Perjanjian Lindisfarne

8 1 0
                                    

Sejauh mata memandang, luas tiada akhir, padang hijau bergoyang tertiup angin. Lereng bukit itu dihiasi sebuah gubuk beratap kayu, tembok dan cerobong bata terkikis waktu, dikelilingi fauna lembu.

Seorang wanita keluar dari gubuk, memastikan apakah hari itu hujan tidak turun. Ia menjinjing gaun lusuhnya, berjalan ke sebuah kandang kecil. Ayam-ayam di sekitar seperti terpanggil, berkerumun di kaki Sang Wanita.

Membuka pintu kandang, ia menghela nafas panjang. Lima telur pecah, hanya tersisa tiga lainnya yang masih utuh. Mengambil dua telur yang belum hancur, ia bergegas masuk ke gubuk. Percikan api melahap daun-daun kering di dalam oven tembikar, tangan kasar wanita itu mengambil wajan seraya memecah satu telur di atasnya.

Harum aroma masakan menyelimuti rumah Sang Wanita. Menyiapkan piring, sendok, serta sebuah guci keramik kecil, ia pun menuang kacang-kacangan hasil fermentasi dari dalam guci, menutupnya kembali dan menaruh telur mata sapi serta beberapa sosis. Saat ingin menyantap sarapan, tiba-tiba ketukan dari pintu mengagetkannya. Sedikit kesal, wanita itu membuka pintu dan dihadapannya, berdiri sosok laki-laki dengan tinggi hanya sedengkul. Raut muka terengah-engah dipenuhi rambut hitam brewokan, hanya mata dan sedikit tepi bibir saja yang tak tertutup rambut.

Sang Pria kerdil yang sedang berjuang menarik nafas itu pun berbicara, "Margaret... berapa kali harus kusampaikan? Alfred si burung hantu terbang membawa surat dan aku harus lari naik turun bukit hanya untuk memberitahumu hal yang sama?" Sang Wanita memutar mata tak percaya, ia tidak mempersilahkan masuk si kerdil ataupun berkata-kata.

Berjalan menjinjing gaun lusuhnya dengan kesal, wanita yang disapa Margaret itu keluar rumah mendekati sebuah kotak kayu di halaman, penuh surat layaknya tempat sampah. Ia mengetuk kotak itu dan seketika jatuh berserakan kertas-kertas berbagai warna. Pria Kerdil yang belum pulih dari rasa lelahnya berjalan sempoyongan ke arah Margaret, seperti bayi yang sedang belajar melangkah.

Sang Wanita terlihat sedang mengacak-acak tumpukan surat. Pria Kerdil berjalan mendekati Margaret, menepuk punggungnya dan berkata. "Sudah-sudah... aku mengalah. Baik jika kau tak mau ke kerajaan, tapi ini sudah panggilan ke berapa? Bantu aku Margaret... lupakan kejadian yang sudah berlalu, ini peringatan terakhir dari Ratu. Mungkin selanjutnya akan ada prajurit yang menjemputmu."

Margaret diam, menyingkap rambut emasnya sembari menghela nafas panjang. "Jika memang itu kemauan langsung dari Sang Ratu... namun bersediakah menunggu? Kau mengganggu sarapanku Dougal."

"Oh berkat para Dewa... selama apapun asal kau mau ikut." Dougal Sang Kerdil mengikuti langkah kaki Margaret ke dalam gubuk dan menunggu, bersandar di sebuah tiang penyangga depan perapian. Secepat kilat, Sang Wanita menghabiskan makanan sampai tak tersisa, meskipun Dougal sesekali melirik, Margaret sama sekali tak menawarinya walau hanya sebutir kacang.

Setelah mencuci alat makan, Sang Wanita mengikat rambut emasnya ke belakang, mengambil tas pinggang tenun yang ia buat sendiri, memasukkan sebuah kantong koin ke dalamnya, dan mengajak Dougal pergi ke istana di bawah bukit. Matahari mulai meninggi saat mereka berdua meninggalkan gubuk. Angin semilir meniup rambut dua orang itu yang melewati jalan setapak berbatu.

Di kejauhan, terlihat kota pelabuhan dengan hiruk-pikuk pedagang ikan serta pelaut, membawa kotak-kotak besar ke arah pasar. Ramai khalayak dari berbagai penjuru, busana nyentrik warna-warni, corak kulit gelap hingga terang. Orang-orang di kota ini tak semuanya nampak seperti Margaret, berbagai sosok pria dan wanita tinggi menjulang, kuping lancip dengan mata jernih.

Banyak yang persis seperti Dougal, kerdil-kerdil brewok wara-wiri, namun ada juga yang tanpa sehelai rambut pun di muka. Ya, mereka kerdil wanita, hampir semuanya mengepang rambut menjadi dua. Bangsa manusia, peri, dan kerdil sangat suka berkunjung ke kota ini. Pulau Lindisfarne, suaka tanpa diskriminasi, kecantikan bukit dan istana karang seakan menambah pesonanya sebagai pusat perdagangan bebas.

Kilasan FantasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang