Halaman kesebelas🍂; Maaf karena merepotkan Ayah.

49.8K 7.5K 1.2K
                                    

Happy Reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading!

Tidak salah jika sekarang Wisnu, Aji dan Bian masih sama-sama bungkam setelah mendengar penuturan Hanan beberapa detik yang lalu tentang penyakitnya yang beberapa bulan belakangan ini selalu menghantui. Sebab kini wajah Hanan benar-benar pucat saat setelah ia mengubah posisinya menjadi duduk, bersiap untuk segera pulang karena jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Untungnya di luar hujan sudah reda, hanya ada angin malam yang terus berhembus kencang sampai beberapa daun ikut berterbangan ke sana-ke mari.

Dengan perasaan campur aduk, Wisnu menatap Hanan dengan tatapan yang sulit diartikan, bahkan sisa air mata pun masih bisa Hanan lihat di sudut matanya.

"Abang antar pulang, ya? Biar abang jaga kamu." begitu katanya setelah ia usap kepala Hanan dengan penuh kasih sayang.

Tidak bohong kalau sekarang Wisnu benar-benar merasa bersalah setelah melihat keadaan Hanan yang seperti ini. Hatinya ikut sakit saat bibir Hanan mengucapkan kata 'sakit', atau bahkan hanya karena melihat wajahnya saja hati Wisnu bisa berdenyut perih.

"Abang antar sampai rumah. Ngga masalah kalau abang harus di marahin habis-habisan sama ayah kamu, abang ngga akan biarin adek abang pulang sendirian." kali ini Wisnu menekankan setiap kata yang ia ucapkan, seolah tidak mau menerima penolakan dari si lawan bicara.

Mendengar itu Hanan hanya bisa tersenyum kecil, Wisnu selalu bisa membuat Hanan merasa aman, membuat hati nya menghangat hanya dengan kehadirannya.
"Hanan udah besar, bang, udah delapan belas tahun, udah punya SIM sendiri, udah bisa berdiri tanpa bantuan siapapun. Hanan ngga mau merepotkan abang, udah cukup Hanan nambahin beban pikiran abang karena kasih tahu tentang penyakit Hanan, dan sekarang Hanan ngga mau kalau hati abang malah semakin sakit denger ucapan-ucapan ayah nanti kalau sampai abang antar Hanan pulang."

Kini matanya ia arahkan pada Bian dan Aji bergantian dengan senyuman yang masih terpancar di bibir pucat nya.
"Titip abang, ya? Jangan sampai senyumannya dibiarkan hilang." kemudian Hanan usap pundak Bian dan Aji, "Pulang dulu ya, makasih untuk kehangatannya."

Dengan segera Hanan beranjak meski tubuhnya sedikit sempoyongan menahan sakit di kepalanya. Tanpa mau menoleh dan kembali menatap Wisnu yang masih mematung di tempat, Hanan langsung melangkahkan kakinya menuju motor yang terparkir di samping rumah setelah berhasil menggunakan sepatunya.

Tapi tiba-tiba saja tubuh Hanan membeku saat Wisnu berlari dan mendekap tubuhnya malam itu. Di bawah langit malam Wisnu menumpahkan seluruh air matanya dalam pelukan sang adik, ia usap kepala Hanan dengan lembut sembari terus mengucapkan kata maaf yang terkesan menyakitkan di telinga Hanan.

"Maaf, Nan.. Maaf karena kamu harus ngerasain ini semua, maaf karena abang ngga bisa lindungin kamu, ngga bisa merawat kamu lagi kaya dulu.."

Tinta Terakhir ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang