Bab 37

163 21 0
                                    


Kurama memperhatikan poster-poster dan selembaran yang tertempel di permukaan tembok. Alis matanya bertaut tanda keseriusan. Jelemaan rubah itu kemudian menunduk dan melihat kertas-kertas yang berserakan di atas meja. Buku-buku pun terbuka seolah seseorang membiarkannya tetap seperti itu. Hanya pria gila macam Kakek Naruto yang mampu melakukannya. Marcus memastikan meja kerja Dydime tetap seperti saat Dydime pergi.

Menyadarinya, Kurama bergidik. Satu lagi korban cinta, heh....

"Kuu, memangnya kamu mengerti?" tanya Naruto tiba-tiba dari arah belakangnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Kuu, memangnya kamu mengerti?" tanya Naruto tiba-tiba dari arah belakangnya. Gadis itu ikut memperhatikan meja kerja milik sang Nenek.

Kurama mengacungkan ibu jarinya. "Kamu pikir aku bisa mengerti?"

Naruto mencibir lucu. "Bersikap serius, tapi sendirinya gak mengerti," gumam gadis itu.

Kurama menoyor kepala si pirang tanpa keberatan. "Sut, diam, lebih baik bantu aku memahami ini."

Mata Naruto membola. Dia menunjuk bahasa entah apa yang dipakai Neneknya di atas kertas dan dirinya sendiri. "Aku?" Naruto menggeleng. "Lagipula kenapa juga, sih, kita harus mempelajarinya?"

Kurama menghela napas. Agaknya merutuki kenapa inangnya ini selalu saja bodoh. Coba lihat inang bijuu lain; macam Rokubi di Utakata—ah, tidak, deh, terlalu lembek; atau seperti Gobi di Han—memiliki Han sebagai inangnya pasti membosankan; hm, mungkin seperti Gaara—tidak, tidak, bocah itu panda, dia gila; astaga, sepertinya memang Naruto yang pantas bersamanya. Coba kalau yang seperti Bee— Kurama bergidik ngeri memikirkan Hachibi.

"Mikirin apa?" tanya Naruto curiga.

Kurama kembali ke bumi. Dia menggeleng. "Bijuu yang lain."

Senyum Naruto terbit begitu lebar. "Kamu merindukan mereka!"

Pipi Kurama sedikit menyemu. "Cih, siapa juga yang merindukan sekumpulan bola energi seperti mereka."

Naruto mencibir lagi mendengarnya. "Dih, seperti kau tidak saja."

Kurama berdecak. Ia menggeplak kepala Naruto dengan sebal. "Sudah! Bantu aku cari tahu ini semua tentang apa. Jangan banyak bicara."

Naruto mengumpat. Ia menunjuk-nunjuk Kurama. "Dasar Bola Bulu!!"

"Berisik! Cepat lakukan!" Kurama melotot yang dibalas lototan lain dari Naruto. Melihat gadis pirang itu masih berdiri di tempatnya, Kurama menghela napas. "Baik, baik," dia menyerah, "meja kerja ini mungkin memiliki catatan tentang teleportasi atau apapun itu. Mungkin ini bisa membantu kita."

Setelah dijelaskan, Naruto membulatkan mulutnya. "Oh... tapi, Ku, kita sudah memiliki kuncinya. Lalu kenapa juga kita harus mempelajarinya?"

Kurama terdiam lalu berbalik fokus ke atas meja kerja. Ia menjawab dengan wajah yang tak kelihatan oleh Naruto. "Ya, tapi bersiap lebih baik daripada gagal."

Naruto menganggukkan kepalanya dan berpikir ucapan Kurama benar juga. Bagaimana pun juga, teleportasi memang berbahaya. Hiraishin miliknya dan sang ayah adalah salah satu keberhasilan yang langka dari banyaknya kerentanan. Jadi, lebih baik bersiap dan mempelajarinya dulu saat kesempatan datang.

My Kunoichi: Our Love and StoryWhere stories live. Discover now