Kita Tidak Sendiri

10 2 3
                                    

Apa yang sebenarnya manusia mau? Emas? Mutiara? Lahan untuk bertani? Atau kuasa absolut suatu negeri? Mungkin semuanya... atau barangkali rasa ingin tahu? Kita selalu penasaran tentang kejadian belum pasti, ingin meraih mimpi dan hidup berdikari. Tak perlu gelisah harus tidur dimana, berlindung dibalik atap rumah kokoh saat musim salju tiba.

Aku mulai berpikir, apakah ini semua takdir? Lalu siapa gerangan, berani memaksa kita untuk terus berkelana di laut kehidupan? Bekerja dan menimba ilmu, jika akhirnya mati dan menjadi satu dengan semesta?

Selalu terngiang siratan-siratan pertanyaan ketika aku menikmati coklat, walau hanya sekelebat. Mungkin inti dari pengembaraan ini, membuktikan bahwa otak manusia tidak bisa berhenti sebelum mati, bahkan saat tidur pun kita masih terus bermimpi.

Lamunanku di teras belakang rumah siang itu, dengan pemandangan Gunung Pilatus-salah satu puncak pegunungan Alpen-seketika dikagetkan oleh gempa kecil sepersekian detik, menjatuhkan salju dari permukaan meja bundar di sebelahku, dan menggetarkan cangkir coklat hangat.

Terkejut dan sedikit penasaran, benarkah ini guncangan dari perut bumi? Atau tubuh yang belum makan dari pagi? Berpikir sejenak, sudah beberapa tahun silam media memberitakan gempa tak lebih dari dua skala richter. Namun sekarang bisa kupastikan lebih dari itu, mungkin tiga bahkan hingga lima, walau seumur hidup aku belum pernah merasakannya.

Deduksi akan situasi tak ayal memaksaku berdiri dari kursi kayu kesayangan. Mendekati rumah dengan pintu kaca, kugeser agar terbuka lalu masuk ke dalam. Televisi yang sedari pagi menyala, kuganti ke kanal berita. Belum ada yang menyiarkan, atau para reporter masih asik membicarakan perjanjian EFTA antar negara Eropa.

Alangkah mudahnya jika terdapat suatu teknologi dimana kita bisa mengakses informasi tanpa harus melihat televisi. Well, manusia mungkin akan membuatnya di suatu waktu, namun itu bukan bagianku. Sekarang saatnya mencari tahu ke sekitar rumah, apa yang sebenarnya terjadi.

Mengunci pintu belakang dan meninggalkan cangkir setengah terisi di luar, aku berbalik arah ke pintu depan. Di halaman, terlihat para tetangga sudah keluar rumah. Kucoba mendekati Pak Mattis, ia menoleh ke arahku dan menjelaskan bahwa warga belum mengetahui asal gempa. Mereka hanya tahu prosedur jika terjadi guncangan, baiknya merunduk di bawah meja atau keluar rumah.

Beberapa orang sudah kembali masuk saat Pak Mattis menyelesaikan perkataan. Akupun menyuruhnya untuk mengikuti para warga, karena suhu di bulan Desember tak baik untuk lelaki seumuran beliau, bahkan ia keluar rumah tanpa jaket karena tergesa-gesa.

Sendirian di trotoar sepi dengan salju menutupi, aku mulai menghargai sarung tangan pemberian nenek. Mereka bilang di buku fisika bahwa gesekan membuat panas, jadi aku melakukannya menggunakan tangan, sembari berjalan kembali ke rumah. Bersamaan terdengar sayup-sayup bunyi gerakan di semak belukar.

Rumahku paling ujung, dari sederetan bangunan di satu jalan panjang mengarah ke kota. Sedikit penasaran, aku cek beberapa kali, menggerak-gerakkan semak hingga seluruh salju turun, mengungkap rimbunnya daun, tapi tak kutemukan apapun. Kuputuskan untuk melangkah lebih jauh ke samping rumah, dan akhirnya memasuki hutan cemara.

Perlahan mendekati pohon-pohon rimbun, sengaja kupegang tangkai agar badanku tak menggulung jatuh ke bawah lereng. Tidak ada tanda-tanda makhluk atau hewan apapun, hanya suara dengungan serangga. Sedikit waspada, lantaran babi liar sering mendekat ke pemukiman akhir-akhir ini.

Kugerakkan badan kembali ke rumah, ingin rasanya meringkuk dibalik selimut tebal nan hangat, tapi aku terperanjat, saat sesosok hewan mengamati dari dekat. Setiap langkah kaki diikuti, seperti ingin memangsaku, bulu tebal layaknya kucing, namun jauh lebih besar. Tersirat kembali ingatan waktu kecil, saat kami diajarkan bahwa Lynx adalah hewan langka di Swiss. Jika melihat mereka di alam liar, sebisa mungkin tidak mendekati dan membiarkan mereka hidup.

Kilasan FantasiWhere stories live. Discover now