_LeoNy_ : [The Graduation Day]

1K 70 5
                                    

Song : Graduation by Vitamin C

...........................................................

Kelulusan merupakan saat para siswa merasa bahagia karena bisa melanjutkan pendidikannya untuk mencapai tujuan hidup sekaligus menjadi saat-saat mengharukan. Saat aku mulai dewasa dengan umur 17 tahun, aku berpikir bahwa waktu tak akan pernah berubah. Masih berpikir bahwa segala hal akan tetap sama. Namun ketika aku meninggalkan tahun ini, aku tak akan bisa kembali. Tak ada lagi jalan-jalan bersama karena aku dan mereka di jalan yang berbeda.

Kulangkahkan kakiku mendekati mereka yang asik mencoret dan saling menandatangani seragam putih abu-abunya. Mereka sahabatku, Felix, Sean, Bobby dan Heater. Ada yang ingin kusampaikan, tapi aku masih ragu. Seseorang pernah mengatakan, "Jika kau ingin mengatakan sesuatu, katakanlah sekarang karena kau tak punya kesempatan di lain waktu." Perlukah kukatakan sekarang? Tidak, pasti akan merusak suasana menyenangkan saat ini. Katakan aku pengecut, aku hanya memeluk mereka satu per satu lalu pulang ke rumah tanpa mengucapkan sepatah kata.

"Kau yakin dengan keputusanmu, Nick?" tanya ibuku.

"Ya, aku... yakin," jawabku ragu.

Kulihat ibuku memejamkan matanya dan menghembuskan nafasnya agak keras. "Baiklah, itu keputusanmu. Ibu akan selalu mendukungmu."

"Terimakasih, Bu," ucapku pelan lalu memeluk Ibu dengan erat.

Memantapkan tekad, mungkin ini memang jalan terbaik untuk saat ini.

As we go on, we remember, all the times we had together.

Aku mulai membayangkan saat aku dan sahabatku mendapatkan pekerjaan besar dan menghasilkan banyak uang, pasti aku akan merindukan lelucon-lelucon yang pernah dilontarkan Felix, mengingat apa saja yang pernah dipelajari di sekolah, dan mencoba melanggar peraturan dengan bolos bersama Sean. Aku juga bertanya-tanya, apakah si bodoh Bobby akan menjadi pengusaha sukses? Dapatkah Heater mendapatkan pekerjaan yang tidak menyinggung kulit sawo matangnya? Hanya mereka yang bisa menentukan masa depannya, begitu juga aku.

Inilah saatnya memikirkan tentang hari esok. Apakah aku akan bertahan di luar sana? Kurasa pikiranku ini tak akan pernah berakhir. Dimana aku sudah menjadi pria dewasa, akankah bayang-bayang masa lalu terus mengikutiku? Akankah ingatan ini hilang ketika aku meninggalkan kota ini?

Kutarik koper besar yang ada di sebelah kiriku. Berjalan dengan perlahan melewati kerumunan orang di bandara yang luas ini. Suara langkah kaki di belakangku menandakan Ibu masih setia menemaniku. Itu tak bertahan lama saat aku sudah sampai di depan pintu keberangkatan menuju London, negara yang akan menjadi saksi kesuksesanku.

Aku hampir lupa, surat yang kutulis tadi siang masih ada di saku mantelku. Segera kukeluarkan surat itu lalu menitipkannya kepada Ibu.

"Bu, kalau sahabatku mencariku, berikan surat ini pada mereka," ucapku seraya menyodorkan amplop putih.

Ibu meraih amplop itu lalu menaruhnya di dalam tas yang sedari tadi tersampir di salah satu bahunya. "Kau tak memberitahu mereka?"

"Tidak, kuharap mereka mengerti," jawabku sekenanya. "Aku pergi dulu Bu, jaga diri baik-baik." Kupeluk erat Ibuku sekali lagi, hangat. Tak seperti orang-orang di sebelahku yang saling menitikkan air mata seakan-akan mereka tak akan bertemu lagi. Aku dan Ibu hanya tersenyum, kami yakin ini bukan perpisahan. Karena ini bukan tentang seseorang yang terpuruk karena kehilangan masa indahnya bersama sahabat dan keluarga, ini hanya kehilangan sesaat. Aku berpikir ini hanya lubang kecil dari hari kelulusan guna meraih cita-citaku, menjadi seorang pianis terkenal.

...
THE END

SongFict : LostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang