Bulan Terlihat Indah Bukan?

24 4 6
                                    

Deru lokomotif kencang menyambar hamparan luas padi yang bergoyang. Seorang anak kecil melihat keluar jendela salah satu gerbong, ia menatap ayunan padi sembari tersenyum manis. Wanita paruh baya mendekatinya dengan pelan, mengelus punggung si anak hingga mengagetkannya. Mereka berbincang, bermain tepuk tangan, terlihat gembira seakan tak terbebani hal lain.

Permainan wanita dan anaknya itu terhenti saat sang ayah datang membawa beberapa minuman di nampan serta dua bungkus kentang goreng, makanan kesukaan sang anak. Meloncat kegirangan dari kursi, si anak menyambut nampan yang dibawa ayah dan dengan sigap mengambil beberapa buah kentang lalu dimakannya.

Bertiga, mereka melanjutkan permainan dan terlihat semakin seru. Suara lokomotif masih menemani kegembiraan keluarga kecil itu, namun perlahan mengurangi kecepatan dan akhirnya berhenti secara halus. "Belum sampai stasiun kan?" Tanya sang ayah. "Di peta harusnya masih beberapa jam lagi." Sahut sang ibu.

Ayah berdiri dan menengok kanan-kiri, penumpang di dalam gerbong melakukan hal yang sama. Satu-dua jam berlalu, belum terasa goyangan gerbong kereta melaju. Anaknya pun terus menanyakan mengapa mereka tak kunjung berangkat. Sang ayah sudah tak sabar, ia berjalan ke gerbong restorasi untuk menanyakan para awak dan pramugari.

Ternyata bukan hanya sang ayah yang penasaran, namun segerombolan orang memenuhi gerbong hingga ia pun kesusahan untuk masuk. Beberapa di antara mereka berteriak-teriak, menanyakan apa yang terjadi, awak kereta kesulitan menjawab pertanyaan yang dilontarkan.

Sinar mentari siang yang terik perlahan meredup, malam pun menyelimuti. Gerbong restorasi menjadi sunyi, tak seperti siang tadi saat gerombolan orang memenuhi. Terlihat juru masak terdiam di balik meja dapur, beberapa pramugari juga menunduk, suram dan sepi. Tiba-tiba seseorang datang dari balik pintu gerbong, "hai kalian, cepatlah ke sini."

Ya benar, orang itu adalah sang ayah. Ia seorang astronom, keahliannya dalam urusan perbintangan membantu masinis berkesimpulan bahwa alasan kereta tidak bergerak karena terjadi sesuatu di dekat jalur rel. Kereta listrik terpengaruh oleh fenomena ini, jelas sang ayah kepada awak. Sang ayah pun menjelaskan bahwa ia menerima telepon dari pusat penelitian antariksa tempatnya bekerja. Ia juga menjelaskan bahwa keluarganya dalam perjalanan menuju pusat penelitian beberapa puluh kilometer di depan, tepat di pemberhentian stasiun berikutnya.

Suara teriakan anak kecil menggema hingga gerbong restorasi, dimana ayah dan beberapa awak kereta berbincang. Menghampiri suara tersebut, sang ayah dan beberapa orang lainnya menyaksikan di langit, hujan meteor dengan indahnya menukik ke arah bumi layaknya pesta kembang api. Si anak bertepuk tangan senang melihat fenomena itu, begitu juga dengan para penumpang lain, mencoba mengabadikannya melalui rekaman kamera ponsel.

Namun sang ayah memberikan tanggapan yang berbeda, keringat mengucur dari kepala, menggigit jari tangan dan mencoba menelepon pusat penelitian. Sesuatu yang janggal telah terjadi. Kepanikan sang ayah menjadi-jadi saat mengetahui bahwa hujan meteor tersebut bukan fenomena biasa, melainkan serpihan-serpihan satelit yang sudah bermilyar tahun lamanya menemani bumi pertiwi. Ya, bulan yang selalu menyinari malam kala itu berubah, hancur berkeping-keping, meninggalkan jejak yang direkam oleh para penumpang.

Khalayak ramai belum menyadari bahwa hujan meteor tersebut akibat dari hancurnya satelit utama bumi, mereka masih terkesima dengan indahnya fenomena yang terjadi. Sang ayah berdoa, memeluk anaknya, sang istri pun merubah raut muka yang sebelumnya gembira. Orang tuanya menangis, namun sang anak masih belum mengerti dan tetap terfokus pada keindahan bulan di malam itu.

Kekaguman para awak dan penumpang goyah ketika dentuman suara keras terdengar, tiang-tiang listrik dan pepohonan ambruk. Gerbong-gerbong terguncang keras ke kanan-kiri, tak berapa lama gempa pun terhenti. Suasana kembali gelap, saat hujan meteor berhenti. Angin kencang meniup rimbunnya pohon di luar gerbong kereta. Tak cukup sampai disitu, hujan lebat tiba-tiba mengguyur dengan petir yang menyambar kencang.

Keindahan yang semula menemani malam tenang dan kegembiraan, berubah menjadi kelam. Panik di sana-sini, kegaduhan muncul, para penumpang menyuruh masinis melanjutkan laju kereta. Namun apa daya, tak ada seorang pun yang bisa menjalankannya tanpa tenaga listrik. Awak kereta mencoba menutup pintu agar tak ada orang yang keluar gerbong. Mereka mencoba untuk menenangkan penumpang.

Menunggu hingga fajar kembali terang, khalayak yang terkunci di dalam kotak-kotak besi tak bisa menyelamatkan diri, mereka hanya bisa berdiam, berdoa dan mengamati. Keindahan dan kegembiraan tak selamanya utuh, suatu saat pasti akan runtuh. Itulah yang terjadi jika kita tidak mensyukuri apa yang kita punyai saat ini. Semuanya pasti akan berakhir, manusia hanya bisa menerima dan menikmati.

Lihatlah keluar, amati sekitar apa yang kau punyai sekarang. Tersenyumlah, dan bersyukur bahwa semua ini belum berakhir. Nikmati segala yang Tuhan beri, dan jangan berkecil hati.

-- If you like the story, don't forget to vote! --

Kilasan FantasiWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu