Bab 11

389 49 6
                                    

Naruto terbangun dengan malas. Matanya yang terpejam enggan untuk terbuka. Biasanya akan ada kehangatan yang menariknya. Biasanya akan ada bisikan halus di telinganya. Biasanya akan ada ciuman yang menyambutnya membuka mata.

Naruto mengeluh. Ia semakin menggelungkan diri di bawah selimutnya. Jam weker tidak berhenti untuk berdering yang mana membuat Naruto mengambil bantal lain untuk meredam suaranya.

Ternyata ini rasanya terbangun di pagi hari dan disambut kekosongan. Naruto lupa rasa ini untuk beberapa hari. Salahkan Edward dan ranjang mereka yang selalu menyambutnya kemarin-kemarin.

Pada akhirnya, Naruto terbangun. Tentu saja jika berada di rumah Cullen's mungkin dirinya masih bergelut dengan pelukan Edward dan tertidur kembali. Sayangnya, tidak.

Naruto membanting jam weker yang mungkin keenam kalinya. Jam mini tak bersalah itu terbanting dengan etisnya dan retak. Setidaknya, suara dering itu tak lagi menggangu.

Naruto duduk di atas ranjangnya. Selimut sudah turun hingga mencapai pinggangnya. Gadis berambut hitam itu menyingkap selimutnya. Udara dingin segera menyapa bagian pahanya yang terbuka akibat gaun malam.

Itu AC bukannya udara dingin pagi. Ia sudah melirik jam weker tadi sebelum dibanting. Jam sebelas siang. Dia bablas dari jam normalnya. Sialan.

Dengan mata masih berat, gadis itu turun dari kasurnya. Dia mengenakan sandal berbulu rumahannya sebelum memasuki kamar mandi.

Air dingin yang membasuh tubuhnya membuat pikiran Naruto jernih. Dia keluar dari kamar mandi dengan kondisi yang segar.

Hanya dibalut bathrobe, Naruto mengambil ponselnya seraya mengontrol chakra di sekitarnya untuk mengeringkan rambut.

Suatu cara melatih kontrolnya dengan sederhana dan teratur. Jangan salahkan dia yang menggunakan chakra untuk semacam hal sepele ini. Terlalu melelahkan untuk pergi ke pinggir hutan atau di tepi pantai di depan rumah Cullen's. Kota Oxford tidak sealam Kota Forks.

Gun:
Naru, jangan lupa, ya!
Kita janjian jam 1 siang

Fluke:
Naruuuuu!!
Hari ini kamu berangkat sama siapa?
Mau kujemput tidak?

Bass:
Naru, aku jemput, ya

Naruto mengangkat alisnya. Ah, benar... dia memiliki janji dengan tiga pria Thailand itu.

Naruto menepuk keningnya karena baru mengingat. Untung saja tiga pria ini tak segan untuk menghubunginya langsung atau Naruto akan benar-benar melupakan janjinya.

Naruto membalas pesan mereka satu persatu. Tentu saja dia tidak menolak ajakan Bass untuk menjemputnya. Naruto ingat kemarin dia menolak tawaran Edward untuk mengantarnya bertemu dengan para serigala tersebut.

Selesai dengan itu, Naruto yang rambutnya sudah kering segera menuju lemari. Dia mengambil satu set baju di sana sebelum masuk ke kamar mandi untuk mengganti bajunya.

Tak butuh lama bagi gadis itu memakai baju. Dengan kaus kuning tua bermodelkan ikat tie-dye, Naruto memadukannya bersama celana panjang berkain putih. Bagian lingkar pergelangan celana itu agak lebar dengan bagian atas yang membungkus kakinya.

Naruto bercermin di meja riasnya. Gadis itu tak pernah suka riasan yang tebal. Apalagi Oxford bukan Forks yang lembab dan sejuk. Jadi, sehari-harinya Naruto hanya menggunakan riasan natural.

Sekedar melakukan skincare routin yang hanya tiga tahap sederhana sebelum memastikan riasannya tak terlalu tebal, Naruto tak memperdulikan hal lain lagi.

Dia hanya mengambil kalung berliontin cincin dari kotak perhiasannya sebagai aksesoris. Sedangkan untuk anting... Naruto tak berminat untuk mengenakannya. Ia lebih memilih menggunakan kalung atau gelang sebagai aksesorisnya.

My Kunoichi: Our Love and StoryWhere stories live. Discover now