Halaman keempat belas🍂; Gelisah yang membuncah.

45.7K 6.5K 692
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Happy Reading!


Kalau ditanya kenapa langit malam kelihatan lebih indah dibandingkan dengan langit-langit lainnya, Aji ternyata punya jawaban unik tersendiri yang selalu bisa membuat gelak tawa Bian terdengar. Setelah beberapa menit lalu mereka duduk di depan teras rumah, Aji masih sibuk menatap hamparan awan gelap yang selalu sukses membuatnya menerka-nerka apa saja yang ada di balik indahnya gumpalan hitam seperti permen kapas itu.

“Langit katanya ada tujuh tingkatan.” masih pada fokusnya, Aji semakin hanyut ke dalam imajinasi yang ia buat sendiri.

“Langit kedua bisa aja dihuni sama makhluk yang belum pernah kita lihat kan, bang?”

Tidak ada jawaban, Bian sibuk merapikan handuk kecil dan baskom yang ia gunakan untuk mengobati luka Wisnu beberapa menit lalu. Sedangkan Wisnu masih setia menatap Aji yang tengah sibuk membentuk telunjuk dan ibu jarinya menjadi sebuah kamera persegi panjang yang ia angkat tinggi-tinggi sembari menyipitkan salah satu matanya.

“Contohnya alien.” kemudian pemuda yang masih asik berbaring di dinginnya teras rumah, menoleh hanya untuk mendapati Bian yang masih sibuk dengan barang-barang di atas meja.

“Abang ingat Jadu? Yang ada di film koi mil gaya?” katanya, kemudian telunjuknya di arah kan pada bintang paling terang di atas sana.
“Nah, bintang paling terang itu bisa aja si Jadu.”

“Kalau Aji ketemu Jadu, boleh dibawa pulang ke rumah, bang?” pertanyaan paling aneh yang pernah Bian dengar kini sukses membuat hembusan napas panjang terdengar jelas.

Bian kembali bersandar pada dinding dengan tatapan tidak percaya yang sepenuhnya di arah kan pada Aji.

“Jadu apa, sih?”

Aji berdecak sebal, padahal dulu Bian sempat ikut menyaksikan film itu di warung saat mereka tengah beristirahat setelah seharian penuh mengamen.
“Itu loh yang ubun-ubun nya warna kuning, masa lupa.” 

Terlihat Bian menyipitkan mata nya, seperti sedang berusaha mengingat film apa yang tengah Aji bicarakan.
“Abang tahu nya si preketek. Alien yang ada di film UFO.”

“Yang mana?”

“Itu si cecep yang rambutnya bertanduk.”

Segera tawa berat milik Aji terdengar jelas, sesaat setelah suara tawa Wisnu terdengar lebih dulu menyapa telinga Bian. Entah apa yang salah, tapi hanya dengan mendengar percakapan yang Aji dan Bian suguhkan bisa membuat Wisnu merasakan kehangatan yang begitu besar.

Tinta Terakhir ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang