Lima Belas ☁️ Dirumahkan Sesaat

215 98 23
                                    

Kemarin, Pak Faruq memanggil kami berempat ke ruang bimbingan konseling

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kemarin, Pak Faruq memanggil kami berempat ke ruang bimbingan konseling. Aku dan Dala bertemu lagi dengan Bu Endang yang kini geleng-geleng kepala melihat tiga anak akselarasi di ruangannya.

Candala langsung menyerahkan ponsel Bila dan memutar rekaman penyerangan itu. Yoga tentu saja menyangkal bahwa Jamal lah yang pertama kali memicu konflik, jadi kuserahkan ponselku yang merekam kejadian di gerbang utama. Kali ini, Yoga kalah telak. Dia terbukti bersalah dan humas SMA kami sudah menelpon STM Pangeran untuk dimintai pertanggungjawaban terkait anak didiknya.

Lepas dari masalah Yoga, kami bertiga dikenai masalah lain; hukuman skorsing tiga hari dimulai dari besok. Alasannya masuk akal, karena kami jelas terlihat seperti menjebak Yoga prihal dua rekaman itu, dan baku hantam serta penggunaan senjata tajam di lingkungan sekolah.

Surat skorsing keluar dengan cepat, dan di sinilah aku sekarang. Merenung di kamar sambil meratapi langit biru dari jendela. Kalian tahu? Nenek tak lagi muncul, dia benar-benar menghilang, tak kembali lagi nyaris dua minggu. Ibuku jelas marah saat pulang kerja kemarin malam. Wanita itu menghardikku secara gamblang di depan pacar barunya yang datang ke rumah.

Aku marah, aku membanting pintu kamar setelah dikatai tidak niat sekolah. "AKU SEKOLAH ATAS KEINGINANKU SENDIRI, BUKAN UNTUKMU!" teriakku di depan wajah wanita yang melahirkanku. "FAKTANYA, AKU MASUK AKSELARASI AGAR CEPAT BERPISAH DENGANMU!"

Hari itu benar-benar kacau. Aku menangis semalaman tanpa suara, tanpa makan malam. Sudah pernahkah kubilang pada kalian, bahwa aku kurang menyukai ibuku? Dia kadang bisa sangat jahat, egois, dan tidak peduli pada anak gadisnya. Wanita itu justru membawa lelaki baru, memintanya berkenalan denganku, "Calon ayahmu," katanya.

Hatiku hancur, baru kali ini aku merasa begitu terpuruk sampai-sampai ingin mencabuti syaraf-syaraf leher sendiri. Orang tuaku bercerai, ibuku memiliki kekasih baru, nenek satu-satunya yang mengerti aku sudah menghilang. Apa lagi yang bisa lebih buruk dari ini? Sekarang aku merasa bersalah sudah membentaknya.

Pagi tadi dia berusaha menegurku dari depan pintu kamarku. Aku menguncinya dari dalam, membiarkannya pergi bekerja dengan pacarnya, seperti biasa. Kujauhkan semua hal yang bisa membuat pikiranku semakin negatif, seperti ponsel dan foto-foto keluarga.

Masa liburanku akan berakhir hari Jumat, tetapi hari Sabtu libur. Kesimpulannya, aku akan kembali masuk sekolah Senin depan. Waktu libur lima hari terlalu lama untukku yang tidak betah di rumah.

Nah, begitu ibu pergi, aku langsung menghambur dapur dan membuat sarapan. Enzim di perutku sudah adu mekanik sejak malam. Aku memang tak begitu pandai memasak, tetapi setidaknya masih bisa sedikit-sedikit dan sudah terbiasa.

Tengah hari, waktu terasa merayap lambat, seolah aku berada di planet lain kebalikan dari film Interstellar. Di kamar, sungguh aku mirip mayat yang tergeletak di bawah cahaya matahari menembus jendela. Percayalah aku belum mandi sejak kemarin sore.

CANDALA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang