12: Tanpa Sepatu Kaca

2 1 0
                                    

Ia terbaring di atas ranjang, lampu dimatikan, selimut didekap erat, siap memejamkan mata dan tenggelam menuju alam bawah sadar.

Baru akan memejamkan mata, ponselnya bergetar.

Dengan mata setengah terbuka dan tubuh lelahnya, Ia memaksa diri untuk meraih benda persegi panjang itu, menyerngitkan mata kala cahaya layar menyapa netra, kemudian membaca nama yang tertera di atas layar.

Tidak ada nama, hanya nomor ponsel yang tidak dikenal. Ia melihat jam di sudut layar yang menunjukkan pukul sebelas malam.

Gadis itu tidak sempat berpikir atau sekedar menimbang-nimbang. Jemarinya yang lelah menggeser layar ponsel dengan spontan dan menekan tombol pengeras suara.

Ia kembali memejamkan matanya selagi menunggu suara dari seberang telfon.

"Sudah tidur?" suara itu berat sekaligus lembut dan terdengar tidak asing ditelinga.

"Belum" jawab gadis itu parau.

"Sebentar lagi Aku sampai" dari sambungan telfon gadis itu bisa mendengar suara mesin mobil yang samar.

"Hmm" kesadaran gadis itu hampir hilang.

"Aku sudah di depan" lanjut seseorang di seberang telfon.

"Hmm selamat istirahat" jawab gadis itu.

Suara itu terkekeh, "Memangnya boleh istirahat di rumahmu?".

Bagai jarum, ucapan itu menyuntik kesadaran gadis itu. Telinganya berusaha memastikan, matanya terbuka, "Dimana?".

"Di rumah kamu" jawabnya singkat.

Gadis itu melihat layar ponsel hendak memastikan siapa orang yang tersambung dengannya. Menyerah, Ia bertanya "Siapa?".

"Hey! Bagaimana bisa kamu ngga menyimpan nomorku? Bukannya kamu harus stand by menunggu perintahku?"

Kali ini bukan lagi suntikan, lebih seperti petir yang menyambar. Matanya terbuka, tubuhnya bangkit, dan bergegas meraih sembarang kardingan dari dalam lemari.

"Jangan di depan gerbang. Maju, jalan terus sampai persimpangan" ucapnya setengah berbisik, selagi mengendap-ngendap keluar rumah.

Tidak ingin menganggu isi rumah yang sedang beristirahat ataupun tertangkap kamera pengawas.

"Kenapa?" tanya Pria itu.

"Pokoknya Aku tunggu di sana" ucap Gadis itu sebelum memutus sambungan telfon.

Dengan langkah gontai, Ia berjalan menuju gerbang belakang dan sedikit berjalan hingga persimpangan.

Kardigan yang digunakan ternyata tidak cukup menghalau angin, bahkan kain piyama di tubuhnya tidak sanggup menahan gigitan nyamuk.

Hanya lima menit, sampai mobil sedan berwarna hitam legam mendekat ke arahnya.

Kaca pintu diturunkan, "Masuk" ucap Pria di balik kemudi.

Gadis itu mengikuti perintahnya tanpa bertanya. Bukan sapaan hangat yang Ia terima usai duduk di kursi penumpang, namun tatapan observasi.

Pria itu melihat gadis di sampingnya, mengenakan piyama berwarna merah mudah dengan motif beruang, kardigan hitam, sandal jepit, dan rambut berantakan.

Ia merasa berat hati melihat kondisi gadis itu, tapi Ia juga tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya lewat senyuman. Pria itu tersenyum, melihat gadis menggemaskan di sampingnya sedang melipat kedua tangannya di depan dada, wajah polos tanpa riasan, mata berat, mulut yang sesekali menguap, serta mimik wajah yang ketus.

MEMBIRUحيث تعيش القصص. اكتشف الآن