Bab 22 - Proses yang Mendebarkan

Start from the beginning
                                    

"Bismillahirohmanirahim. Semoga Allah beri rida dan kelancaran. Aamiin."

💖💖💖

Tak sampai dua jam, Putra dan Rafanda sudah tiba di kediaman Rara dengan mobil. Hanan, Mira, dan Rara, jadi sibuk membantu menurunkan aneka seserahan dari mobil. Sementara Putra lah yang membawa maharnya.

Setelah dipersilakan duduk, Putra meletakkan parsel berisi mahar ke meja. "Bapak, Ibu, hari ini saya dan Ibu saya hendak melamar Rara untuk menikah setelah kami lulus kuliah sebentar lagi."

"Eh, tunggu, Flai." Rara menyadari ada sesuatu yang tidak beres. "Itu udah ada emas batangan dua puluh gram, kok masih ada serendet gelang, kalung, dan anting segala? Enggak salah? Apa ini cuma buat gladi resik aja? Nanti pas nikahan pakai dua puluh gram beneran? Atau kamu mau aku pilih 20 gram berupa emas batangan apa perhiasan?" cerocos Rara tak terbendung.

"Tidak, Rara. Itu tambahan atas persetujuan Bunda." Rafanda menjelaskan. "Karena Bunda merasa beruntung Rara mau menerima pinangan Putra tunggal kesayangan Bunda. Jadi hanya yang terbaik yang bisa Bunda berikan untuk Rara."

Rara mematung ketika Rafanda melanjutkan kata-katanya. "Ini memang sekadar gladi resik penataan mahar. Barangkali ada masukan dari Rara dan keluarga. Nanti saat akad, baru kami bawa ulang. Kalau seserahan, biar Rara yang simpan sekarang tidak apa-apa."

"PAAAK! BUUUU!! Lihaaaat tuuuh... camer aja sampai setuju bangeeeeeeet!" Rara langsung berdiri dan melompat-lompat. Hanan dengan kalem langsung ikut berdiri dan menarik tubuh Rara kembali ke sofa.

Sekejap itu juga Rara lupa dia harus bersikap dingin pada orang tuanya. Dia kembali berdeham dan menjauh dari Hanan. Kadang, Rara merasa lelah belum mampu memaafkan kedua orang tuanya dengan sepenuh hati padahal mereka terlihat sudah sangat berusaha menjadi pribadi yang lebih baik.

"Maafkan kelakuan anak saya. Dia selalu heboh." Hanan tersenyum canggung sementara Mira menepuk dahinya.

"Apa tidak merepotkan maharnya sebanyak itu?" Hanan kembali tersenyum lembut.

Lagi-lagi Rafanda menggeleng. "Yang terbaik patut mendapatkan yang terbaik." Lagi-lagi wanita itu kembali meyakinkan. Putra mungkin tidak akan mendapatkan kesempatan seperti ini di masa depan. Siapa wanita yang masih tetap mencintai setelah tahu kalau anaknya menyukai sesama jenis? Rara bahkan tidak ragu mendukung dan membantu Putra untuk hijrah. Semua emas itu tidak ada artinya jika Rara atas izin Allah berhasil membuat Putra hijrah sepenuhnya.

"Terima aja, Pak! Lumayan bisa buat DP rumah syariah kelak!"

"Hush! Mas kawin itu disimpen, bukan dijual!" Mata Mira langsung melotot.

Rafanda tertawa sementara Putra mengulum senyum. "Mahar bebas mau dipakai jadi apa saja, kok."

"Tuh, kaaaan! Flai emang terbaeeeek!"

Lagi-lagi Mira hanya bisa menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.

"Jadi, apa mau ditentukan dari sekarang kapan mereka akan menikah?" Hanan mengubah topik.

"Apa pihak keluarga Rara ingin pernikahannya dirayakan?"

"Enggak! Nikah di KUA aja biar gercep sahnya!" balas Rara yang langsung mendapat pelototan kesekian kalinya dari Mira.

"Kami tidak mengharap pesta besar." Hanan menjawab tegas. "Hanya walimah sederhana saja. Paling hanya mengundang tetangga dan saudara dekat. Mungkin hanya seratus orang dari pihak kami."

Putra terlihat cemas memikirkan berapa biaya yang harus dikeluarkannya nanti. Apalagi semua emas tabungannya sudah menjadi mahar. Hanya tersisa sedikit uang di tabungannya.

"Dan soal biaya, biar pihak perempuan yang mengurus. Flai kalau mau menyumbang silakan saja. Tidak pun, bukan masalah."

"F-Flai?" Putra mengerjap kaget.

"Wogh iya.... Aku mengenalin kamu pakai panggilan kesayangan doong!"

Lagi-lagi tawa Rafanda berderai. Ada kelegaan di hatinya. Rara sungguh-sungguh cewek hebat dan gigih. Betapa beruntungnya Putra dicintai cewek seperti ini. Alhamdulillah.

Akhirnya pembicaraan tentang hari pernikahan berlanjut sampai ke wedding organizer segala. Mereka pun salat Zuhur dan makan siang bersama. Sungguh menyenangkan.

Putra yang awalnya tegang, kini berangsur membaik. Rara dan keluarganya ternyata menyambutnya dengan baik.

Rara memang tidak memberitahu tentang orientasi seksualnya pada calon mertuanya. Namun, Putra tahu itu adalah pilihan yang bijak.

Tidak semua orang tua akan semenerima Rafanda jika tahu calon menantunya penyuka sesama jenis. Bisa jadi, mereka akan memyuruh Rara menjauh.

Mungkin egois, tapi Putra sungguh membutuhkan Rara untuk membantunya berhijrah. Dia ingin sekali bisa mencintai Rara seperti Rara mencintainya karena Allah. Apakah itu mungkin?

Selepas makan siang, mereka pun pulang kembali. Sepanjang perjalanan, Putra banyak melamun. Dia bahagia sekali harus takut. Namun, ini sebuah langkah besar yang memang harusnya dirayakan.

Tiba-tiba sosok Aziz terlintas di kepala. Haruskah dia memberi tahu bahwa dia akan segera menikah beberapa bulan ke depan?

🍀🍀🍀🍀

19 Jan 22

Apa kaish tahu apa langsung nikah aja?

Sebenenrya bab 21 dan 22 nib dah beres dr desember. Tp bab 23 nya macet. Ini baru mulai jalan

Semoga bisa kelar, yaaa

Doakaaaaan.....

Masih promo wkakakak. Monggo yang berkenan bacaaaa..... Di app Fizzo.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
LGBT story - FLAITHRI - Cinta di Persimpangan JalanWhere stories live. Discover now