Part 22 : Sakit Hati yang Terbalaskan

1.9K 178 1
                                    

Memang lebih baik kita tidak tahu siapa orang yang menyakiti kita, karena gak selamanya kebenaran itu berujung kebaikan, daripada tahu hanya menumpuk sakit hati dan dendam. Itulah yang membuat nirmala tega menghabisi nyawa dela, sahabatnya sendiri. Tersisa satu temannya lagi, Nur. Meskipun Nur tidak pernah menyakiti Nirmala tapi Nur salah satu dari ketiga sahabatnya.

Setelah sekian lama nirmala mencari tahu tentang Nur, akhirnya dia tahu keberadaan Nur. Nirmala mengetuk pintu rumah Nur, ya benar saja Nur membukakan pintu untuk Nirmala.
“Mala”
Nirmala tersenyum kearah Nur, ternyata Nur tengah hamil terlihat dari perutnya yang membesar. Walaupun wajah Nirmala sudah cantik tak seperti dulu namun Nur masih mengenali Nirmala.


“Mari masuk, mala” Nur mempersilahkan Nirmala untuk duduk, mata nirmala menelisik keseliling rumah Nur.
“aku senang sekali kamu mau mengunjungiku, Mala”
Sedari tadi pandangan Nirmala, tak pernah lepas dari perut Nur, air liur Nirmala seolah bergejolak ingin menetes, Nirmala tak bisa menahan kelezatan janin yang ada di dalam perut Nur, namun Nirmala harus bersabar.

“Sebentar ya Mala, aku ambilin minum”
“Gak usah repot-repot Nur”
“Ah, kamu kan tamu Mala, gak seharusnya dianggurin seperti ini” Nur berjalan menuju dapur.
Nur kemali dari dapur dengan dua cangkir teh ditangannya.
“Terimakasih Nur, maaf aku jadi merepotkan”

“Harusnya aku yang minta maaf karena tidak bisa menjamu dirimu dengan baik”
Setelah mereka mengobrol cukup lama, ngalor-ngidul juga tentang kejadian yang menimpa Dela dan Anggun.

“Nur, terimakasih ya sudah mengijinkan aku singgah kerumahmu”
“sama-sama Nirmala, aku akan senang jika kamu mau sering-sering datang”

“Boleh tidak Nur aku mengelus perutmu?siapa tahu aku segera menyusul, tapi kalau tidak boleh juga gak apa-apa Nur” Nirmala menatap ke perut Nur

Orang jawa percaya jika tak boleh, perut wanita yang sedang hamil dipegang oleh sembarangan orang, apalagi orang yang bukan dari keluarganya sendiri.

Hanya menghindari hal-hal buruk yang terjadi, kita kan tidak pernah tahu apa yang ada dihati orang lain ibarat pepatah “Dalamnya lautan bisa diukur, tapi dalamnya hati manusia siapa yang tahu” maaf ya kalau salah.

Karena Nur mengenal Nirmala sedari kecil, Nur tak menaruh curiga kepada Nirmala. Yang awalnya ragu, Nur akhirnya mengijinkan Nirmala untuk memegang perutnya.

Nirmala mengelus perut nur tujuh kali. Tak ada apapun yang terjadi sama Nur. Nur masih baik-baik saja, sampai malam tiba Nur merasakan perutnya terasa panas seperti terbakar.

Nur menggoyangkan tubuh suaminya sembari merintih.
“Mas bangun mas, perutku” Nur merintih kesakitan
“kamu kenapa dek?”Tanya panji yang cemas melihat kondisi istrinya
Nur terus menerus merintih, sesekali berteriak sembari menggaruk kuat perutnya.

Hingga diperutnya terdapat luka cakaran disana sini. Usia kandungan Nur baru tujuh bulan jadi tidak mungkin jika Nur akan melahirkan.Panji mencoba menahan tangan Nur agar tidak melukai dirinya.

Panji merasakan sesuatu yang tak beres terjadi dengan istrinya, suasana kamar pun berubah seketika, kegelapan seakan menyambangi rumah mereka.

Disudut kamar panji melihat sosok tinggi, bertubuh besar, berbulu lebat dengan lidah menjulur keluar seperti leak. Matanya merah melotot kearah panji, kukunya yang hitam panjang bergerak seolah sedang mencengkeram sesuatu.

Sadar jika anak istrinya sedang dalam bahaya, panji berlari keluar meninggalkan Nur yang terus menjerit.

Hujan deras tak mengurungkan niat panji, ia tak mau kehilangan anak dan istrinya. Panji mengetuk rumah Pak haji Nuri.

“Assalammualaikum”
“Wallaikumsalam”
Pak haji Nuri mempersilahkan Panji untuk masuk, setelah secara singkat Panji menceritakan perihal yang tengah dirinya hadapi. Pak haji Nuri bersama panji menembus derasnya hujan menuju rumah Panji.

Baru sampai di depan pintu rumah panji, pak haji Nuri mengencangkan wiridnya sembari menggedeg-gedegkan kepala.

“Bismillahirahmanirrahim” Pak haji Nuri membuka pintu.
Ada seseorang yang tengah duduk di sofa sembari bersenandung, seperti seorang ibu yang tengah menidurkan anaknya. Saat didekati ternyata itu adalah Nur.

“Dek, kamu sedang apa?”
Nur menyeringai kearah panji, namun saat melihat kearah pak haji Nuri mata Nur melotot tak suka.
“Ajak bojomu mlebu” (Ajak istrimu masuk)

Panji mengajak Nur untuk masuk kedalam kamar, namun Nur menolak mengikuti kata-kata panji. Dengan susah payah panji membujuk Nur agar mau kembali kekamar.

Saat masuk ke kamar tidur Nur dan Panji, pak haji Nuri kembali menggedegkan kepalanya sembari mempercepat irama tasbihnya. Ternyata sosok itu masih ada disana, seolah-olah sedang menertawakan mereka.

Pak haji Nuri memanjatkan doa, dan mengusap perut Nur sebanyak tujuh kali yang diikuti dengan jeritan Nur. Nur mengerang kesakitan, darah segar keluar dari kemaluannya.

“Kantil Ireng”
“Maksud pak haji?”
“Ada seseorang yang sengaja menanam kantil ireng didalam perut istrimu,seseorang yang ingin membalas sakit hatinya terhadap istrimu dimasa lalu”

Panji menggenggam tangan istrinya, menatap iba kewajah istrinya yang tengah mengerang kesakitan, Nur tak pernah cerita apapun kepada dirinya. Selama ini yang dia tahu istrinya tidak memiliki musuh.

“Anakmu wes rak iso diselamatke, sukmane anakmu wes dipakakne karo ingonane”
(Anakmu sudah tidak bisa diselamatkan, sukma anakmu sudah dijadikan makanan peliharaannya)
“Tapi rak usah khawatir wonge cuma mingini anakmu, bojomu gak opo-opo”(Tapi tidak usah khawatir dia hanya menginginkan anakmu, istrimu tidak apa-apa)

Walaupun panji terpukul karena kehilangan anak pertama yang mereka nantikan, namun masih ada rasa lega dihatinya karena istrinya masih bisa diselamatkan.

Sejak kejadian yang menimpa keluarganya, panji melarang keras istrinya untuk menerima tamu dari luar kecuali keluarga atau sanak saudaranya.

Pak haji Nuri juga memagari rumah panji, untuk berjaga-jaga jika teror itu kembali.
Berhati-hatilah saat berucap atau bersikap agar tak menyakiti siapapun yang menjadi lawan bicara kita. Semoga kita semua terhindar dari hal buruk dan senantiasa dalam lindungan Allah.

KANTIL IRENG NIRMALAWhere stories live. Discover now