Bag 37 Surat

355 32 7
                                    

Aku perlahan mengendap-endap keluar kamar. Di luar asrama sudah gelap gulita dan sepi. Kupelankan langkah suara kakiku turun ke bawah asrama. Rasa takut mulai menjalar kembali ketika melihat situasi nan sepi seperti ini tapi rasa penasaran masih menguasai.

Aku berdiam diri cukup lama di gerbang menara Merapus, menimbang-nimbang dan berpikir kemungkinan terburuk jika ini hanya jebakan Seojung. Tapi kembali lagi otakku meyakinkanku, aku menawi jubah penghilang sekarang, aku bisa memyembunyikan diri. Dengan helaan napas yang panjang, tekat yang kuat,  rasa penasaraan yang besar, aku melanjutkan kembali perjalanan menuju belakang perpustakaan.

Hanya suara angin yang menjadi musik di telingaku selama perjalanan. Semakin mendekati lokasi tersebut, semakin hatiku tak karuan rasanya. Entah kenapa, hatiku berfirasat ini tidak baik. Pelan-pelan aku melangkah, berusaha tak mengeluarkan suara sekecil apapun. Beberapa menit akhirnya aku tiba di belakang perpustakaan. Mataku menjelajah mengelilingi dan tak menemukan ada tanda-tanda mahluk lain di sini. Sial. Aku dikerjai.

Badanku berbalik arah, hendak pergi dari sini. Cepat kembali ke asrama sebelum orang-orang tahu jika aku sudah melanggar peraturan baru. Tapi samar-samar aku mendengar suara orang ketika kakiku baru berjalan beberapa langkah.

Telingaku berusaha dengan keras mengetahui darimana sumber suara. Kepalaku mendongak ke atas. Di lantai dua. Yah aku yakin di sana.

"Kumohon jangan," Mohon seseorang dengan suara terenggah-enggah. Aku tahu siapa pemilik suara ini. Aku memejamkan mata dan sedetik kemudian tongkat sihir sudah ada di tangan kananku. Aku merapatkan jubah penghilangku. Firasatku menjadi lebih buruk. "Tolong jangan!" Teriak orang itu. Sedetik kemudian aku melihat punggung dibalik jendela. Dia memohon kepada siapa? Suasana di perpustakaan sangat gelap dan lagi dari bawah sini tak bisa melihat apa yang terjadi di atas sana.

Oh ya, kata surat itu aku datang dengan sapu terbangku. Mungkin itu caranya agar aku bisa keatas mengintip. Aku memejamkan mata lagi memanggil sapu terbangku. Kuharap sapu terbangku datang lebih cepat.

Sekarang mataku terfokus ke atas. Dimana hanya punggung Suga yang terlihat. Mataku membelalak tak percaya dengan yang kulihat sedetik kemudian. Tubuh Suga terlempar, memecahkan jendela perpustakaan dan terjun jatuh ke bawah. Reflek aku mengucapkan mantra 'nggegana' Aku hanya sampai melayangkan batu di pelajaran menerbangkan, itupun aku butuh beberapa detik. Tapi kali ini aku bisa melayangkan tubuhnya dengan cepat dan sempurna. Kemudian meletakkan di tanah dengan perlahan. Tanpa pikir panjang aku berlari ke arahnya. Dia hanya diam tak sadarkan diri. Seluruh tubuhnya membiru.

Sapuku datang di waktu yang tepat. Dengan cepat aku menaikinya lalu mengendarainya terbang ke lantai dua. Entah kenapa aku berbuat gegabah, tapi aku juga ingin tahu siapa yang melukai Suga. Apakah Choi Rahna lagi? Tapi di lantai dua tak ada siapapun. Aku kembali terbang ke bawah. Keselamatan Suga jauh lebih penting daripada memburu pelaku.

Dengan sekuat tenaga aku menarik badan Suga untuk naik ke sapu terbangku. Lalu terbang membawanya ke ruang keséhatan sekolah. Laju kecepatan sapuku ini lebih lambat dari biasanya, membawa dua penumpang. Dia mau terbang saja, aku sudah bersyukur. Mengingat sapuku sulit diatur.

Sapuku mendarat dengan mulus di depan ruang keséhatan. Tanganku bergerak melepas jubah penghilangku lalu memasukkannya ke dalam tas sebelum mengetuk pintu ruang keséhatan dengan keras. Hatiku hanya berharap ada seseorang di dalam.

Pintu ruang keséhatan terbuka, Bu Kim So Mi muncul dari dalam dengan piyama tidurnya.

"Aduh, ada apa ini?" Teriaknya histeris ketika melihat Suga. Dengan tongkat ajaibnya dia memindahkan tubuh Suga ke kasur di dalam ruangan, "Kamu tunggu di luar!" Perintahnya. Aku mengangguk patuh.

Bangtan MagicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang