Batasan Ilahi

10 2 0
                                    

Beranjak dari tidur siangnya, seorang wanita sempoyongan memakai jubah putih yang tergantung di sebuah kursi. Kalung label nama dipakainya sambil mengusap mata dan berkata, "pukul berapa ini..."

Seketika ia terperanjat kaget melihat jam tangan di pergelangan, merapikan berkas-berkas di atas meja, memakai kacamata bulat, mengambil tas selempang, berlari keluar laboratorium yang penuh dengan kabel-kabel dan komputer.

Setelah mengunci pintu, sang wanita berlari tergesa-gesa dari sebuah gedung antik dengan pilar-pilar besar. Kota New York saat itu dipenuhi dengan lampu terang, kesibukan orang-orang di sekitar dan mobil lalu-lalang tak dihiraukannya. Ia terus berjalan ke trotoar, melambaikan tangan ke kendaraan-kendaraan berseliweran. Akhirnya setelah menunggu beberapa detik, ia memasuki taksi yang menepi dan berkata, "Sixth Avenue."

Pengemudi taksi hanya mengangguk lalu menjalankan mobilnya, melalui keramaian, macet sana-sini, klakson berbunyi silih berganti. Si penumpang wanita sesekali melihat jam tangannya, menggerak-gerakkan kaki, dan akhirnya bermain ponsel untuk menahan kegelisahan.

"Sudah sampai Miss." Suara sopir taksi mengagetkan pandangan sang wanita dari ponselnya, ia pun berterima kasih, membayar tumpangan, dan beranjak keluar taksi. Berdiri di trotoar, sang wanita terlihat sedang menelepon seseorang. Beberapa menit berlalu namun ia masih belum pergi dari tempatnya berdiri. Melihat kembali jam di tangannya sambil berkata ke suara di balik telepon, "Old Mills? Oke tunggu sebentar."

Si wanita mematikan telepon lalu berjalan cepat menuju persimpangan jalan, ia menengok kanan-kiri, menyeberang setelah lampu merah menyala, dan masuk ke sebuah gedung tinggi. Ia memasuki pub bernuansa british, ramai sekali malam itu. Memesan Sazerac-campuran whiskey dan cognac- di meja bar, duduk sendirian sambil mengecek kembali ponselnya. Sebelum sempat menenggak koktail yang ia pesan, dari belakang terdengar teriakan. "Deepa! Sini ke meja!"

Wanita itu membalikkan badan, menoleh ke arah kerumunan. Ia melihat seorang laki-laki duduk sendirian di sebuah kursi kayu, menghadap ke meja kecil bundar. Melambai-lambaikan tangan, tak ada yang menghiraukannya selain sang wanita. Membenarkan posisi kacamata, si wanita mengambil koktailnya lalu berjalan menghampiri sang pria.

"Untung saja kulihat kau di sana, jam berapa katamu?" Sang pria bertanya ke wanita yang ia sebut Deepa. Seraya menaruh gelas dan tas selempangnya, Deepa duduk di kursi berseberangan dengan sang pria dan berkata, "00:30. Tapi aku membohongimu, sebenarnya masih jam sembilan besok pagi."

"Well, aku seharusnya tahu, tapi ya sudahlah. Sekarang bagaimana?"

"Oke, meneruskan tadi di telepon." Deepa mencondongkan badan mendekat ke si pria.

"Oh Hive Mind... lebah! Bee Movie?" Pria lawan bicara Deepa ikut mendekatkan kepalanya.

"James, serius lah sedikit. Neurotransmitter dari lab, aku membawanya di tas, untuk demo."

Pria yang disapa James tersebut menarik badannya mundur, menyilangkan tangan dan bersandar di kursinya. Deepa melihat sekeliling sebelum mengeluarkan sebuah benda bundar pipih seukuran satu koin perak. Ia mengambil sendok dari atas meja, mengisinya hingga penuh dengan cairan alkohol yang ia ambil dari tas, lalu membenamkan benda itu ke dalam cairan di sendok.

James sedikit mengangkat alisnya, melihat sekeliling dan berkata lirih. "Kau ingin melakukannya di sini?" Deepa tersenyum manis, melirik James dan menyahut pertanyaan yang dilontarkan temannya. "Apa kau takut? Masih ada satu lagi, kita harus coba sebelum jam sembilan besok."

Si pria kembali mendekatkan diri, berbisik ke Deepa. "Well, aku percaya padamu. Tapi di tempat seramai ini?"

"Bahkan lebih baik di 'tempat seramai ini'. Eksperimen konsentrasi, fokus kepadaku atau kau akan tetap mendengar percakapan orang-orang ini." Jawab Deepa sambil menaruh satu lagi benda pipih ke cairan alkohol.

Kilasan FantasiWhere stories live. Discover now