Bab 20: Hari Baru

517 21 1
                                    

Dua minggu berlalu sejak hubungannya dengan Hanum berakhir, Satya menjalani hidup dengan limbung. Waktu seolah bergerak seperti siput. Setiap kali ia menatap jam dinding, jarumnya seperti enggak berdetak. Satya benar-benar digulung ombak rasa sakit, penyesalan, dan rasa bersalah karena telah mempermainkan hati dua perempuan.

Diam-diam ia menyesal karena tidak bisa bersikap tegas sejak awal. Menerima perjodohan berarti mengakhiri hubungan dengan Hanum dan memulai hidup baru dengan Lintang. Bukan malah memberi harapan semu pada mantan kekasihnya dan berniat mengakhiri pernikahannya dengan Lintang. Satya merasa menjadi pecundang.

Demi mengusir kelut-melut perasaan dan mengurai benang kusut di kepala, Satya menghabiskan waktu setiap hari untuk bermeditasi di sanggar Guru Hadji. Ia berharap bisa menemukan ketenangan, belajar melupakan Hanum dan menerima Lintang.

"Apa kamu masih menyangkal pada takdir yang sudah ditetapkan Tuhan padamu?" Tatapan teduh Guru Hadji memindai wajah Satya. Mereka tengah duduk berdua usai meditasi.

Satya menatap wajah gurunya dengan hati gelisah. Mulutnya terkunci rapat. Ia tidak punya cukup keberanian untuk berkata-kata.

"Terimalah takdir Tuhan dengan penuh kesyukuran agar hidupmu tenang. Berdamailah dengan masa lalu." Guru Hadji bangkit lalu menepuk pundak Satya sebelum masuk ke dalam rumah.

Sekian menit Satya tercenung sembari menatap tubuh gurunya hingga hilang dari pandangan sebelum akhirnya menggulung matras dan meninggalkan sanggar. Sepanjang perjalanan menuju rumah, ucapan Guru Hadji terus berdengung di telinga. Benar kata gurunya, ia harus belajar menerima takdir, menerima Lintang dalam hidupnya, dan meyakini bahwa Lintang adalah jodoh terbaik yang dikirim Tuhan padanya.

Sesampainya di rumah, Satya segera membersihkan diri. Sembari duduk di atas ranjang, Satya membuka layar ponsel lalu menghapus semua chat dengan Hanum di WhatsApp dan messenger. Sekuat tenaga ia berusaha melipat kenangan dengan Hanum dan menyimpannya di dalam brankas dengan kunci berlapis yang tidak bisa dibuka lagi. Ia menghapus semua foto Hanum di ponsel dan media sosialnya.

Telunjuknya menyusuri layar ponsel, mencari nama Lintang dalam chat WhatsApp. Satya menarik napas panjang ketika disadarinya jika selama ini selalu mengabaikan chat istrinya hingga Lintang berhenti menghubunginya. Hampir saja telunjuknya menyentuh panel telepon untuk menghubungi Lintang ketika tiba-tiba teringat dengan perjanjian mereka. Baru dua minggu dari sebulan perang dingin yang harus dijalani dan lelaki berambut lurus itu memilih menunggu sampai waktunya tiba.

Keesokan harinya, Satya membersihkan semua benda yang akan membuka kenangannya dengan Hanum. Barang-barang yang masih bisa dipakai diberikannya pada satpam kompleks sementara foto dan surat dibakarnya sampai habis menjadi abu.

Satya menarik napas panjang. Ia telah memantapkan hati menyongsong hari baru. Bahwa takdir yang dipilihkan Tuhan adalah yang terbaik ia genggam erat. Sejak hari itu ia bertekad menyebut Lintang dalam doa-doanya.

***

"Selamat ya, Lin. Akhirnya selesai juga." Dini memeluk Lintang yang baru saja keluar dari ruang sidang jurusan. Hari ini sahabatnya menuntaskan studinya dan berhasil mendapat nilai A.

"Makasih, Din. Makasih banyak," ujarnya tulus. "Ayo kita pulang sekarang. Kamu harus siap-siap buat besok," ujar Lintang setelah Dini mengurai pelukan. Besok menjadi giliran Dini untuk ujian skripsi.

Perempuan Masa Lalu Suamiku (Tamat di Karyakarsa)Where stories live. Discover now