Lab Love 1

426 22 5
                                    


"NGELIATIN SIAPA, SIH?"

Ash terlonjak ketika Paige tiba-tiba menjatuhkan diri di bangku semen di sampingnya.

Paige berdecak. "Tuh, kan, sampai terlonjak begitu, pasti lagi ngeliatin sesuatu yang serius."

Ash mencebik. "Nosy."

Paige terkekeh, gadis itu menelengkan kepala mencoba mencari tahu sendiri apa yang sempat mencuri perhatian Ash. Satu alis Paige terangkat ketika melihat dari seberang taman di depan mereka, seorang cowok sedang bermain basket, sendirian.

"Siapa dia?" Paige mengangguk ke arah si cowok.

Ash mengangkat bahu.

"Kau memata-matai seseorang tapi nggak tahu siapa orangnya?" kejar Paige.

"Aku nggak memata-matai siapapun," bantah Ash.

"Yeah sure. Memperhatikan seseorang dari jauh—dari balik semak pula—apa namanya kalau bukan memata-matai?" satu alis Paige terangkat tinggi.

"Aku nggak memata-matai siapapun, dan nggak bohong, satu lagi, ini," Ash menunjuk rimbunan pohon-pohon setinggi dada. "Bukan semak, tapi pagar tanaman. Aku nggak tahu siapa dia. Aku cuma beberapa kali melihatnya di kantor dan di lab Uncle Ben. Dan kau tahu, lab Uncle Ben nggak boleh sembarang orang masuk."

Peige mengangguk-angguk, memikirkan penjelasan Ash. "Jadi dia itu bukan sembarang orang."

"Exactly! But who is he?" tanya Ash.

Kali ini giliran Paige yang mengangkat bahu. "Haruskah mencari tahu?"

"Aku? Absolutely, you? Not sure about that, ingat kau sudah punya Josh?" Ash terkekeh.

"Masih mengelak memata-matai," cibir Paige.

"Whatever."

Kini giliran Peige tergelak. "Omong-omong Miss. Suzanne bilang kalau audisi untuk minggu depan ditunda."

Bibir Ash mengerucut kecewa. Audisi untuk drama ulang tahun sekolah merupakan salah satu acara yang ditunggu-tunggu gadis itu. Apalagi ini adalah kali pertama dirinya ikut ambil bagian.

"Oh come on, you're gonna nail this audition," Paige menyikut bahu Ash, seolah ikut merasakan kekecewaan Ash.

"Ini tahun pertama, Paige, kau pikir akan semudah itu mendapatkan peran utama? Bisa ambil bagian saja sudah untung," kilah Ash.

Paige kembali berdecak. "Memang semudah itu, apalagi buatmu. Nggak berlaku itu kata-kata, bisa ambil bagian saja sudah untung." Kedua alis Paige bergerak-gerak menggoda.

Ash melotot.

Sebenarnya, godaan Paige tidak sepenuhnya salah. Sejak awal tahun ajaran, Miss. Suzanne, salah satu instruktur tari yang paling vokal mengenai kemampuan tari Ash. Di sela-sela istirahat latihan rutin, tidak jarang beliau berbagi tips menari. Di satu sisi, tentu menyenangkan mendapat instruktur yang perhatian. Tapi di sisi lain, Ash sadar betul jika kehadirannya di studio tari menimbulkan kecemburuan sosial. Bukan saja dirinya adalah keponakan dari salah satu profesor yang paling populer—Uncle Ben—tapi dia harus menjadi murid kesayangan instruktur tari yang paling killer.

Nah.

"Hei Ash, menurutmu, apa Miss. Suzanne naksir Mr. Hughes?" tanya Paige tiba-tiba.

"Huh? Naksir?" Mulut dan otak Ash bergerak menjawab pertanyaan Paige, tapi kedua matanya masih terpaku pada si Jumper Biru di lapangan basket.

"Can't help but be suspicious," Paige mengangkat bahu.

"Um... Memang apa yang membuatmu berpikir begitu?" Kedua mata Ash berbinar menatap Paige.

Lab Love [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang