Markas Alvagos.

"YEAY VICTOR UDAH BALIK!" Pekik Alexa girang. Langit pun ikut tertawa. Berbeda dengan Victor ia menunjukkan ekspresi yang sangat dingin.

"Victor.. ada apa denganmu? Ada yang salah?" Tanya Langit. Alexa hanya menyimak mereka berdua.

"Ah apa kau tak ingin mengatakan yang sebenarnya Langit?" Tanya Victor. Seketika suasana menjadi tegang dan menyeramkan. Alexa di buatnya merinding.

"Alexa, kamu pergi ambilkan kakak minum dulu gih." Titah Langit. Alexa menurut lalu ia pergi ke dapur.

"Ada apa denganmu Victor? Tak biasanya kau seperti ini." Ujar Langit.

"Tidak usah berpura pura lagi Langit!"

"Berpura pura dari apa?" Tanya Langit yang sudah was was akan pergerakan Victor.

"Kau sungguh penghianat Langit!" Victor mengelurkan pisau dari jaketnya lalu melawan Langit. Sudah Langit duga bahwa Victor akan menyerangnya.

"Gara gara mu, aku tak bisa melihat ibu dan nenek ku lagi!" Bentak Victor , Victor terus menyerang Langit. Langit masi bisa menghindari Victor hingga...

"K-kalian ngapain?" Tanya Alexa gemetar, seketikan Langit lengah dan menatap Alexa. Dengan mengambil kesempatan ini Victor menusuk tepat di jantung Langit.

"Akhh.." Victor melempar pisau nya ke sembarangan arah. Victor menatap Alexa yang sedang menahan tangis. Detik kemuadian Alexa berlaru menghampiri Langit.

"K-kaa..." isak Alexa memangku kepala Langit pada pahanya.

"H-hey.... j-jangan nangis... aku tidak apa apa sayang."

"Hiks... kakkk jangan pergiii." Tangisnya semakin kencang.

"KAK VICTOR! KENAPA KAKAK TUSUK PERUT KAK LANGIT?!" Tanya Alexa emosi.

"H-hey.... Alexa kamu tidak boleh membentak Victor. Dia hanya salah paham, aku tak apa..." Nafasnya kini terputus putus.

"K-kak Langit.. jangan pergiii Lexa gak bisa tanpa kak Langit... impian kita gimana? Trus Mafia kita gimana? Plisss kakak jangan tinggalin Lexa.."

"Husst, Alexa... waktu kakak nggak lama lagi, kamu jangan berantem terus sama Victor.. bangun mafia ini menjadi yang terkuat okay? Mungkin ini sudah saat nya kakak, untuk bertemu dengan mama dan papa... love you Lexa..." Perlahan nata Langit semakin tertutup.

"V-victor.. kau hanya salah paham, jangan sakiti Lexa! Jaga dia..."

"Hiksss kak! Jangan ngomong gitu! Kakak tidak akan kemana mana! Kakak akan tetap bersama Lexa disini!" Pekik Lexa tak tahan lagi.

"Lexa... jaga diri kamu ya? Jangan bandel... kakak pamit dulu ya, mau ketemu mama sama papa disana... dadah Lexa... dadah Victor.." Mata Langit terpejam sudah. Langit Irza Saputra telah kembali ke maha kuasa.

"KAK LANGIT!! KAK BANGUN! JANGAN PERGI! JANGAN TINGGALIN ALEXA DISINI!! KAK! HIKS... JANGAN PERGI! BANGUN KAK! HIKS.." Lexa pingsan detik itu juga. Victor telah pergi dari sana.

▪︎▪︎▪︎

"Kak... aku udah ketemu sama Victor, kakak tenang aja, aku akan balaskan dendam padanya kak." Queen mengusap batu nisan itu.

"Queen/nona." Panggil Justin dan Jayden. Queen mendongak menatap 2 pria itu.

"Sudah saatnya kita pergi." Ujar Jayden. Queen hanya mengangguk.

"Kak, Aku balik dulu yya.." Queen bangkit, lalu ia berjalan menuju mobil nya. Jayden menjadi supir dan Justin disebelahnya. Queen berada di belakang. Ia hanya menatap ke arah jendela.

"Nona.. tenang saja, tuan Langit akan sedih jika nona terus bersedih.." Hibur Jayden padanya. Justin mengangguk.

"Benar, Queen kamu harus tetap kuat! Balaskan dendam!"

"Haha, terima kasih untuk kalian berdua." Mereka berdua mengangguk.

Mansion keluarga Rossler.

"Senangnya dalam hati... bila beristri duaa~" Senandung Bram selaku papi dari Evan.

"Awh aduh aduh sakit mi!" Pekik Bram. Ia memekik kesatikan karena Ayana menjewer telinga Bram dengan kencang.

"Apa?! Mau nambah istri lagi hah?!" Marah Ayana itu sangat menyeramkan.

Evan memasuki ruang keluarga, ia hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah kedua orang tuanya yang prik itu. Evan dengan cepat menutup mata Qilla dan Zilya.

"Anak kecil nggak boleh liat." Ujar Evan. Qilla memberontak begitu pula dengan Zilya.

"Iihh awas bangg." Rengek Qilla.

"Kak! Awass kita gak bisa liat papi kena marah." Ujar Zilya kesal. Qilla menabok tangan Evan. Evan meringis.

"Mi! Pi! Kalau mau bertengkar itu di kamar! Disini banyak anak kecil." Kesal Evan pada Kedua orang tuanya yang prik itu. Bram mengelus dadanya lega karena jika bukan karena Evan mungkin saja kini ia tak punya telinga.

"Papi kau tuh! Masa mau nambah istri!" Sinis Ayana pada Bram. Evan hanya memutar bola matanya malas.

"Awas kamu! Ngga aku kasih jatah selama satu bulan!" Setelah mengucapkan itu. Ayana bergegas menuju dapur membantu para maid. Bram kaget bukan main.

"Mi! Jangan gitu!" Teriak Bram dengan menghampiri istrinya. Lalu Evan melepaskan tangannya.

"Bang, jatah apa yang papi maksud?" Tanya Qilla kepo. Zilya ikut mengangguk.

"Anak kecil gak perlu tau." Jawabnya.

"Ish! Qilla kepo abang! Jatah apa?" Tanya nya lagi. Zilya ikut mengangguk.

"Bukan urusan anak kecil."

"Hmph! Abang jahat! Qilla bilangin sama kak Queen!" Dumelnya, lagi lagi Zilya mengangguk. Evan mematung.

"Jilya! Kenapa kamu ngangguk telus?" Kesal Qilla.

"Emm karena... hmmm gak tau." Zilya mengangjat bahunya. Qilla menepuk jidatnya.

"Kak, jatah itu apa?" Tanya Zilya. Evan yang sedang melamun pun buyar.

"Bukan urusan-"

"ANAK KECIL!" Pekik Zilya dan Qilla bareng.

"Nah itu tau, udah ya abang masuk pergi dulu." Pamitnya. Qilla dan Zilya hanya berdehem.

▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎

Hallo bosque.

VOTMENNYA BESTIE!

ADA YANG KANGEN QILLA TIDAK?

AYO KOMEN BANYAK BANYAK

SEE YOU NEXT PART!

Mafia Girl (End)Where stories live. Discover now