19

3K 334 2
                                    

"Aku akan menjadikanmu Raja"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Aku akan menjadikanmu Raja"

Kaizer menatap gadis di depannya dengan alis terangkat, 3 minggu sudah ia bolak balik ke kediaman ini dan baru hari ini Ryana membuka mulut selain ucapan salam kepadanya. Kaizer tak percaya jika Ryana mengatakan tidak mencintainya lagi saat di ruang makan dulu, tapi setelah 3 minggu ini Kaizer mulai percaya, mungkin saja Ryana memang menyerah padanya, tapi tentu saja Kaizer tidak bisa menyerah pada Ryana ia butuh dukungan Theo untuknya. Masalah perasaan bukan hal penting.

Saat ini keadaanya makin terdesak, kabar lamarannya pada putri perdana mentri di tangguhkan membuat reputasi Kaizer goyah, orang orang yang mendukungnya mulai ragu dan beberapa dari mereka sudah beralih ke sisi Ratu Estela, Kaizer tidak bisa membiarkan ini terlalu lama. Lalu...

''Jadi kau mau menerima lamaranku?"
"Tidak"
Dahi Kaizer mengerut tidak senang.
"Jangan coba mempermainkanku!"
"Yang kau butuhkan adalah kekuatan Cambridge dan bukan aku, aku bisa memberikannya"
"Gadis sombong, apa yang bisa kau berikan di saat ayahmu mengabaikanmu'' ejek Kaizer, Ryana terlalu percaya diri.

"Beri aku waktu 3 bulan untuk mengumpulkan pengikut di sisi Cambridge, pada saat itu tiba kau harus menjauh dariku dan rencana pertunangan ini harus batal" Tatapan tegas Ryana membuat Kaizer menilai.
"Kita akan lihat apa yang terjadi 3 bulan lagi'' ucap Kaizer menyetujui, lalu pergi dari sana.
.
.
.
Orion menatap Ryana yang masih duduk di gazebo setelah Pangeran pergi, adiknya itu, benar benar berubah, tidak ada sapaan manja untuknya, dan tidak lagi mengikuti Orion pergi kemanapun, rasanya Ryana pergi sangat jauh darinya. Langkahnya membawa ke hadapan Ryana rambut coklat indah, mata dan wajah itu semua persis seperti ibunya, Orion salah, jika ia merindukan sang  ibu harusnya melihat Ryana menjadi obat baginya, kenapa dia harus mengabaikan adiknya itu, Orion benar benar terlambat sadar.

"Ryana... "
Ryana menoleh menatap datar pada Orion.
"Ayah memanggilmu ke ruangannya"
Tanpa menjawab Ryana melangkah pergi di ikuti Orion.

Penjaga membukakan pintu ruang kerja milik Theodore, Riri bisa merasakan keheningan di sana lembaran dokumen menumpuk di meja, buku buku tersusun rapi di rak  suasana yang remang, sangat tenang.

"Kalian sudah datang" Sapa Theo.
Theo menatap Ryana yang hanya duduk terdiam.
"Baiklah aku langsung saja, Ryana..."
Riri mendongak menatap wajah lesu Theo, pria paruh baya yang masih gagah itu tatapannya terlihat sendu, kenapa...?"
"Aku tau kau tidak akan suka ini" Theo kembali menghela nafasnya.
Riri masih diam menunggu.
"Kau harus tetap bertunangan dengan Pangeran"

Riri terkekeh kering.
"Apa dari awal aku punya pilihan?"
"Jangan mulai Ryana" Sela Orion.
"Ini bukan kau yang di paksa menikah!" Sarkas Ryana pada Orion.
"Kau harus berhenti membantah Ayah!"
Bibir Riri berkedut kesal, berkumpul dengan mereka memang bukan ide bagus.
"Kenapa juga aku harus menurutinya!"
"Kau harus menurutinya jika mau tetap hidup nyaman dengan nama Cambridge!!" Teriak Orion pada Ryana.

"ORION!!!" Theo berteriak memperingati.

"Hahaha!" Ryana tertawa nyaring.
"Kau pikir aku takut hidup tanpa Cambridge, tidak! Aku bisa"
Theo tersentak mendengarnya.
"Berhenti bicara omong kosong" Sela Theo.
"Kenapa, bukannya sejak awal aku sudah di buang" Ryana menatap Orion dan Theo yang syok.
"Aku sudah katakan aku bukan anakmu sejak awal, itu artinya aku bukan Cambridge!"
"Ryana... " Panggil Theo memelas.
"Tidak...ada apa dengan wajahmu, kau pikir aku akan luluh, tidak, kau tau wajah seperti apa yang terekam di otak anak ini?, tatapan muak, benci, jijik, marah, dan tatapan membunuh, itu... Itu yang cocok untuk kalian, bukankah selama ini seperti itu wajah kalian, kenapa berganti?!, wajah itu benar benar tidak cocok untuk kalian".
.
.
.
.
Vote and coment

Dua Dunia RiriWhere stories live. Discover now