Tinta Terakhir ✔

Halaman ketujuh🍂; Tolong rahasiakan.

Happy Reading!

Sudah jam dua belas padahal, hujan juga turun lebih deras dari satu jam lalu selepas ayah marah. Tapi di sini Hanan masih berusaha sebisa mungkin menghapal materi untuk besok ulangan harian bahasa indonesia. Tidak bohong, air mata Hanan juga jatuh semakin deras, tak kalah deras dengan air hujan yang jatuh secara kasar pada atap kamar Hanan malam ini.

Kemampuan manusia itu berbeda-beda. Hanan punya cahaya sendiri untuk bersinar, tidak perlu menyamakan cahaya nya dengan orang lain. Tapi sayangnya ayah tidak peduli akan hal itu, yang ayah mau cahaya Hanan harus lebih terang dibandingkan dengan yang lain, mau bagaimana pun keadaannya, ayah tidak peduli.

Padahal jika saja ayah tahu bagaimana perjuangan Hanan untuk membuat ayah bangga, bagaimana Hanan berusaha sekeras mungkin walau lagi-lagi semangat nya harus dipatahkan oleh ucapan ayah sendiri, dan bagaimana cara Hanan menyembunyikan rasa sakitnya selama ini. Mungkin kah ayah akan merubah sikapnya? Atau malah semakin egois?

Tolong beri satu kali saja keadilan, Hanan lelah kalau harus memaksakan diri seperti ini.

Dari tadi, tak hentinya Hanan mondar-mandir hanya untuk mengisi kembali air minum dalam gelas, sebab dari satu jam lalu ia terus batuk-batuk bersamaan dengan darah yang keluar dari mulut. Hanan juga sudah menghabiskan sekitar lima tisu yang digunakan untuk menyeka darahnya.

Sembari menepuk dada sesekali, Hanan meraih buku diary kecil miliknya dari dalam laci. Kemudian ia tulis beberapa kata di dalam sana, salah satunya dikhususkan untuk ayah dan rasa lelahnya.