“Oke, nanti aku coba ngomong sama papa,” sahut Vita pada akhirnya.

“Gitu dong, lagian anak sama bapak nggak pernah komunikasi, aneh banget,” ujar Gea yang gemas sendiri dengan keluarga sahabatnya itu.

Mereka berdua sudah tahu seperti apa Vita saat bersama Raka sang ayah. Vita lebih banyak diam, sementara ayah gadis itu sangat jarang mengeluarkan kata. Mungkin karena itulah Vita menjadi pendiam saat bersama ayahnya. Karena tidak ada topik yang bisa mereka bahas layaknya anak dan ayah pada umumnya.

Jangankan Gea dan Rosa, Vita sendiripun merasa aneh. Bahkan Vita merasa kalau papanya tidak pernah menyayanginya. Saat ini saja Vita sudah sangat bersyukur lantaran papanya masih mau membesarkan dirinya dan memenuhi semua kebutuhannya, dari pendidikan dan fasilitas mewah seperti ponsel keluaran terbaru yang ia pegang saat ini. Ia mendapatkan segalanya kecuali kasih sayang seorang ayah.

Vita ingat betul kapan terakhir papanya menggendong dan bermain dengannya, kira-kira saat dirinya naik ke kelas tiga sd. Sejak saat itu papanya bukan hanya tidak mau main lagi dengannya melainkan selalu berusaha menghindarinya. Bahkan sikapnya mendadak berubah, datar dan dingin seperti saat ini. Entah apa yang menyebabkan sikap papanya berubah begitu drastis. Vita sendiri pun tidak tahu.
 
“Heh! Kok malah bengong,” ujar Rosa menyadarkan Vita dari lamunannya. Gadis itu melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Vita.

“Jangan bengong, gue ngeri elo kesambet penunggu sini,” ujar Gea sambil bergidik ngeri.

“Nggak mungkin, palingan elo berdua yang kesambet penunggu sini, biar jadi mahasiswi abadi di kampus ini,” balas Vita.

“Coy! Coy!” ujar Gea panik.

“Amit-amit jabang bayi,” ujar Rosa sambil mengetuk meja tiga kali.
Vita tertawa girang melihat kedua sahabatnya terlihat sangat panik. 

“Ati-ati kalo ngomong. Elo nggak pernah denger apa, kalo perkataan itu sebuah doa, jadi elo nggak boleh ngomong sembarangan lagi,” ujar Rosa panik.

Rosa panik lantaran ia tidak mau menjadi mahasiswi abadi di kampus ini, apa kata kedua orang tuanya, yang pasti mereka berdua bakal marah dan ikut menanggung malu.

“Iya deh iya, sorry. Aku cabut lagi omonganku barusan,” ujar Vita.

Kedua sahabat Vita pun menghela nafas lega setelah mendengarnya.

“Jangan lupa nanti elo ngomong sama bokap lo,” ujar Gea mengingatkan.

Gea melihat ke arah jam tangannya lalu memekik kencang.

“Omegat!!”

“Kenapa lo?” tanya Rosa heran.

“Gue lupa sebentar lagi ada kelas dosen killer, gue nggak boleh telat karena kalo telat gue bakal ngulang disemester depan. Dan gue males ketemu sama dia lagi,” ujar Gea lalu gadis itu menghabiskan minumannya sebelum pergi.

“Ck! Keliatan banget nggak mau rugi,” ujar Rosa dan diangguki Vita.

“Pak aku mau pesen mie ayam sama lemon tea,” ujar Vita kepada penjual di kantin tersebut.

“Iya neng, tunggu sebentar,” sahut si penjual dengan ramah.

Di kantin tersebut banyak cowok yang mengamati Vita dari jauh, sebab kecantikan Vita di atas rata-rata gadis di kampus ini. Bahkan saking cantiknya sampai-sampai gadis itu tampak seperti bidadari yang terdampar di bumi. Wajahnya imut, kulit putih mulus dan glowing alami, bibir berwarna pink, rambut coklat panjang dan lurus, dan badannya body goals, semua yang ada pada Vita merupakan impian setiap wanita.

Namun anehnya gadis itu selalu menjomblo dari dulu. Bahkan disaat teman-temannya sudah memiliki beberapa mantan. Vita tidak pernah sama sekali dekat dengan satu pria pun.
      
Semua pria di kampus ini lebih memilih mengamati dan mengagumi paras Vita yang menawan dari kejauhan. Mereka semua tak berniat sedikitpun mendekati Vita dan mengajak gadis cantik itu berkenalan. Mungkin mereka semua minder atau tak percaya diri mendekati gadis secantik Vita.

Sementara gadis itu tak pernah sekalipun mengamati pria-pria di sekitarnya. Gadis itu justru merasa kalau dirinya kurang cantik dan kadang-kadang minder sendiri. Dan hal itu yang membuat kedua sahabat Vita gemas sendiri dengan tingkah Vita yang mender padahal memiliki paras yang sangat cantik. Kalau saja Gea dan Rosa pria, mereka berdua pasti akan berkelahi untuk memperebutkan Vita. Vita yang mendengar celotehan kedua sahabatnya itu justru menganggap keduanya hanya sedang menghiburnya saja, tidak lebih.

Gea, Rosa dan Vita tengah berdiri di depan kampus menunggu jemputan masing-masing. Gea menunggu jemputan dari kekasihnya, sementara Rosa menunggu dijemput sopirnya sementara Vita menunggu papanya. Mobil kekasih Gea yang lebih dulu sampai.

“Gue pergi dulu ya, bye!”

Gea melambaikan tangannya ke arah kedua sahabatnya sambil tersenyum bahagia.

***

28 Maret 2022

Future WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang