Halaman kedelapan belas🍂; Berjuang sedikit lebih lama

39K 6.3K 708
                                    

Happy Reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Happy Reading!


Kalau bisa, Hanan tidak akan pernah mau pagi ini berakhir begitu saja sebab rasanya baru hari ini ia bisa merasakan bagaimana sarapan bersama dengan Ayah dan Bunda sekaligus. Padahal jika diingat-ingat, terakhir kali Hanan sarapan bersama saat umurnya masih menginjak 10 tahun, yang mana disitu bunda juga belum terlalu sibuk seperti sekarang.

“Makasih..”

Seketika fokus Jason dan Nindy langsung terarah pada Hanan yang tengah menunduk dengan senyuman kecil di bibir pucat nya.

“8 tahun Hanan nunggu momen ini.”

Masih belum mengerti apa maksud dari ucapan putranya, Nindy ikut tersenyum sembari mengusap lembut kepala Hanan.

“Terakhir sarapan bareng ayah sama bunda waktu Hanan kelas 4 SD.” kemudian Hanan mengangkat wajahnya sembari menatap ke arah sang bunda, “Makasih karena udah bersedia menyisihkan waktunya ya, bun.”

“Ayah juga.” lanjut Hanan setelah fokusnya berpindah pada sang ayah, “Makasih banyak untuk waktunya, dan untuk semuanya yang udah ayah kasih buat Hanan.”

“Termasuk rasa sakit.” batin Hanan berucap lirih saat mengingat bagaimana luka baru di hatinya selalu bertambah karena ayah.

Setelahnya tidak ada percakapan apapun, kecuali bunda yang saat itu langsung membalas ucapan Hanan dengan tutur katanya yang selalu lembut dan sukses membuat hati Hanan menghangat. Berbeda dengan ayah yang malah membuat nafsu makan Hanan hilang detik itu juga, saat dimana ia mulai membahas nilai dan ujian sekolah.

Padahal dari semalam Nindy sebisa mungkin menahan tangis ketika melihat bagaimana Hanan tidur sembari meringis kesakitan, tidak ada sedikitpun terpikirkan untuk menuntut atau bahkan membebani Hanan dengan nilai tinggi seperti apa yang Jason mau.

Dan sebenarnya dari beberapa menit lalu juga Nindy sudah melarang Hanan ikut sarapan bersama di meja makan, takut kalau-kalau Hanan tidak kuat untuk duduk terlalu lama. Tapi dengan senyuman paling cerah yang sengaja Hanan tujukan untuk Nindy, membuat perempuan itu selalu tidak mampu menolak keinginannya.

“Bentar lagi ujian sekolah, kamu harus banyak istirahat dan belajar.”

Entah, rasanya kalau mendengar kata 'ujian' dan 'belajar', tubuh Hanan gemetar, takut jika dirinya malah mengecewakan ayah atau bahkan yang paling parah adalah membuat ayah marah seperti sebelum-sebelumnya, ketika Hanan mendapatkan nilai dibawah ekspektasi ayah.

“Denger ngga ayah ngomong?” selalu seperti itu, Jason selalu mengintimidasi Hanan dengan pertanyaan seperti itu. Pertanyaan yang ditemani dengan nada sarkas sekaligus suara yang berat.

Tanpa berani membalas tatapan Jason, Hanan mengangguk walau sebenarnya ia juga tidak terlalu yakin dengan kondisinya sekarang. Tapi dalam hati Hanan selalu berjanji pada dirinya sendiri untuk membahagiakan ayah meski hanya satu kali seumur hidup nya. Mendapatkan peringkat satu adalah jalan yang Hanan pilih, mau sekalipun nyawa menjadi taruhannya, Hanan tidak peduli.

Tinta Terakhir ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang