19: Pagar Kecil

2 2 0
                                    

Cara pandang, tutur kata, suara lembut, sentuhan kecil, dan perhatian manis. Semua itu sama, tidak ada yang berbeda, untukku, ataupun untuk kekasihnya. Bagai kakak yang sedang merawat dua adik perempuannya. Cara Ia memperlakukan kami sama, lantas mengapa status kami dibedakan? Tidak adil.

Kalau seperti ini, bukankah artinya Aku yang disingkirkan? Layaknya benda tak terpakai, layaknya sampah. Tapi, tidak apa, meski hanya sebagai sampah. Aku adalah sampah kecil disakumu yang selalu lupa kamu buang. Meski menjadi kering dan kaku, Aku bisa mengikuti kemanapun kamu pergi
- Eliana

"GOOOLLL!!" sorak sorai pengunjung menghantam telinga gadis itu, membuyarkan lamunannya.

Di sampingnya, Sergio dan Vanes saling menggenggam tangan sambil melompat bahagia. Tak lama, suara peluit wasit terdengar, tanda pertandingan usai.

Sergio mempersilahkan kedua perempuan itu untuk jalan lebih dulu. Ia mengikuti, selagi lengan kanan dan kirinya sibuk menjaga kedua perempuan itu dari tubuh orang lain.

Ini ketiga kalinya mereka pergi bersama, Sergio, Vanes, dan Eliana. Gadis itu sudah tidak terkejut melihat perlakuan Sergio untuk kekasihnya. Mereka tidak pernah bermesraan secara berlebihan, hanya sesekali saling bertukar kata diam-diam, seakan dunia hanya milik berdua.

Semua itu masih dalam batas wajar, Eliana tidak keberatan selama tidak diperlihatkan afeksi yang berlebih. Hal itu pula yang membuatnya bertahan tiap kali memutuskan untuk pergi bersama.

Tentu saja, gadis itu yang merencanakan, Ia pula yang mengundang. Alasannya mudah, supaya Sergio punya lebih banyak waktu untuk kekasihnya. Tujuannya sederhana, Ia ingin memastikan sesuatu dan sejauh ini, Ia sudah menarik kesimpulan.

"Kamu harus mengantarnya pulang" ucap gadis itu ke arah Sergio.

Sergio menoleh, matanya membulat "Tapi.. Nona.." Ia ragu.

Mungkin karena Ia tidak biasa memilih. Biasanya, Ia akan mengantar keduanya bersamaan, teman, kemudian kekasihnya.

Eliana tersenyum, "Aku harus mampir ke kampus" ucapnya.

Melihat Sergio yang ragu, Ia menunjukkan layar ponsel yang sedang terhubung. "Sudah dijalan" ucapnya.

Melihat sepasang kekasih itu tidak kunjung bergerak, Eliana menarik Vanes, membawanya duduk di kursi penumpang, kemudian melakukan hal yang sama pada Sergio hingga duduk di kursi kemudi.

Ia tersenyum, melambaikan tangan, mengucap salam perpisahan yang hanya didengar oleh dirinya, "Sampai jumpa".

Tidak butuh lama hingga Eliana tiba di gedung fakultas. Ucapkan terima kasih pada teman-teman kelompoknya yang sibuk, berkat waktu pertemuan yang sulit, mereka terpaksa bertemu di akhir pekan, tepatnya hari sabtu pukul tujuh malam.

Pertemuan itu cukup singkat, hanya lima belas menit untuk membagi tugas, sisanya, sembilan puluh menit untuk menunggu seluruh anggota kumpul.

Belum sempat menghela napas panjang, bahkan menemukan posisi nyamannya di dalam mobil, ponselnya bergetar tanda satu pesan masuk. Pesan itu berupa gambar pintu belakang rumahnya, pintu yang hanya diketahui oleh Skyla, Julian, dan dirinya.

Netranya membulat, napas berat dihembuskan, tubuhnya yang lemas Ia sandarkan pada kursi. "Apalagi" batinnya.

Melihat jiwa sahabatnya yang seakan baru saja direnggut, Skyla bertanya "Kenapa?".

Gadis itu menjawab dengan malas, "Hyuga".

Skyla mengedarkan pandangan dan mengibaskan lengannya, "Hyuga?".

Gadis yang lelah itu memejamkan mata, hendak menenangkan diri barang lima belas menit sebelum beradu emosi dengan sang musuh. "Musuhnya captain Tsubasa" jawabnya singkat.

MEMBIRUWhere stories live. Discover now