47. Teka-teki

67 8 1
                                    

Rania sedang melamun memikirkan tentang kehidupannya yang penuh teka-teki dan drama, fikirannya terus melayang memikirkan semua masalah yang terus berdatangan. Berawal dari kisah cintanya yang membawanya harus masuk kedalam masalah yang rumit, ia harus menjadi detektif dadakan yang di bantu oleh Fiona yang saat ini menjadi saudaranya.

Kafka yang kebetulan melintas, melihat Rania sedang duduk sendirian di bawah pohon tempat favoritnya Rania ketika ia ingin sendirian. Kafka memberanikan diri untuk mendekati Rania.

Kafka mencoba untuk membujuk Rania agar mau menemui Zakira yang saat ini sedang merindukan gadis itu. Tanpa berpikir panjang Kafka mendatangi Rania.

Rania melayangkan tatapan sinis ke arah Kafka. Kafka tidak memperdulikan tatapan Rania yang sangat sinis melihat nya. Kafka sangat sayang dengan Zakira apapun yang adinya minta pasti akan dilakukan Kafka, walaupun permintaan adiknya kali ini sangat susah untuk ia lakukan, tetapi ia tak akan menyerah.

"Mau apa Lo!?" Tanya Rania sarkas

"Lo masih ingat Zakira kan? Adik gue. Dia kangen Lo Ran" ucap Kafka membuat Rania diam sesaat

"Iya gue masih ingat. Trus mau Lo apa?" Tanya Rania tanpa menatap Kafka

Kafka menghembuskan nafasnya dengan kasar." Gue gak mau berharap lebih Ran, kalau Lo mau gue sangat bersyukur banget atas jawaban Lo. Tapi kalau Lo gak mau gue gatau harus pakai cara apa lagi buat bujuk lo" ucap Kafka

"Gausah basa-basi, langsung intinya aja. Lo mau apa!?" Tanya Rania dengan penuh penekanan

"Zakira nyuruh gue buat bawa Lo kerumah, dia kangen sama Lo Ran, dia Sampek sakit gara-gara kangen sama Lo. Gue mohon sama Lo, Lo mau yah kerumah gue buat jumpa sama Zakira" ujar Kafka memohon kepada Rania

"Ini Zakira apa Lo yang mau" ujar Rania

"Ran, plis. Kalo lo gak mau, is oke, gak masalah. Gue bakal bilang sama Zakira kalau Lo gak mau" ujar Kafka

"Oke, iya, gue mau. Demi Zakira! Gue mau, gue juga kangen dia" ujar Rania membuat Kafka senang

Kafka tersenyum senang mendengar jawaban dari Rania. "Makasih Ran Lo mau luangin waktu Lo buat Zakira. Pulang sekolah nanti gue tunggu di parkiran" ujar Kafka sangat antusias, setelah itu ia pergi meninggalkan Rania yang masih duduk di bawah pohon.

Rania menghembuskan nafasnya dengan kasar, dadanya terasa sangat sakit, tangannya  mengeluarkan keringat yang sangat banyak. Ia mencoba mengatur nafasnya dengan pelan.

Rania mengedarkan pandangannya ke sekeliling arah, berharap ada yang melihatnya. Kini keringat telah membasahi seluruh kepalanya. Tangannya gemetaran, tetapi tidak ada satupun yang sadar dengannya.

"Kenapa harus kumat si anjir, what the fuck" gumamnya pelan

Tiba-tiba ada yg datang berlari kearahnya, ia adalah Fiona. Fiona melihat Rania yang sedang susah payah mengendalikan dirinya dengan cepat berlari ke arah Rania dan disusul oleh Dhea dan Stevany

"Atur nafas pelan Ran, rileks, tenang jangan panik" ujar Fiona sambil mengelus pundak Rania dengan Pelan

"Nih minum dulu" ujar Dhea sambil menyodorkan sebuah botol minum kepada Rania

"Makasih ya" ujar Rania

"Udah tenang belum?" Tanya Stevany

"Udah sedikit" ujar Rania

"Kenapa suka banget menyendiri sih?" Tanya Fiona pada Rania

"Dari dulu dia emang gini Fio. Dia ga suka keramaian" jelas Stevany

"Iyah tapi kalau kumat lagi gimana. Kan bahaya, untung kita lihat tadi" omel Fiona

"Lo ada asma, Lo juga ada panik atack, ntar kalau kumat gimana? Jangan suka bahayain diri Lo lagi" ujar Fiona dengan khawatir

Kafka & RaniaOnde histórias criam vida. Descubra agora