Lari dan Sembunyi

17 4 6
                                    

Terengah-engah di dalam kabut tebal. Ia menoleh kanan dan kiri, pakaian compang-camping yang dikenakannya melambai-lambai, hanya menutupi bagian pinggang dan sebelah dada kiri. Yuta masih berlari, kencang layaknya cheetah menerkam mangsa. Ia pun dengan sigap menaiki sebuah pohon besar berlumut, primata lain kalah dengan kecepatannya.

Mulut Yuta manyun, bertengger di pucuk pohon rimbun. Suara ketukan terdengar seperti kode morse, keluar dari mulutnya. Seketika burung-burung beterbangan di sana-sini, pohon besar yang ia tumpangi bergetar kencang, seluruh isi hutan pun mengikuti.

Sang pria compang-camping kaget, melihat ke bawah, tak ada apapun yang muncul. Dari belakang, terjangan sekelompok monyet, simpanse, dan beberapa primata unik lain dengan kencang menabrak pohon Yuta. Ia pun tak ingin mati terinjak, mengikuti arah para primata berayun.

Penglihatannya terbatas, mungkin sekitar lima panjang lengan manusia yang berjejer. Ia menengok beberapa kali ke belakang, masih tak melihat apapun. Saat primata-primata lain mulai menyebar, Yuta bingung, tak tahu lagi harus berayun ke arah mana. Turun merosot menggunakan seutas akar pohon, ia memperlambat pergerakan, diam berdiri mencoba mengendus suasana, bahkan menjilat beberapa kali jari jemari, dan menempelkan tangan ke permukaan tanah.

Sesaat ia berlari kecil, ke arah kanan, memutar sedikit masuk ke semak-semak belukar. Dentuman dan gempa kecil yang sebelumnya terasa akhirnya berhenti. Telinganya mendengarkan gemericik air kecil, tanpa pikir panjang ia pun bergegas menuju sumber suara. Tak ayal, di sana terhampar bangkai pesawat terbang. Hancur berkeping-keping, tak terlihat seorang pun di sekitar.

Berlumut dan karatan, bangkai besi-besi itu usang dimakan waktu. Ingatan Yuta menajam, teringat saat ia masih di alam manusia, bercengkrama dan mengajari cara hidup di alam liar dari balik kursi empuknya.

Namun siratan memori itu sudah mulai pudar, beberapa kali memimpikan hal yang sama saat Yuta tertidur, terus menerus diulang, tak ada hal lain. Tiba-tiba suara lolongan terngiang keras, ia pun terpaksa menutup telinga, meringis kesakitan dan mencoba masuk di sela-sela besi tua, berlindung di bawahnya.

Suara-suara aneh lain terdengar, ia tak familiar dengan nada-nada tersebut. Di benaknya mungkin serasa tak asing, tapi tetap saja sekeras apapun ia ingin mendengar, tak dapat dimengertinya. Ia mulai memukul-mukul kepala, kembali memonyongkan mulut, menghembuskan nafas dan membuat kegaduhan layaknya monyet sedang lapar.

Berhenti sejenak dari kegilaannya, Yuta melihat kanan-kiri. Tak terdengar lagi keributan, ia mencoba keluar dari persembunyian dan tanpa disadari, Yuta dikelilingi oleh makhluk yang berdiri dengan dua kaki.

Memasang sikap waspada ingin menerkam, Yuta merasakan ada yang janggal dengan cara mereka melihatnya, beberapa dari sosok itu mengulurkan tangan, berpakaian aneh dan tak terlihat sepertinya, warna baju yang mereka kenakan terlalu mencolok, dan ada sebuah tanda aneh di lengan-lengan mereka, seperti salib. Mereka tak mempunyai bola mata, atau bola matanya tak terlihat? Yuta belum bisa menelaah makhluk-makhluk tersebut, karena jauh berbeda dengan penghuni hutan.

Salah satu dari makhluk itu mengeluarkan sebuah tongkat panjang dengan kedua tangan mereka, di ujungnya terlihat jaring-jaring dan tali melingkar, pas sekali dengan leher Yuta. Beberapa dari mereka terlihat berkomunikasi satu sama lain, saling bertukar nada-nada yang sebelumnya didengar Yuta.

Sama-sama memasang sikap waspada, Yuta melompat ke belakang, naik di atap bangkai pesawat terbang. Sekarang terlihat jelas berapa banyak jumlah makhluk tersebut mengitarinya, tidak lebih dari sepuluh.

Yuta menengadahkan kepala ke atas, memukul keras dengan kepalan tangan ke atap yang diinjaknya dan melolong keras hingga makhluk-makhluk itu menekan kedua tangan mereka ke kepala, seperti yang dilakukan Yuta saat mendengarkan suara lengkingan tadi.

Beberapa detik berlalu, dari semak-semak di sekitar muncul segerombolan gorila buas siap menerjang para makhluk. Mereka berhamburan ke sana kemari, beberapa babak belur terkena pukulan primata kekar. Yuta pun ikut terjun ke dalam kekacauan itu, membabi buta, pukul sana pukul sini, mencekik leher dan membanting, menggunakan tongkat yang mereka pegang sebagai senjata makan tuan.

Cairan merah mulai mengucur dari balik jubah yang makhluk-makhluk itu kenakan, salah satu makhluk yang dipukul jatuh. Yuta penasaran ingin melihat dengan seksama, ia pun memegang-megang kepala makhluk itu dan seketika kepalanya copot, atau lebih tepatnya penutup kepalanya yang terbuka.

Terlihat dari dalam penutup, mata, hidung, mulut. Memiliki bentuk yang sama seperti bagian muka Yuta saat ia berkaca di sungai. Ia pun mengisyaratkan dengan bunyian-bunyian dari mulut manyunnya, agar para gorila berhenti mengacaukan suasana.

Salah satu gorila berhasil menangkap sebuah makhluk yang masih bernafas, walaupun mukanya babak belur. Yuta mendekat perlahan, mencoba mendengarkan lebih fokus ke bunyian yang muncul dari mulut makhluk itu.

"Kk... ka... mm... i," samar-samar terdengar ucapan yang familiar. Yuta menggeleng-gelengkan kepala, memukul-mukul wajah dan kembali memandang dengan seksama.

"Ii... ng... ng... in," aneh, ingatan Yuta perlahan kembali. Seperti saat ia bermimpi, nada dan aksen yang muncul dari mulut si makhluk tak berdaya itu terdengar seperti saat ia berbicara di mimpi, sangat-sangat tidak asing.

"Me... nn... nn... olo... ng... kk... a... u... pe... nyelam... at," agak susah dicerna oleh otak Yuta. Ia mulai mengernyitkan dahi, mengisyaratkan agar si gorila yang memegang makhluk itu melepaskannya.

Gedebuk! Suara badan yang jatuh di tanah, dari mulut si makhluk muncul hembusan udara dengan warna yang sama seperti kabut. Yuta pun membolak-balikkan badan makhluk itu dan di belakang bajunya, terdapat sebuah tabung bulat dengan selang-selang yang menyambung ke penutup kepala.

"O2" begitulah kiranya bentuk tulisan di bagian penutup tabung. Saat Yuta kembali membalikkan badan sang makhluk untuk melihat sekali lagi raut muka atau nada-nada yang keluar dari mulutnya, seketika itu juga para gorila dan Yuta menyaksikan kulit tubuh makhluk itu berubah menjadi pucat. Nadi-nadinya terlihat jelas, berwarna hitam kelam, dan tak bernyawa.

Tak hanya pada satu mayat saja, kejadian ini menimpa seluruh makhluk berpakaian aneh yang di buka penutup kepalanya. Yuta masih penasaran, membiarkan para gorila kembali ke semak belukar, mencoba menjarah saku, dan kantung-kantung tenun yang mereka kenakan.

Salah satu kantung terasa berat, Yuta pun mengocok-ngocoknya dan jatuh sebuah benda persegi agak sedikit besar. Permukaannya bersinar, dan terdapat goresan-goresan hitam yang terangkai sedemikian rupa.

Spesies: Manusia

Habitat: Hutan antara Kongo dan Kamerun

Koordinat: 2°43'35.9"N 16°22'53.2"E

Kegunaan: Penyelamat umat manusia, tidak terpengaruh kabut, tak membutuhkan O2 murni

Misi: Pencarian dan penyelamatan

Estimasi Usia: 41 tahun

Tahun Terakhir Dilihat: 2034

Alasan Punah/Menghilang: Kecelakaan pesawat setelah 'Kiamat'

Yuta mengetuk-ngetuk benda itu dengan keras, layar dengan rangkaian goresan itu pun meredup dan tak terlihat, ketika ia membantingnya ke tanah. Sang laki-laki paruh baya itu mulai mengendus-endus selang dari tabung para makhluk, lalu memperlihatkan raut muka tak tertarik.

Ia mengecek beberapa kali di sekitar pesawat yang jatuh, mencoba mencari benda-benda aneh yang ditinggalkan para makhluk mengenaskan tersebut. Namun tak ada hal lain yang menarik perhatiannya. Yuta bergegas menuju semak-semak sebelum ia berpaling, melihat kembali tempat kejadian perkara, seonggok besi karatan tua diselimuti lumut.

Sebuah peristiwa besar sedang terjadi, namun ia tidak mengetahui, bahwa Yuta ialah satu-satunya harapan dunia ini.

-- If you like the story, don't forget to vote! --

Kilasan FantasiWhere stories live. Discover now