Bonus chapter🍂; Kita mulai semuanya dari nol.

61.2K 7.2K 2.6K
                                    

Sebelum lanjut baca, saran dari aku kalian harus sambil dengar lagu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebelum lanjut baca, saran dari aku kalian harus sambil dengar lagu. Lagu apapun itu, asalkan lagu yang melow.
Supaya feel-nya dapat.

saran aku, dengar lagunya
Khai Bahar - Luluh aja, soalnya pas nulis aku denger lagu itu juga, hehe.

Happy Reading!


Tidak seperti biasanya, malam ini angin berhembus kencang seiringan dengan derasnya hujan sejak sore tadi. Seakan-akan langit juga turut merasakan kesedihan yang sedang Aji rasakan malam ini, dimana dari beberapa menit lalu, laki-laki itu masih setia duduk sembari memeluk lututnya sendiri di dinginnya teras rumah.

Dalam setiap kedipan matanya, Aji merasakan tetesan air keluar begitu banyak dari sana, membiarkan perasaan sesak itu singgah lebih lama dalam relung hatinya.

Hanan sudah dikebumikan sore tadi. Saat dimana Wisnu menjadi orang yang turun ke dalam liang lahat untuk mengadzani jenazah adiknya. Suaranya bergetar, begitu menyakitkan untuk didengar oleh siapapun, tak terkecuali Aji.
Bocah yang kini masih menggunakan setelan koko putih dan sarung cokelat di teras rumah itu tak hentinya terisak, tangisan nya bahkan bisa terdengar jelas di telinga Jason.

Hal yang paling menyakitkan adalah ketika dimana Jason mendapati bocah itu menangis sembari menatap sandal swallow milik Hanan yang tersimpan di sisi tembok dekat pot bunga. Sesekali tangannya bergerak hanya untuk menyentuh sandal yang terakhir kali Hanan pakai siang tadi, sebelum raganya terkulai lemas di sujud terakhir.

Tapi tak lama setelahnya, Bian datang dengan langkah tidak bertenaga. Kelihatan begitu jelas ekspresi wajah itu menggambarkan bagaimana perasaannya sekarang. Tangisan Aji sempat berhenti untuk beberapa detik, tapi selepas mendapati Bian duduk dan langsung memeluknya, tangisan Aji lagi-lagi kembali pecah.

Tidak ada percakapan apapun, keduanya masih diselimuti sunyi, diiringi suara pilu dari mulut Aji dan tetesan air hujan yang mendarat secara kasar pada atap rumah.

Sedangkan disini, Wisnu merasakan lututnya mendadak lemas, perasaan sesak langsung menguasai dadanya ketika tangan itu membuka pintu kamar Hanan. Hal pertama yang bisa Wisnu lihat adalah tabung oksigen di samping tempat tidur, masih tergeletak di atas kasur hoodie abu milik Hanan, serta gelas kecil pemberiannya waktu itu–tertata rapih bersama obat-obatan di atas meja samping ranjang.

Wisnu menoleh ke samping hanya untuk mendapati bi Ama menangis tersedu-sedu sembari bersandar pada tembok pintu. Perempuan paruh baya itu seolah dihantui oleh bayang-bayang Hanan yang sedang menyambutnya dengan senyuman. Senyuman yang terakhir kali bi Ama lihat pagi tadi sebelum Hanan pamit untuk pergi.

“Rumahnya sudah bibi bereskan, banyak sekali tamu yang datang, Hanan..”

Air mata itu semakin deras jatuh mengenai kulit pipinya yang sempat Hanan cium tadi pagi. Mungkin sebagai tanda kalau itu adalah hadiah terakhir yang bisa Hanan berikan untuk bi Ama.

Tinta Terakhir ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang