Sang Pemburu

6 2 0
                                    

Black Rock Piers terasa mencekam. Para bajak laut yang biasanya terhuyung-huyung di atas jalan batu berlumut, sudah tak terlihat di sekitar pelabuhan. Suara burung hantu dan gagak yang senantiasa menemani sinar bulan purnama pun tak terdengar. Berita tentang lepasnya Ella 'Devil's Charm' Shurman dari jeruji kastil menciutkan hati para pelaut, kriminal, penegak hukum, anak kecil... sebut saja semua makhluk penghuni Black Rock.

Tetapi terlihat satu sosok berdiri di sebuah dek kapal schooner, terombang-ambing ombak kecil, ia menenteng pistol Flintlock di tangan kanan, dan pisau Kerambit di tangan kiri. Sosok laki-laki yang mengenakan topi tricorne dan jubah hitam itu pun seketika turun dari kapal. Ia berjalan ke arah bangunan serta rumah-rumah di pelabuhan, mengetuk jendela dan pintu satu persatu, mengecek bar di pojok, namun tak ada tanda-tanda kehidupan.

Sela-sela gorden antik memancarkan terang lampu dari rumah yang tertutup, ketika sosok itu berjalan melewati salah satu jendela, terdengar ketukan dari dalam. "Sst... hei tuan, aku tahu siapa kau, bisakah aku meminta bantuanmu?" Tanya suara dari dalam rumah.

Si pria menoleh ke arah jendela, mendekatkan diri dan berkata. "Tergantung imbalan."

"Dua puluh keping emas serta ini, pusaka keluarga." Sahut suara dari jendela. Pria berjubah hitam mengetuk dari luar, jendela terbuka sedikit, muncul sebuah tangan laki-laki rapuh nan tua. Ia membuka kepalan tangan, lima keping koin emas muncul dari telapak.

"Lima keping, lalu sisanya akan kuberi saat membawakan putriku, ingat jika ia tergores walaupun hanya sekecil tusukan jarum tenun, akan kukurangi sepuluh keping." Ujar suara dari dalam rumah sembari menggerakkan lengan naik turun.

Si pria yang masih berdiri di luar jendela mengambil semua koin dari tangan yang menjuntai, menaruhnya di saku celana dan berucap, "bagaimana dengan pusakanya?".

Tangan keriput itu seketika ditarik, lalu muncul kembali suara dari jendela. "Oh tunggu sebentar, sebenarnya aku hanya ingin membuangnya karena tak berguna. Ambillah saja."

Beberapa detik berlalu dan si pria berjubah masih menunggu. Seketika suara geser jendela mengagetkan sang pria, dari dalam menjulur kembali tangan keriput menggenggam sebuah jam saku. "Cepat ambil, aku tak mau lama-lama membuka jendela, mereka bisa mengendus kami."

Sang pria dengan cekatan meraihnya, lalu membuka penutup jam. Jarum pendek menunjuk angka dua belas dan jarum panjang ke angka tiga, namun sama sekali tak ada pergerakan.

Ingin rasanya mengembalikan atau membuang jauh-jauh pusaka pemberian si lelaki tua. Pria berjubah itu menengok ke arah jendela, namun sayangnya sudah tertutup rapat, ia menimbang-nimbang sebentar, dan akhirnya memasukkan jam rusak tersebut ke sebuah tas kecil di pinggang. Kembali berjalan, ia menuju sebuah bangunan yang menjulang tinggi di atas bukit, seperti sedang mengawasi seluruh kegiatan pelabuhan di malam hari.

Sunyi senyap, hanya langkah kaki sang pria yang terdengar, menggema di gang dan koridor kota. Sekelebat bayangan hitam kadang muncul, mengikuti arah ke mana sang sosok pergi. Dengan langkah mantab, pria itu tetap tegar seperti tak terganggu oleh bayang-bayang yang mengikuti. Matanya tertuju ke depan, berjalan tegap nan lurus, hingga akhirnya sampai di sebuah gerbang besar tua.

Aksen gothic sangat kental terpancar dari gereja di balik gerbang. Beberapa patung gargoyle, malaikat kecil, dan relief-relief mengitari tembok katedral. Sang pria mendekat, pintu gerbang dikunci dengan gembok sebesar kepalanya. Ia meraih sesuatu dari pinggang, menodongkan Flintlock ke arah gembok, dan terdengar suara... Dor!

Kepakan sayap gagak yang bertengger di pohon-pohon halaman gereja mulai menggema, meninggalkan sarang mereka.

Sang pria berjalan masuk ke halaman, ketika asap masih mengepul dari pistolnya. Sedikit waspada, ia menundukkan badan sambil berjalan pelan menuju pintu depan. Di sekitarnya terhampar luas potongan-potongan pagar daun rapi, air mancur berada di setiap sisi. Bunga-bunga malam terlihat bermekaran di kanan-kiri, seperti menyambut kedatangan sang pria ke dalam katedral megah ini.

Kilasan FantasiWhere stories live. Discover now