21 | rbc adalah hukuman

21.8K 2.4K 450
                                    

Peraturan lapak Fulv:
•Vote sebelum membaca
•Tinggalkan komen yang banyak
•Follow akun author buat yg blm follow

Happy reading! Semoga suka sama part ini💖



***

Iren menatap penjuru ruangan tersebut dengan kerutan yang terlihat jelas di dahi. Ia masih tak percaya harus menghabiskan waktunya di tempat sempit itu selama sebulan.

"Terus kita tidurnya gimana?"

Tidak mungkin kan dia dan Dikta berbagi tempat tidur di ranjang sesempit itu?

"Aku nggak mau ya tidur sama kamu," kata Iren lagi.

Dikta menarik kopernya ke depan lemari. "Aku biar tidur di lantai aja."

Tidur di lantai?

"Pakai alas apa? Di sini nggak ada kasur lantai atau karpet."

"Nanti aku coba tanya ibu-ibu di sebelah, siapa tahu dia punya karpet nggak kepakai."

Bagaimana kalau ibu-ibu itu tidak punya karpet?

Iren menjatuhkan diri ke kasur kapuk beralas seprei putih. Dia sangat ingin melepas penat.

"Dikta."

Orang yang Iren panggil itu cuma menyahut dengan deheman, Dikta tengah menyandarkan punggung di kursi rotan cokelat sambil memejamkan mata. Iren berdecak, ternyata Dikta juga tak kalah frustrasi darinya.

"Toiletnya di sebelah mana, ibu-ibu tadi bilang? Aku mau ganti baju."

"Toiletnya di luar, sebelah kiri."

Iren melotot.

"Serius, di luar?" Wanita itu bangun dengan cepat dan segera menggeser gorden. Iren tercekat. Terlihat toilet berjarak lima meter dari rumah tersebut. Yang membuat Iren kaget adalah toilet tersebut berada di sebelah pepohonan-pepohonan besar, Iren cepat-cepat menutup gorden.

"Kenapa?" tanya Dikta heran.

"Aku nggak mau ganti baju di toilet."

"Terus kenapa?"

Iren menggaruk kepala dengan sebal. "Kamu kok nggak ngerti sih? Ya kamu keluar dulu lah, aku mau ganti baju."

"Kamu nggak mandi dulu?"

Iren mendelik, apa Dikta menyuruhnya mandi di toilet di luar?

"Nggak ah, males. Udah deh, kamu buruan keluar, aku udah mau ganti baju."

Dikta lantas meninggalkan ruangan tersebut dan menunggu di luar.

"Jangan ngintip!" Iren menutup rapat semua gorden.

Melihat hal tersebut, Dikta menghela napas. Cukup lama Dikta duduk di teras kecil rumah tersebut, memperhatikan burung-burung yang hilir-mudik di langit, juga hamparan bermacam-macam sayuran di perkebunan sebelah kirinya.

Sementara itu di dalam rumah, Iren telah membongkar koper besar miliknya. Setelah berganti pakaian, Iren juga menggeleda tumpukan paling bawa kopernya, cukup lama ia meraba-raba sebelum menemukan benda yang dicarinya. Iren tersenyum puas. Segera ia membuka pintu.

"Udah selesai. Lihat deh, aku bawa apa." Iren memerkan ponselnya yang berhasil ia selundupkan.

"Oh, ya?"

Iren mengangguk.

Dikta berjalan melewati Iren, lalu mengambil sesuatu dari tasnya.

"Aku juga bawa." Dikta juga memperlihatkan ponselnya kepada Iren.

Berpisah Itu Mudah (Tamat)Where stories live. Discover now