Part 2

6.6K 368 6
                                    

Matahari kembali memunculkan sinarnya di pagi ini.

Seperti yang Fajri katakan, ia tidak lagi berniat untuk sarapan pagi bersama kakaknya seperti halnya kemarin. Ia hanya sarapan di kamarnya, ditemani dengan kesunyian di sini.

Mengganggu. Mungkin kata itu yang menjadi alasannya.

"Huh. " Fajri menghela nafas dalam, ia meletakkan piring kotor itu di luar kamar. Nanti bisa saja ada maid yang mengambilnya.

Fajri menenteng tas sekolahnya, dan segera menuruni anak tangga menuju bawah.

"Gimana kuliahnya? Nggak ada kendala kan?" Raditya melontarkan pertanyaan.

"Baik Pah, nggak ada kendala kok. " Gilang membalas.

Raditya mengangguk, ia beralih mengusap kepala Gilang dengan lembut. "Makan yang banyak. "

Gilang tak membalas lagi, ia hanya mengangguk disertai dengan senyuman tipis sekilas.

Fajri tertegun, saat melihat interaksi di meja makan. Papahnya, dan kakaknya. Keduanya terlihat sangat akrab, bahkan sesekali mereka bercanda tawa bersama.

Hatinya berdenyut nyeri. Kedekatan dua orang itu benar-benar terjalin baik. Lain halnya dengannya, hubungannya benar-benar jauh dari kata baik.

Tap.

Kedua orang yang ada di meja makan itu menoleh, namun hanya sekilas, dan kembali menikmati sarapan pagi.

"Aji berangkat. " Fajri membuka suara, walaupun ia tau ... keduanya hanya menoleh sekilas saja ke arahnya. "Assalamu'alaikum. " Fajri benar-benar melangkahkan kakinya pergi menjauhi tempat itu.

Kedua orang yang ada di meja makan hanya menganggapnya angin lalu.

"Kenapa diam? Ayo dihabisin. " Raditya melembutkan ucapannya, pada Gilang di depannya.

Gilang tersentak, ia hanya menganggukkan kepalanya. Dan melanjutkan sarapan paginya.

°°°°°°°

"Han, lo yakin mau pulang ke Indonesia?" Laki-laki yang ada di ambang pintu kamar melontarkan pertanyaannya.

Farhan, laki-laki itu menoleh ke arah Shandy, sepupunya. Ia hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

"Lo nggak akan buat macem-macem kan di sana?" Shandy menelisik. "Lo nggak punya tujuan jahat atau apapun di sana kan?"

Farhan mendengus, ia menatap tajam ke arah Shandy. "Ck, apaan sih lo Shan. Lo kalo nggak mau ikut ya nggak usah, gue bisa sendiri kok di sana. "

"Bukan gitu Han. " Shandy membalas. "Gue pasti ikutlah. Orang gue asal Indonesia juga, gue kan cuman nemenin lo aja di Singapura. Tempat asal gue mah Indonesia. "

Farhan, ia menghela nafas. "Thanks udah nemenin gue di sini, walaupun gue banyak ngerepotin lo. "

"Santai, gue kan sepupu lo. " Shandy membalas, dengan menaik turunkan alisnya. "Terus, ini beneran mau pulang ke Indonesia? Lo menetap, apa cuman nengokin ortu aja?"

"Menetap. " Farhan membalas. "Gue bakalan tinggal di Indo lagi.  "

"Atas dasar apa lo mau tinggal di Indo lagi?" Shandy mendekat ke arah Farhan, dan duduk di atas kasur. "Han, lo masih waras kan? Lo nggak lagi ngigo apa gimana kan?"

Bukan tanpa alasan, ia menemani Farhan di sini sejak tiga tahun yang lalu. Karena suatu tragedi, yang membuat Farhan memutuskan tinggal di Singapura, dan dia yang menemaninya.

"Lo beneran kan? Gue takut lo macem-macem entar. " Shandy berujar lagi. Ia hanya mewanti-wanti kejadian nanti yang bisa saja terjadi. "Otak lo baik-baik aja kan?"

Berteduh [END]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant