Bab 38 full Chapter

279 49 4
                                    

Sebagai pengganti kemarin aku gak update, aku update full chapter dari bab 38, ya!

Selepas sarapan yang aneh, semua tentu kembali ke tempatnya. Naruto dan Kurama juga berniat menuju ke menara barat lagi. Tapi, tiba-tiba Kurama ingat mereka perlu banyak kertas untuk mempelajari apapun di meja kerja Dydime. Jadi, sebelum Jane menghilang bersama Alec, Kurama memanggilnya.

"Bisakah kau bawakan kami banyak kertas?" tanya Kurama. Ia tak memperdulikan mata dingin Jane yang lagi-lagi menembusnya.

Naruto muncul dari belakang Kurama dengan cengiran di wajahnya. "Tolong sekarang, ya? Kami sangat membutuhkannya."

Kurama tersenyum melihat kekeruhan di wajah Jane. Di sisinya, Alec mengangguk seraya tersenyum simpul. "Tentu. Kami akan mengantarkannya ke Menara Barat."

Naeuto memberikan senyum lima jarinya. "Terimakasih Alec, Jane. Kalau begitu kami permisi, ya!"

Alec menganggukkan kepalanya dengan anggun. "Tentu. Silahkan."

Naruto melambaikan tangannya ringan dan menarik Kurama menjauh dari si kembar. Melihat kepergian dua manusia di depan mereka, Jane yang mengepalkan tangan hampir saja menyerang dua manusia itu.

Alec menahan tangannya yang membuat Jane tetap sadar untuk tak melakukan apapun yang ada di pikirannya.

"Mereka keterlaluan," Jane berdesis dengan marah. Tak ada yang berani memerintahkannya selain Alec dan ketiga Tuan di Keluarga Volturi.

"Tak ada yang bisa kita lakukan," Alec menarik lengan Jane untuk tak melihat siluet dua manusia itu. "Mereka tak akan tinggal lama, Jane. Berikan saja apa yang mereka mau dulu."

Jane mendengus. Ia menatap saudara kembarnya dan bergelayutan di lengan sang kakak. "Ayo, cepat, berikan apa yang mereka mau dan buat mereka diam."

Alec terkekeh. "Tentu saja."

.
.
.
.
.

Keefisienan si kembar patut di puji. Belum juga sepuluh menit Naruto dan Kurama tiba di menara barat, langkah kaki Alec sudah terdengar di anakan tangga.

Kurama yang menyambut kembaran Jane tersebut. Alec memberikan kertas yang diminta oleh Kurama dan memberikan senyuman untuk apapun itu. Kurama tak peduli. Selepasnya, Alec pergi dengan alasan banyak pekerjaan menunggunya.

Baguslah. Kurama jadi tak perlu mengusirnya. Alec sudah tahu diri.

Maka di sinilah dua saudara Uzumaki itu berada. Di perpustakaan tempat kemarin mereka makan malam. Di depan meja kerja Dydime, Naruto dan Kurama saling berpandangan.

Naruto menggaruk pipinya dengan bingung. "Jadi, apa yang harus kita lakukan?"

"Menerjemahkannya," jawab Kurama. Naruto menatapnya tak yakin.

"Semuanya?"

"Tentu saja," Kurama mengangguk.

Naruto menghela napas. "Kalau begitu kita tak akan selesai dalam sehari, Kurama." Ia menunjuk banyaknya manuskrip di atas meja. "Menerjemahkan ini semua akan menghabiskan banyak waktu."

"Kalau begitu biar aku membantu kalian," suara yang tiba-tiba menyela memhuat keduanya menoleh. Ada Marcus berdiri di ambang pintu perpustakaan.

Sepertinya Kakek Naruto itu sudah merasa lebih baik. Guratan lelah di wajahnya tak begitu kelihatan dan matanya saat ini memiliki emosi membuat ekspresi. Tidak seperti sebelumnya yang tanpa ekspresi sama sekali betapa pun Marcus ingin menunjukkannya.

Setelah berpikir dan merenung semalaman, Marcus tak bisa menahan diri untuk mendesah dan menerima apa yang terjadi. Jika dipikir-pikir, mungkin apa yang terjadi adalah paradoks waktu. Seharusnya dia tak heran kalau ayah Naruto mungkin telah tiada. Lihat saja betapa banyaknya waktu yang berlalu setelah kematian Dydime. Tak heran kalau anaknya telah pergi.

My Kunoichi: Our Love and StoryWhere stories live. Discover now