winterinnight : [Girl In The Window]

1.2K 83 4
                                    

Song: Girl In The Window by Bruno Mars

...........................................................................

/Staring from my room I see them
Holding hands wish I could be them
Lovers doing what we use to do
(But I'm stuck here alone)
That's the way it's been here lately
You're too busy now to save me
Feels like you forget I'm waiting for you/

Tetesan air hujan kali ini menemaniku yang hanya diam sendiri di dalam kamar bernuansa hijau. Aku sengaja meletakkan kursi malas bermotif kotak-kotak di depan jendela yang langsung menghadap jalan raya agar bisa melihat siapa saja yang melewati rumahku. Sebenarnya, tepat di seberang jalan raya terdapat taman dengan kolam berisi ikan mas yang dulu sering kuberikan makan tiap aku melewatinya. Taman kota yang memiliki banyak kenangan itu sekarang semakin ramai, tapi tidak untukku yang hanya bisa merasakan kesendirian saat ini.

Hanya dari balik jendela, aku bisa melihat wajah pasangan yang berbeda-beda tiap harinya. Mereka bercanda, tertawa lepas, atau bersiteru selama beberapa detik tetapi kemudian kembali melemparkan senyum atau pelukan menenangkan. Begitu banyak pasangan kekasih yang menurutku sangat manis, membuat ingatanku terlempar ke enam bulan yang lalu. Saat di mana ia masih seringkali ikut duduk bersamaku di sini. Kami lebih senang duduk memerhatikan jalan daripada berada di luar selama berjam-jam.

"Mau makan? Ibu sudah menyiapkan spaghetti kesukaanmu," suara merdu Ibu membuatku menoleh, mendapatinya berdiri di ambang pintu kamarku.

"Sisakan untukku saja, Bu. Nanti aku akan turun ke bawah," ucapku singkat seraya tersenyum kecil.

Lagi-lagi senyum berat itu tercetak jelas di wajah Ibu, membuatku semakin yakin kalau bukan hanya aku yang satu-satunya tersakiti. Kalau aku sakit karena seorang laki-laki yang tiba-tiba saja hilang seperti ditelan bumi, Ibuku merasakan pedih berkali lipat karena melihat anaknya belum bisa tersenyum tulus sepenuh hati. Aku yakin sekali Ibu bisa melihat kesedihan dalam sorot mataku.

"Ibu tunggu kamu di bawah, ya," Ibu berjeda, suara yang penuh penekanan itu memiliki arti bahwa kata-katanya bukanlah permintaan, melainkan perintah. "Ada yang ingin Ibu dan Ayah bicarakan denganmu."

¤ ¤ ¤

"Kapan kamu akan mulai mencari pekerjaan?"

Pergerakanku menggulung mie di garpu terhenti ketika Ayah memulai pembicaraan serius di tengah makan malam kami yang hening. Agak ragu, aku mengangkat wajah dan mendapati ekspresi keras Ayah yang memandangku penuh dengan sorot meminta kejelasan.

"Aku mencari," sahutku singkat kemudian memasukkan gulungan spaghetti tadi ke dalam mulutku.

"Mencari bayangan lelaki itu dari balik jendela?"

Pernyataan Ayah hampir membuatku kehilangan nafsu makan, tapi aku berusaha tetap berada di meja makan karena Ibu memandangku dengan sorot penuh harap.

"Ayah, aku tahu dia akan kembali."

"Dia sudah meninggalkanmu sejak enam bulan yang lalu."

"Dia pergi untuk masa depan kami, Yah."

"Jangan membohongi diri sendiri, Ari. Di kota besar, banyak sekali gadis yang jauh lebih cantik dan lebih pintar darimu. Ayah yakin dia sudah menemukan masa depannya dengan wanita lain."

Mataku memanas mendengarnya. "Tak bisakah Ayah sekali saja mendukung hubunganku dengannya?"

"Ayah tak bisa," ia menggeleng. "Ayah tahu apa yang terbaik untukmu."

Pandangku beralih pada kedua tangan yang sudah terkepal di atas paha. Amarahku memuncak, rasanya ingin sekali berteriak "Ayah mungkin tahu apa yang terbaik untukku, tapi Ayah tak tahu apa sumber kebahagiaanku!", tetapi aku tidak akan melakukannya. Pria paruh baya ini adalah orang tuaku. Aku tak boleh bersikap tak sopan padanya.

"Aku sudah selesai makan," kuputuskan untuk meneguk air mineral tanpa menghabiskan makan malamku, kemudian menaiki tangga dengan perasaan campur aduk.

¤ ¤ ¤

Hei ..., kamu pasti kembali padaku, kan? Kamu sudah berjanji setelah menikah nanti, kita akan membangun rumah dengan kolam ikan mas di sampingnya. Dan juga, aku ingin ada jembatan kecil yang melewati kolam itu agar aku bisa menatap puas ikan-ikan yang kita rawat bersama.

Aku tersenyum kecil membaca salah satu kalimat di lembaran buku diary yang kutulis tiap hari.

Apa kamu pergi jauh dan sengaja tak memberiku kabar, karena tahu aku akan terus menunggu dengan hati yang takkan berubah? Kamu tahu betul, cinta ini akan terus hadir meski aku menyadarkan diri ribuan kali akan kepergianmu yang tak kuketahui kepastian kembalinya.

Ah, apa yang dilakukannya di sana selama tak bersamaku?

Kamu tak tahu kan, berapa banyak waktu yang kuhabiskan untuk duduk di depan jendela ..., berharap akulah orang pertama yang melihatmu pulang?

Aku mendongak menatap jendela kamar di mana masih ada kursi malas bermotif kotak-kotak berdiri tak berpenghuni di sana.

"Ari! Kita harus menjemputnya sekarang di bandara!"

Senyumku terbit begitu mendengar teriakan Kakak. Ini adalah hari pertamaku bertemu dengannya setelah sekian lama hanya memandanginya lewat foto dan berkomunikasi via telpon atau chat. Kubaca sekali lagi lembar terakhir dari diaryku kemudian tersenyum lebar. Kekecewaan itu masih ada, rasa kehilangan itu masih tertanam di sudut hatiku, tapi sekarang semuanya sudah terbalaskan dengan berbagai rencana masa depanku yang indah.

"Ayah," aku memeluk Ayah dari belakang, membuat beliau menoleh dengan senyum lebar. "Terima kasih atas segalanya."

"Ayah sudah bilang, Ayah tahu yang terbaik untukmu."

Aku mengangguk cepat, kemudian jalan beriringan bersamanya. Sekarang aku akan bertemu dengan pria pilihan Ayah, satu-satunya orang yang berhasil masuk ke dalam relung hatiku dalam rentang waktu yang cukup singkat. Aku menoleh ke belakang, mendapati diriku yang dulu tengah berdiri di balik kaca jendela kamar sembari tersenyum lebar dan melambaikan tangan. Lihat? Diriku yang lama ternyata juga menginginkanku untuk pergi dan keluar dari masa lalu. Masa di mana pikiranku hanya terpaku pada dirinya yang akan kembali, menghadang kenyataan bahwa ia takkan pernah datang lagi untukku.

Aku sadar telah kehilanganmu, bahkan sejak perpisahan kita kala itu. Meski berat untuk memulai yang baru, tapi aku tak bisa selamanya menunggu.

SongFict : LostWhere stories live. Discover now