Delapan Belas ☁️ Liburan Terakhir

182 96 18
                                    

Note:

Sebelum kalian scroll, alangkah baiknya baca bismillah dulu.

Kalau mata Anda sliwer abis baca part ini dan seterusnya, jangan salahkan saia '-')/ sebab diriku tak bisa ngetik teenfict yang baik dan benar.

Oh, ayo dong komen, biar saia semangat dan mau terus ngetik sampe tamat✨

Oh, ayo dong komen, biar saia semangat dan mau terus ngetik sampe tamat✨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berbulan-bulan sudah berlalu sejak DBL di Jakarta dan pernikahan ibuku. Aku tak keberatan membahasnya di sini, sebab saat itu aku memang tidak hadir di sana-iya, aku kabur ke rumah Pak RT diam-diam.

Mereka melaksanakan resepsi di gedung besar, dengan gaun dan hiasan putih mewah. Jujur, aku kepingin pakai baju pengiring pengantin juga, tetapi rasa kesalku terhadap pernikahan itu lebih besar rupanya. Ibu pergi selama seminggu tepat setelah acara selesai, bulan madu katanya.

Hah, apaan bulan madu? Bulan madu bulan madu tai anjing. Makan tuh cinta!

Semingguan itu pula, aku menginap di rumah Abidine. Orang tuanya bertanya padaku banyak hal, kemudian berkata turut sedih untukku sebab memang terlihat jelas aku menentang pernikahan itu. Bagaimanapun, aku tetap memiliki darah ayah dan darah ayahnya Abidine. Kami tetap saudara meski ibu menikah dengan laki-laki lain.

Kupikir ibu akan pindah ke rumah David atau ke apartemennya yang mewah blablablabla aku tahu itu hanya omong kosong. Ternyata, pria itu yang justru tinggal di rumahku, berbagi kamar dengan ibu. Baru kuketahui, David adalah duda anak satu.

"Aku Bilqis," kata gadis sebaya yang mendadak masuk ke hidupku. Perawakannya kecil, mungil, dengan rambut panjang sampai pantat, dan dia memang manis.

Tak kuindahkan tangannya yang terangkat minta berjabat, memilih kembali masuk ke kamarku-kamar kami sekarang. Aku tidak membencinya, aku hanya kesal ibu menyuruhku berbagi kamar dan privasi dengan gadis lain yang jelas tak kukenal.

Setelahnya, seakan ada dinding transparan yang membatasi ruang gerakku di rumah. Aku tak mau turun, bahkan pernah sekali berangkat sekolah lompat dari jendela dan Bilqis hanya melotot kaget.

"Tenang," kata Bilqis di satu waktu kami bersama malam itu. "Aku bakal pindah beberapa bulan ke depan."

"Ke mana?" tanyaku pura-pura penasaran.

"Jakarta." Gadis itu terdiam sejenak. "Kau tahu ...?" Dan dimulailah sesi gibah anak gadis.

Tidak menyebalkan sekamar dengannya beberapa bulan belakangan. Bilqis juga bukan gadis manja yang semua-mua menempel dengan orang tuanya. Dia juga tidak jahat padaku seperti kakak tiri lain. Gadis itu baik hati dan lemah lembut, berbanding terbalik denganku. Dia cukup tahu diri untuk tetap menjaga perasaan kami satu sama lain tetap nyaman meski perkenalan ini terlalu mendadak.

CANDALA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang