Dua Puluh (II) ☁️ Kita Semua Berbohong

188 102 15
                                    

Chapter kali ini sengaja dibikin dua, soalnya bagian ini mendapat challenge, yaitu penggunaan kata berulang. Jadi jangan heran kalo satu paragraf ada 3 kata berulang :'v

Jangan lupa pencet bintang. Sedetik doang, kok. Jempol juga nggak bakal putus (~ ̄³ ̄)~

Candala berbohong saat dia bilang tidak ada apa-apa

اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.

Candala berbohong saat dia bilang tidak ada apa-apa. Abidine berbohong ketika dia tersenyum kepadaku dengan lembut. Bahkan dunia dan takdir sedang bercanda padaku di saat yang bersamaan.

Kalau kuingat lagi puisi-puisi melankolis remaja tentang senja, rasanya aku mau muntah. Namun, hal itu mungkin akan berbeda kali ini.

Garis temu antar gelap dan terang itu mampu membuatku menangis sekali lagi di dalam dekapan cahaya hangat yang menyakitkan. Mungkin aku seorang masokis kalau menikmati semua rasa patah hati ini sendirian. Jujur, memang menyenangkan menyimpan semuanya sendirian, bahkan kematianmu sendiri.

Candala terus mengulur-ulur waktu agar kami tidak langsung pulang. Kalau aku jadi kalian, para pembacaku sekalian, otakku pasti sudah menebak apa yang terjadi. Berkaitan dengan senja, dan segala macam alibi Candala, ditambah lagi tatapan mencurigakan Abidine sebelumnya.

Aku selalu benar dalam beberapa hal yang sudah kupikirkan matang-matang. Pun berlaku kali ini, meski kebenaran itu bukan sesuatu hal yang bagus. Untukku, untuk ayah, untuk tetangga sekitar.

Aku menyadarinya saat pertama kali menginjakkan kaki di toko. Tanpa seizin Dala, aku melarikan diri, naik angkutan umum sesegera mungkin. Tujuannya sudah jelas: rumahku sendiri.

Begitu menyadari aku lenyap, Dala berderap keluar dan menyerukan namaku keras-keras. Matanya menangkapku sesaat di kaca belakangan angkutan umum kota, sebelum bis besar ini berbelok dan jarak pandang kami raib.

Apa yang ada di rumahku? Ayah bertengkar dengan ibu? Atau ibu membakar rumah? Aku mau berpikir yang bagus-bagus tentang mereka memberiku surprise ulang tahun, tetapi hari itu masih sangat lama di akhir tahun, sementara ini masih tahun ajaran baru.

Sepanjang perjalanan, kepalaku sungguh tak lepas dari pikiran macam-macam. Sebegitunya dua anak cowok merahasiakan agar aku tidak pulang ke rumah? "Pak! Stop depan!"

Bis berhenti, kuseret bawaanku lekas-lekas dan ngibrit turun. Aku mendongak sejenak, melihat langit yang kian abu-abu. Sebentar lagi bakalan hujan, jadi tidak ada alasan untuk berlama-lama di jalan.

Cepat nian napasku terengah di tengah jalan. Masih ada separuh jalan lagi sampai ke rumah. Semakin dekat, semakin telingaku bisa mendengar riuh rendah bahkan dari kejauhan. Rambutku sudah tak keruan ikatannya, leherku berpeluh sampai ke baju, wajahku juga kusam tak keruan. Bukan itu yang kupedulikan, melainkan gerombolan orang di ujung jalan—lebih tepatnya mereka yang membuat akses jalan seolah terblokir.

Tanganku mengepal kuat-kuat. Apapun itu, harus kuhadapi, ujarku dalam hati menguatkan diri. Apa yang sudah terjadi, menangis takkan mengembalikan semuanya.

CANDALA [TAMAT]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن