#2 : 24 [perang]

5.1K 212 5
                                    

"Woy kembang dukun."

"Sialan lo, nelfon-nelfon ngajak gelud."

"Ck, bocah lo noh nangis mulu manggil-manggil lo ama maminya." Adu cowok tinggi itu, Bunga mendengkus disana.

"Derita lo ya nyet, lo gak usah koman-komen, kos'an lo dah gue bayar setahun, lo kiralah, setahun bos!" Mahal juga dih y, diinget inget setahun 12 bulan, bayar kos perbulan 1 juta, 12 juta duit yang Bunga keluarin, belom lagi duit buat itu bocah.

Naka menjauhkan ponselnya lalu dia menyinyikan mulut, "diriti li yi nyit, ndas lo somplak." Nyinyirnya. "Ya setidaknya lo kasih tau triknya kek biar itu bocah kagak nangis mulu."

"Kasih nenen." Jawab Bunga asal, "Anjir no sensor-sendor ya mba." Sindir Naka.

"Dah ah, gue sibuk, lo jangan ganggu gue." Cetus cewek disebrang sana.

"Sialan ini bocah giman-"

Tut

"Na.." sambung Naka, dia menjauhkan ponsel, menatap layar yang mati itu dengan senyum tipis.

"Dasar kembang dukun." Makinya pelan.

Mata Naka memutar menangkap sosok laki-laki yang terlentang di lantai sambil tersedu-sedu, udah gak nangis aja itu bocah.

"Laper gak?" Tanyanya, sang empu mengangguk.

"Mata lo dah kek kodok." Ejek Naka karna melihat mata Arland yang membengkak.

"Naka.. beliin seblak." Pinta bocah itu.

"Ndas-" 12 juta lo kira sedikit egh?! Naka terdiam mengingat ucapan Bunga tempo pagi tadi. Wajahnya memasam, "Y yaudah gue beli lo mau ikut gak?"

"Enggak.. mata Arland sakit." Katanya.

Naka mendengkus akhirnya dia pergi keluar, kalo aja dia lagi kagak butuh duit, ogah amat ngurusin itu bayi kawak.

****

"Gak peduli, terserah papah!"

"Turunin nada bicara kamu Lintang!"

"Turunin? Heii aku kayak gini juga ngikutin papah! Coba papah inget, papah pernah bicara lembut sama mamah?" Cewek rambut tergerai itu menodong.

"Kam-"

"Papah jangan kayak petani, nanem bibit di satu tempat trus pindah ketempat lain." Lintang mengatur nafasnya yang mulai memburu. "Papah mikir gak sih perasaan mamah? Mikir gak pah?!" Kali ini Lintang berteriak.

Pria dewasa yang duduk dikursi kemudi itu hanya diam, dia sadar memang itu kesalahannya.

Lintang tersenyum menyeringai mendekat lalu menunjuk dirinya sendiri, "liat? Ini, bibit hasil tanam papah, seorang Lintang Agrea jiplakan keburukan papah." Ujar Lintang menekan.

"Najis gue sekarang nyebut lo papah." Jabarnya kembali, cewek itu keluar dari mobil membanting pintu itu dengan kencang lalu melenggang pergi.

Didalam mobil ayah Lintang hanya menatap punggung sang putri mulai menjauh. Meneduh, ia menunduk dalam. "Maafin papah."

Tangis Lintang pecah, dia berlari tak peduli dengan banyak mata yang melihatnya, dia harus keteman-temannya hanya mereka yang bisa membuat dirinya lebih baik.

Lintang membuka pintu kelas, berdiri di ambang pintu dengan mata yang tak berhenti mengeluarkan air, badannya bergetar dan menunduk, semua orang di kelas diam, hanya terdengar isakan Lintang hingga, Cahaya dan Bunga yang sedang makan belut goreng pun diam.

"Lin-"

"Ca.. Nga... HUAAAAAAAA." Lintang masuk sambil menangis, mulutnya terbuka lebar.

"Itu anak kenapa?" Tanya Cahaya memasukkan seluruh belut goreng kedalam mulutnya.

My Childish Baby Big ✔Where stories live. Discover now