, saya mau menyerahkan ini." Mel, si selebriti sekolah, menyerahkan folder kepada Miss. Suzanne. "Jadwal klub belajar hari ini saya tukar akhir pekan karena saya ada keperluan."

"It's okay, terima kasih, Mel." Miss. Suzanne menerima folder yang diberikan Mel.

"Saya permisi dulu Miss. Suzanne." Mel berbalik, satu alisnya terangkat tinggi begitu menyadari Ash duduk di kursi tamu.

Ash tidak merasa dirinya populer, tapi diakui atau tidak, banyak yang mengenal—atau paling tidak tahu—dirinya, sayang, beberapa alasan kenapa dirinya dikenal bukan karena kemampuannya menari, melainkan karena label dirinya sebagai keponakan dari seorang guru populer. Salah satu contohnya tatapan Mel saat ini, meski cepat, Ash bisa merasakan bagaimana Mel menatapnya dengan pandangan menelisik, bahkan seulas senyum sinis menghiasi wajah si aktris sekolah.

"Baiklah, oh ya Mel, jangan lupa Senin depan audisi untuk festival," Miss. Suzanne mengingatkan.

Mel mengangguk, lalu meninggalkan ruangan Miss. Suzanne.

"Jadi bagaimana?" tanya Miss. Suzanne begitu tinggal mereka berdua.

"Bolehkah saya memikirkannya dulu?" tanya Ash.

"Tentu. Audisinya hari Senin depan bersamaan dengan audisi festival sekolah. Kutunggu follow up-nya di sana." Miss. Suzanne berdiri, meraih jaket dan tas di gantungan. "Kalau kau bisa memutuskan sebelum hari Senin, lebih bagus lagi. Aku tahu kau harus ada latihan, jadi aku tidak akan menahanmu lebih lama lagi."

"Terima kasih untuk informasinya, Miss," Ash berdiri, mengikuti Miss. Suzanne keluar ruangan.

Gadis itu nyaris tersedak ketika melihat Charles bersandar tembok di lab anatomi. Pria sedang bermain ponsel, tapi langsung menyimpan ponsel di saku begitu mendengar pintu Miss. Suzanne terbuka. Ternyata Uncle Ben tidak bohong mengenai keduanya berkencan.

Lab Love [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang