Bab 15

122 14 2
                                    

UPACARA bendera telah berlangsung dari beberapa menit yang lalu dipagi hari dengan sinar mentari yang tak lupa menemani siswa-siswi yang mulai merengek.

Tak sedikit pula ada yang pingsan, tetapi itu bukan salahnya mentari justru itu karena mereka sendiri yang tidak bersiap sehingga terjadilah peristiwa tersebut walaupun beberapa memang dikarenakan sistem imun tubuhnya yang kurang.

"Nazwa, Zena, jangan bergerak dong.." bisik Khalista dan Cherie yang berada tepat dibelakang Nazwa dan Zena. Mereka beruntung berada di belakang kedua gadis itu karena tentunya sinar matahari terhalang untuk menerpa mereka.

Hingga kini akhirnya, setelah banyak yang tumbang dan mengeluh, upacara pun selesai dengan ditutup persiapan dari pemimpin upacara yang memerintahkan seluruh pemimpin pasukan menyiapkan pasukannya.

Nazwa menatap seorang lelaki yang menjadi pemimpin pasukannya seperti biasa, yang tidak lain adalah Varel. Nazwa tidak mengerti, mengapa ketika ia melihat Varel rasanya masih sama.

Bahkan setelah lelaki itu menggores luka dihatinya pun, ia tetap merasakan hal yang sama disaat ia mengaggumi lelaki itu. Entah karena hatinya yang begitu luguh? Atau justru otaknya yang tidak tahu harus mengambil keputusan apa?

Disatu sisi merasakan sakit dan disisi lain ia tidak bisa melepaskan. Apakah ini yang dikatakan bodoh ataukah ini yang dimaksud mencintai?

"Nggak usah liat dia, tapi juga nggak perlu nunduk karena lo punya hak buat buktiin ke dia bahwa lo nggak selemah yang dia kira." Zena tersenyum sembari mengusap pundak Nazwa.

Nazwa tersenyum, terkadang ada hal yang kita anggap biasa saja itu justru sangat berperan penting dalam hidup namun sebaliknya ada hal yang kita anggap sangat spesial itu justru adalah parasit yang bersifat menghancurkan.

Kadang, cinta seperti gula. Manis memang namun jika kebanyakkan bisa menyebabkan suatu penyakit diabetes.

Kadang, cinta juga seperti madu. Tidak secandu manisnya gula yang semua orang suka tetapi ia memiliki banyak manfaat.

Jadi, apakah cinta harus dimasukkan kategori hal yang meyakinkan atau justru sebaliknya?  Namun, bagi Nazwa tidak. Cinta tidak pernah memilih apakah ia akan menyakitkan atau justru ia akan membawa kebahagiaan, karena sejatinya yang memilih pilihan tersebut adalah si pemeran utama, bagaimana ia mengarahkan cinta ke arah takdirnya yang terbaik.

Setelah selesai upacara, Nazwa dan Zena tidak langsung ke kelas karena sebelum mereka pergi, Bu Riyana menghampiri mereka dan memberikan tugas untuk waktunya yang mengisi jam pertama.

Saat masuk ke kelas, sebagai sekretaris Nazwa langsung menulis tugas yang diberikan Bu Riyana dipapan tulis yang tentu saja membuat semua murid yang ada dalam kelas tersebut memancarkan kebahagiaan di wajah mereka.

Shaka berdiri menghampiri Nazwa yang baru selesai menuliskan tugas. Dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celananya, ia bertanya, "Bu Riyana kemana?"

"Bu Riyana rapat sama kepala sekolah, makanya dia nggak bisa masuk tapi cuma nitipin tugas aja."

Shaka menatap papan tulis tepatnya pada tugas yang diberikan, "Tugas kelompok?" Nazwa mengangguk menjawab pertanyaan Shaka.

"Itu anggota kelompoknya buat sendiri atau gimana?" tanya Khalista.

"Kata Bu Riyana tadi, anggota kelompoknya sesuai absen jadi setiap kelompok berisi lima orang dan cuma ada satu kelompok aja yang enam orang." jelas Zena.

Karena Shaka, Nazwa dan Anna yang merupakan perangkat kelas jadi mereka yang mengatur anggota kelompoknya, dan tidak ada yang curang, semua sesuai arahan yang diberi oleh Bu Riyana.

In Your Heart [ Completed ]Where stories live. Discover now