1.

1.9K 115 32
                                    

*Honne.

(n.) what a person truly believes;

the behavior and opinions which are often kept hidden and only displayed with one's closest confidants.

.
.
.
.
.

Jemari lentik menjumput sebuah kemasan kopi kecil dan memasukkannya ke mesin pembuat minuman otomatis, sebelumnya sudah menempatkan cangkir cantik untuk menampung hasil racikan beraroma khas itu. Ditinggalkan, dia meraba sepanjang meja marmer putih untuk menuju ke rak piring, mengambil sebuah porselain makanan berukuran sedang, lalu melangkah menuju meja makan di tengah dapur. Lagi-lagi dengan tangan yang terjulur duluan. Dia tidak ragu melakukannya, gerakan itu hanya sebuah kebiasaan dan naluri saja.

Seisi rumah itu sudah di luar kepala, tentu.

Setelah meletakkan piring, ternyata mesin pembuat kopinya berdenting, tapi dia tak perlu terburu-buru seperti dua hari lalu, jadi dengan tenang dia meraba nampan datar yang telah dikeluarkan dari oven sepuluh menit sebelumnya, meraih dua buah cookies. Menata saling tumpuk ke atas piring, kemudian menyisihkannya lagi untuk mengambil kopi tadi.

Semua dilakukannya dengan pelan dan tenang. Sampai suara denting dari pintu membuat Mooni, si anjing jantan berbulu putih peliharaan, menyalak ribut.

"Siapa itu, Mooni?" tanya si majikan seolah peliharaannya bisa menjawab sefrontal manusia biasa.

Namun, hewan itu memang menanggapi, gonggongan Moonie berubah lebih pelan lalu diam sama sekali.

Denting bel kembali terdengar.

"Iya, tunggu sebentar." Setelah merasa bingung karena meraba tongkat yang harusnya berada di sana, tapi tidak menemukannya, dia memutuskan merentangkan lengan sampai mendapati permukaan dinding, menelusurinya dengan langkah sedikit lebih cepat karena tak mau membuat sang tamu, siapa pun itu menunggu.

Setelah sampai, kebiasaan menekan interkom tidak terabaikan, dia bertanya lewat sana, "Ya?"

"Ini ibu, Nak."

Seketika terkesiap, suara khas itu tentu takkan salah dikenali dan empunya rumah lekas meraba rantai pengunci untuk membuka pintu dan tersenyum seramah dia bisa yang padahal dalam kepalanya tengah bingung dan super was-was.

Mertua tercinta mendadak datang. Oh, ya, ampun. Mimpi apa dia semalam?

Sapaan ramah mengimbangi rasa kejut. Peluk dan cium pipi kiri dan kanan, ditanggapi dengan sopan serta profesional. Wanita yang menyandang gelar ibu dari suaminya memang sangat hangat memeluk juga riang saat disambut dan dipersilahkan, tapi pria pasangan hidupnya tetap sama seperti dulu. Dingin dan minim kalimat. Tanpa perlu tahu mimik mukanya, cukup dirasa jika pria kaku itu belum menerima si menantu dengan hati lapang.

Ya. Baru tiga tahun. Harus bagaimana lagi?

"Ibu dan ayah, duduklah. Akan kubuatkan teh dan kudapan kecil dulu."

"Oh, Nak. Tak perlu repot-repot. Kami hanya mampir sebentar untuk memberi kalian titipan ini," katanya sambil menepuk lengan ramping si menantu dan meremas jemari yang sebelumnya telah diserahkan sebuah bingkisan cukup berat.

"Tapi ... "

"Itu untuk kalian minum, cukup diseduh air hangat saja," potong si ibu mertua, lalu berbisik, " ... mantu temanku cocok menggunakannya sebagai penguat, kau tahu?"

Honne | NJ √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang