02: Tak Biasa

21 4 0
                                    

Suara musik menggema, sorak sorai penggunjung yang larut dengan gairah, tenaga yang hampir habis, tiga botol alkohol yang sudah kosong, serta setengah piring kentang goreng di atas meja.

Skyla menatap semua itu sebelum beralih pada jam di tangan yang menunjukkan pukul tiga pagi. Ia terkejut, kemudian bergerak menuju sahabatnya yang tergeletak lemah di atas sofa.

Skyla mencoba menggerakkan tubuh Eliana dan menampar pipinya berkali-kali, berusaha menyadarkan. "El!!!" ucapnya.

"Ellll!! Elianaa!!" Skyla bisa mencium bau alkohol dari tubuh Eliana.

"Kacau" batinnya.

Sebenarnya tidak apa-apa kalau ini minggu ke empat, sialnya ini adalah minggu ketiga dan besok Eliana harus menghadiri kencan buta. Salah! Tepatnya, hari ini.

"ELIANA!!" panggilnya lebih keras.

Skyla melayangkan tamparan yang lebih keras dan berteriak tepat di telinganya, "ELIANAA!".

Eliana menggeliat, matanya terbuka menangkap mimik wajah Skyla yang sedang panik.

Melihat sahabatnya mulai sadar, Skyla berlari mengambil air mineral dan memaksa Eliana meminumnya berharap hal itu bisa membantunya untuk sadar.

Mereka bergegas pulang, dengan sisa kesadarannya Eliana berhasil memanjat, kemudian membersihkan diri dari bau alkohol dan tidur hingga pagi menyapa.

Rasanya baru sepuluh menit Eliana memejamkan mata, suara ketukan pintu mengejutkan gadis itu. Ia meraih ponsel di atas nakas yang sejak semalam terabaikan, melihat jam pada layar yang ternyata menunjukkan pukul delapan pagi, waktu sarapan.

Di bawah angka 08:00 bertengger satu notifikasi telfon masuk dari Sergio 'pukul sembilan lewat tiga puluh menit' tulisnya.

Eliana bangkit masih dengan piyamanya, membuka pintu dan bertemu dengan pelayan sekedar mengingatkan Eliana untuk segera turun dan sarapan.

Eliana mengangguk, mengusap wajah dan bergegas menuju ruang makan. Seperti sabtu biasanya, kencan buta dijadikan sebagai topik sorotan, Ibu mengingatkan untuk tampil cantik dan anggun, Ayah memberi peringatan untuk menjadikan ini kencan buta terakhir, keduanya memberi saran dan masukan untuk tidak terlalu pemilih, dan sebagainya.

Eliana hanya mengangguk, membiarkan kalimat-kalimat itu keluar dari telinga kiri, selagi sibuk memaksa diri untuk menelan hidangan di atas piring.

Pukul sembilan, sarapan usai. Kedua orang tuanya bergegas pergi, meninggalkan Eliana sendirian. Demi mengikis waktu, Eliana merawat diri sebelum kencan butanya. Ia mengenakan masker wajah dan memijat wajahnya yang membengkak. Terlalu nyaman dengan dirinya, Eliana tanpa sadar tertidur.

Toktok.. Toktok..

"Elll"

"Nonaa"

Posisi Eliana yang semula terbaring di atas kasur dalam hitungan detik bangkit. Suara panggilan yang berasal dari luar pintu membuatnya terkejut. Tanpa berpikir lebih lama, Ia menjawab "Lima belas menit!!" ucapnya tanpa membuka pintu.

Dalam lima belas menit, Eliana membersihkan diri, berganti pakaian, memakai riasan bibir, dan hal yang paling penting memasukkan novel dan earphonenya ke dalam tas sebagai alat perang. Sementara, di luar ruang Sergio sibuk menghubungi pihak bersangkutan untuk menyampaikan keterlambatan mereka.

Lima belas menit lebih tiga menit, Eliana keluar dari kamarnya dan bergegas menghampiri Sergio yang sudah siap di kursi kemudi dengan jas hitam dan kemeja putih.

Alih-alih menyapa, Sergio menatap Eliana lamat-lamat. Eliana hanya bisa menyerngitkan keningnya tidak mengerti. Detik itu, Sergio menyentuh kening Eliana dengan punggung tangannya, "Sakit?" ucapnya.

MEMBIRUWhere stories live. Discover now