Halaman keduabelas🍂; Bisa sembuh, kan?

48.2K 7.4K 1.6K
                                    

Happy Reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading!

Sekitar jam setengah sebelas malam, Hanan dan Jason baru menginjakkan kakinya di rumah setelah Jason
memutuskan untuk membawa putranya ke rumah sakit selepas melihat secara langsung bagaimana Hanan menggeliat menahan sakit dihadapannya.

Dokter bilang kalau Hanan sudah melewatkan masa pengobatan selama 2 minggu lama nya, sebab OAT tidak bisa dihentikan begitu saja, karena dengan begitu Hanan harus menjalani pengobatan dari awal kembali. Dan itulah mengapa Jason benar-benar terlihat sangat marah sekarang, apalagi ketika tahu alasan Hanan tidak melanjutkan jadwal minum obat yang sudah dokter anjurkan beberapa bulan lalu.

Dengan tatapan tajam, Jason menatap Hanan yang kini tengah berbaring di atas kasur nya. Tanpa bisa melakukan apapun Hanan hanya menundukkan pandangan, berusaha menghindari tatapan sang ayah yang selalu sukses membuat jantungnya berdetak tidak karuan.

“Kenapa baru bilang?” suara berat itu akhirnya terdengar begitu jelas di telinga Hanan, sampai akhirnya Jason kembali bersuara. “Kalau dari awal kamu bilang sama ayah, mungkin keadaan kamu ngga akan separah ini.”

Hening, Hanan masih belum bisa menjawab pertanyaan sang ayah, sebab bibirnya selalu kelu ketika mendengar suara berat dan tinggi yang ayah lontarkan untuk nya, apalagi dengan situasi seperti sekarang. 

“Kalau udah begini, keadaan kamu malah menghambat kegiatan belajar, Hanan. Kalau aja dari awal kamu jujur, kamu ikuti perintah dokter untuk minum obat secara rutin, mungkin rasa sakitnya ngga akan separah sekarang.” ucap Jason dengan nada suara yang bisa Hanan dengar semakin meninggi.

“Maaf, Yah.. Hanan cuma ngga mau merepotkan ayah.” Suara Hanan terdengar begitu tidak bertenaga di balik masker oksigen yang beberapa jam lalu sengaja Jason belikan, sebab katanya setiap malam Hanan tidak bisa tidur karena menahan sesak.

“Dari dulu memang sudah merepotkan, baru sadar?” masih dengan nada bicara yang tinggi, Jason mengucapkan kalimat yang berasil menusuk hati putranya.

“Coba ayah tanya, apa alasan kamu ngga mau minum obat, hm?”

Alun-alun Hanan mengangkat kepalanya, berusaha memberanikan diri menatap wajah berkeringat sang ayah.
“Mual, Yah.. Hanan ngga kuat.”

Setelah mengucapkan itu Hanan hanya bisa menundukkan pandangan kembali, sebab ia tahu jawaban seperti itu hanya semakin membuat sang ayah kesal. Berbeda dengan Hanan, laki-laki paruh baya itu malah semakin menatap sang anak dengan tatapan nyalang.
“Mulai dari sekarang, kamu minum obatnya tanpa harus ayah paksa. Kalau sakit atau mual, tahan, itu efek samping dari obat, jangan manja, kamu ini laki-laki, Hanan.”

Lantas kemudian beranjak setelah berhasil merapikan kemejanya yang sedikit kusut.
“Kalau sesak, kompres sesuai saran dokter tadi, jangan ditahan dan dibiarkan sakitnya semakin parah.”

Mendengar penuturan ayah, Hanan hanya bisa mengangguk bersama senyuman yang ia berikan untuk ayah sebagai rasa terimakasih karena sudah mau mengantarnya ke rumah sakit, dan sudah bersedia membelikannya tabung oksigen serta isinya untuk beberapa minggu ke depan.

Tinta Terakhir ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang