Halaman kedua🍂; awal

139K 15.4K 849
                                    

Happy Reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading!

Berisik nya suara anak-anak yang tengah bermain di halaman rumah sore ini seketika berubah menjadi hening ketika Ibu panti memberi tanda untuk segera masuk ke dalam rumah karena suatu hal. Hanan yang semula tengah bermain pasir dengan Wisnu, harus berlari kecil sebab jika terlambat, Ibu panti bisa marah. Di situ tangan Wisnu semakin mengeratkan genggamannya pada tangan sang adik, setelah tahu apa maksud dari Ibu panti saat menyuruh anak-anak untuk cepat masuk.

Hanan kecil di samping Wisnu pun menoleh, ia tatap manik sang kakak saat tangannya tiba-tiba saja di genggam begitu erat.

“Kenapa, bang?” suara bisikan itu langsung membuat Wisnu menggeleng dengan senyuman di bibirnya.

“Hanan sembunyi di sini mau, ngga?” jari telunjuk Wisnu menunjuk dadanya sendiri, “Abang peluk.”

“Peluk?”

Wisnu mengangguk,
“Iya, jangan sampai Hanan kelihatan sama mereka.” lagi, telunjuk Wisnu bergerak, menunjuk sepasang suami istri yang sedang bercengkrama di depan sana dengan Ibu panti.

“Abang ngga mau pisah.”

Seketika Hanan paham, bocah laki-laki berumur 6 tahun itu langsung menyembunyikan wajahnya di sana, membiarkan Wisnu memeluknya seerat mungkin.

“Hanan juga ngga mau pisah sama abang.” tangan Hanan bergerak, memeluk pinggang sang kakak dengan sangat erat sembari memejamkan matanya. Sebab jujur saja, bukan hanya Wisnu yang takut kehilangan, tapi dirinya juga.

Tidak ada jawaban, Wisnu seketika membeku saat Ibu panti menunjuk ke arahnya dengan sang adik. Dan jujur, jantung Wisnu mulai berdetak tidak karuan ketika Ibu dan sepasang suami istri di depan sana mulai mendekat, mereka terlihat pamerkan senyum merekah pada Wisnu. Sedangkan Wisnu malah semakin erat memeluk daksa sang adik sembari memundurkan tubuhnya perlahan.

“Jangan bawa adek..”

“Haloo..” perempuan cantik di hadapan Wisnu alun-alun menundukkan tubuhnya, menyamakan tingginya dengan Wisnu.

Lagi-lagi wisnu tidak mengeluarkan suara, bocah laki-laki berumur satu tahun lebih tua dari Hanan itu malah menundukkan kepalanya sembari berbisik pada telinga sang adik.

“Hanan.. Lepas aja.”

Namun bukannya dilepas, justru Hanan dengan cepat menggeleng dan semakin mengeratkan lingkaran tangannya di pinggang Wisnu.

“Ngga pa-pa..” alun-alun Wisnu melepaskan lingkaran tangan Hanan di pinggangnya.

Setelah pelukan itu dilepas sepenuhnya, Hanan alun-alun mendongak, ia tatap manik kecoklatan wanita paruh baya di hadapannya. Seketika tangan mungil itu kembali bergerak, menggenggam kuat tangan sang kakak yang ternyata turut menggenggamnya juga.

“Hai.. Hanan, ya?”

Mendengar itu, Hanan mengangguk pelan sembari menyembunyikan wajahnya pada bahu sang kakak.

“Ngga pa-pa sayang.. Tante ngga jahat.” tangan halus itu tanpa izin mengusap lembut puncak kepala Hanan. “Hanan mau mainan, ngga? Tante punya banyaaaakkk banget mainan di rumah.”

Bocah laki-laki berumur 6 tahun itu alun-alun mulai mengangguk sebelum mendongak dan menatap iris hitam milik sang kakak,–meminta persetujuan.
Di situ Wisnu sebisa mungkin tersenyum, ia mengangguk seakan memberi kode bahwa itu bukan sesuatu yang buruk.

“Hanan mau?”

Lagi, Hanan mendongak, ia tatap manik sang kakak yang ternyata tengah menatapnya juga.
“Boleh?”

Wisnu perlahan mengangguk walaupun hatinya tidak mengizinkan hal itu terjadi. Sebab mau bagaimana pun Wisnu tidak mau berpisah, ia hanya punya Hanan. Lalu jika Hanan pergi, Wisnu dengan siapa? Bocah laki-laki itu bahkan tidak memiliki satu pun keluarga selain Hanan.

“Mau.”

Dan ya, setelah Hanan mengucapkan itu hati Wisnu mendadak sakit, air matanya berlomba-lomba untuk keluar meski mati-matian sudah Wisnu tahan.

“Boleh 'kan, bang?” senyuman di bibir Hanan seketika membuat Wisnu ikut tersenyum meski rasanya begitu sakit.

Wisnu tidak menjawab, ia masih setia menggenggam tangan sang adik sebelum genggamannya tiba-tiba dilepas paksa oleh perempuan itu. Melihat Hanan berada dalam pelukan perempuan di hadapannya membuat hati Wisnu sakit dicampur bahagia. Iya, sakit sekali ketika dunianya harus diambil oleh manusia yang menyamar menjadi orang tua, dan bahagia saat Hanan sudah menemukan seseorang yang akan merawatnya penuh kasih sayang.

Dan sore itu ternyata adalah hari terakhir Wisnu bertemu dengan Hanan, adik laki-laki satu-satunya yang Wisnu sayang, keluarga satu-satunya yang Wisnu punya. Setelah matanya tiba-tiba saja terbuka pukul lima subuh, tak sengaja manik Wisnu menemukan secarik kertas pada bantal yang sebelumnya Hanan tempati. Tanpa basa-basi Wisnu ambil dan baca tulisan tidak rapi yang sengaja Hanan tulis sebelum ia pergi meninggalkan sang kakak.

Air mata dari pelupuk mata Wisnu alun-alun jatuh, ia baca pelan-pelan tulisan tangan Hanan yang bahkan terlihat begitu acak-acakkan. Mana mungkin Wisnu bisa hidup sendirian tanpa bocah itu, sedangkan Hanan adalah segalanya bagi Wisnu. Bodoh, seharusnya kemarin Wisnu egois sekali saja, seharusnya ia larang Hanan untuk ikut bersama orang-orang itu.

“Hanan.. Maafin abang ya..”




















***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

do'ain semoga ngga macet di tengah jalan yaaㅠㅠsoalnya aku rada ngga percaya diri sama book iniㅠ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


do'ain semoga ngga macet di tengah jalan yaaㅠㅠ
soalnya aku rada ngga percaya diri sama book iniㅠ.ㅠ


ㅠ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tinta Terakhir ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang