18. Kelakuan mereka.

98 8 12
                                    

"Dalam matematika, teorema Pythagorean, juga dikenal sebagai teorema Pythagoras, adalah hubungan mendasar dalam geometri Euclidean di antara tiga sisi segitiga siku-siku. Ini menyatakan bahwa luas kotak yang sisinya adalah sisi miring sama dengan jumlah area kotak di dua sisi lainnya."

Begitulah materi yang diterangkan oleh Bapak Roni. Arasya hanya menghela nafas berat karena tidak mengerti apapun.

Jangankan untuk menjawab soal MTK, memahami materinya saja tidak bisa. Gadis cantik itu memegangi kepala yang terasa pusing tujuh keliling karena tidak mengerti apapun.

Ketika Arasya masih memegangi keningnya yang terasa nyeri, Bapak Roni malah terus mencuri pandang dan tidak membiarkan Arasya untuk tiduran, meskipun sebentar saja.

"Jangan tidur di kelas, Sya!" pinta Bapak Roni sambil berjalan mendekat.

Gadis itu langsung melotot ketika melihat Bapak Roni sedang berjalan ke arah meja belajarnya. Jangan sampai dia terlihat seperti orang malas!

"Kenapa, Pak?" tanya Arasya saat berhenti mengantuk, "Bapak panggil siapa? Ilyas? Dia enggak berangkat."

"Saya bilang 'jangan tidur di kelas', kenapa malah nyambung ke Ilyas?" balas Bapak Roni dengan suara kencang seolah ingin mempermainkannya.

Arasya tersenyum malu ketika berkata, "Hehe ... salah dengar, Pak. Maaf!"

"Ya sudah, cepat cuci muka dulu! Kamu pasti ngantuk. Noh, di depan kelas ada selangnya."

Bapak Roni berkata benar. Arasya memang selalu mengantuk kalau sedang belajar matematika. Selain karena pusing, Arasya pun tidak mau membuang-buang waktu untuk melihat wajah Pak Roni.

Gadis cantik ini bergegas keluar kelas, lalu membasuh wajahnya menggunakan air bersih di sebuah selang, depan kelas. Saat itu, suasana sedang sepi. Mahasiswa yang lain pasti sibuk belajar.

Tap!

Ketika masih membasuh wajahnya, orang di belakang tubuhnya nekad mengelus-elus punggung Arasya. Gadis ini tersentak kaget karena sudah hafal pada telapak tangan itu.

"Jangan sentuh gue tanpa izin, woy!" gertak Arasya sambil balik badan.

Arasya sedang membungkuk, kenapa malah menyentuhnya tanpa izin? Matanya melotot kaget saat menatap orang yang sudah nekad menyentuh tubuhnya. Meskipun hanya mengelus punggung, tindakan itu termasuk dalam tindakan kurang ajar. Lancang sekali!

"Hehe ... santai aja! Habisnya, lama banget keluar kelasnya," balas orang itu.

"Maksudnya apa? Ngapain sentuh tubuh saya tanpa izin?"

Orang tersebut tidak menjawab dan malah mengeluarkan sapu tangan lalu membantu menyeka tetesan air yang terus menetes di wajah Arasya.

"Apa-apaan, sih, Pak!" gertak Arasya dengan wajah penuh air, "saya lama karena masih basuh muka. Lagian, saya basuh muka di depan kelas doang."

Tebakan kalian memang benar. Orang yang sudah mengelus-elus punggung Arasya secara lembut dan penuh penghayatan adalah Bapak Roni.

Dosen menyebalkan itu cengengesan saat melihat Arasya sedang memarahinya. "Hey, jangan marah terus, dong!"

"Gimana enggak marah, Pak? Bapak udah elus-elus punggung saya tanpa izin?"

"Kalo Bapak izin buat elus-elus kamu, emangnya boleh?"

"Bapak ngomong apa, sih?" sergah Arasya sambil meremas telapak tangan.

Wajah gadis ini semakin memerah dan sudah bersiap untuk meninju dosen di depannya.

"Hahaha ... Bapak cuma bercanda. Lagian, Bapak panggil nama kamu, kamu malah gak mau menoleh," canda Bapak Roni dengan tawa khasnya.

Arasya geleng-geleng dan tidak habis pikir terhadap dosen beranak empat ini. Dirinya sama sekali tidak mendengarkan suara orang yang memanggil.

Sepertinya Bapak Roni memang sengaja memberi materi membosankan supaya Arasya mengantuk. Kalau sudah cuci muka, Bapak Roni pun menjalankan aksinya.

Cerdik sekaligus licik, batin Arasya dengan tatapan kebencian.

Bapak Roni tidak kunjung meminta maaf dan malah cengengesan saja. "Bapak cuma mau kamu tetap di kelas selama Bapak lagi menerangkan. Kamu bisa ketinggalan materi kalo Bapak nggak keluar ke sini," ungkap Bapak Roni dengan segenap kebohongannya.

Arasya berusaha keras untuk tidak emosi terhadap dosennya sendiri. Kalau sampai meninju Pak Roni, maka gadis ini terancam di-DO.

"Harusnya terima kasih ke Bapak karena enggak meninggalkan kamu. Nanti Bapak jelaskan materi lebih rinci lagi. Silakan masuk ke dalam kelas dulu, Cantik!" lanjut Bapak Roni dengan senyum puasnya.

Arasya memutuskan untuk masuk kelas dalam keadaan marah. Langkah kakinya terlihat begitu kasar. Nafasnya menderu kencang. Siapa yang tidak emosi kalau hati kecilnya dipermainkan oleh tenaga pendidikan?

Sang primadona tidak membalas senyum manis dari Rafael karena sang senior dan dosen menyebalkan ini adalah dua individu yang memiliki kepribadian serupa.

"Katanya, tidak boleh melawan pada yang lebih tua. Kalau orang tua bertindak semena-mena, apakah kita harus diam aja?" dumel Arasya lewat sosial media, seperti biasa.

Ketika sadar bahwa laki-laki genit itu terus melirik ke arahnya, Arasya pun segera membanting pulpen ke Rafael. Sang senior tidak sadar bahwa Arasya sedang murka terhadap Pak Roni. Dia hanya tahu bahwa 'Arasya risi karena terus dia kejar'.

Tangan kanan Rafael segera meraih pulpen itu, kemudian berjalan mendekati Arasya. "Jangan marah terlalu lama, besok gue datang lagi buat kejar lo," balasnya sambil mengedipkan sebelah mata.

"Waktu TK, gue suka dikejar sama hewan peliharaan tetangga. Sekarang, gue malah dikejar sama lo," jawab Arasya tanpa pikir panjang.

"Haha ... jarang-jarang ada orang cantik yang suka kejujuran."

"Kejujuran itu pahit, Kak. Jangan terlalu mengejar cewek kayak saya ... bisa sakit hati nanti."

"Dunia saya hanya kamu, Arasya," sambung Rafael dengan ekspresi yakin.

"Veni apa kabar?"

"Dia hanya pelampiasan, lupakan aja!"

"Kalo Habibi ada di sini, lo bisa disebut buaya darat, tarantula, dan bahkan kodok zuma, Kak," terang Arasya sambil menarik pulpen yang sedang dipegang oleh senior, "ini pulpen gue! Kalo mau, beli!"

"Hahaha ... makin bawel, makin gemesin. Saya akan tetap mengejar kamu. Kamu gak bisa protes, Arasya," sela Rafael sambil mengangkat tangan kanannya dan hendak menyentuh tubuh Arasya.

Sebelum disentuh oleh senior, Arasya langsung mengelak dan berusaha untuk memberontak. Gadis ini mendorong sang senior sampai tersungkur menuju lantai.

Buk!

Beberapa orang menoleh saat mendengar suara dentuman. Namun, mereka langsung tertawa terbahak-bahak ketika melihat Rafael sedang tersungkur dengan ekspresi memelas.

"Ada apa ini? Ngapain kalian tertawa?" teriak seorang dosen yang masuk kelas. Benar. Dosen tersebut adalah Bapak Roni.

Bapak Roni melotot kaget saat melihat Rafael sedang tengkurap di lantai.

"Heh, ngapain tiduran di lantai? Dasar, bocah! Cepat duduk ke bangku kamu! Saya mau lanjutkan materi yang tadi," perintah Pak Roni sambil berjalan ke depan papan tulis.

Rafael tidak memiliki pilihan, selain duduk kembali. Dia menatap Arasy dengan wajah merah padam. Gadis yang terlihat soft itu sudah berani mempermalukannya di depan seluruh mahasiswa. Harga diri Rafael pun ikut jatuh saat ditertawakan banyak orang.

"Mampus! Ngeyel banget kalo dibilangin," bisik Geova pada Rafael.

Tangan kanan Rafael langsung mentoyor kepala Geova karena terus meledek.

Geova menatap temannya sambil berdecak kesal. Sudah beberapa kali diperingati, tetapi Rafael masih nekad mengejar Arasya.

Dalam kasus ini, siapa yang salah? Arasya sudah menolak seniornya dengan kalimat halus. Namun, seniornya ingin menyentuh bagian-bagian terlarang, tanpa izin.

Apakah Arasya harus tetap diam?

Mustahil sekali.

Suatu saat nanti, Arasya pasti melihat teguran Tuhan datang pada mereka yang tidak bisa menahan hawa nafsunya sendiri. Gadis cantik ini tinggal menunggu waktu.

SKANDAL KAMPUS. (TAMAT)Where stories live. Discover now